ARKA POV
Sudah seminggu ini aku hidup di rumah mertuaku. Tepatnya sejak kematian Farel. Istriku, Mikha-ku, belum mau meninggalkan rumah ini. Ah bukan belum mau, tapi hatinya masih terpaut dengan rumah ini. Bukan lantaran dia enggan mengikutiku, namun kepergian Farel, kakak iparku -yang umurnya bahkan jauh dibawahku- memberikan pukulan telak untuk gadisku itu.
Ya, benar. Dia masih gadisku. Meski kini dia istriku. Aku masih sibuk membantunya menata hati daripada sekedar melampiaskan nafsu birahi.
Sudah seminggu ini pula dia izin tidak mengikuti perkuliahan, tentu saja aku yang mengurus semuanya. Aku tak mempermasalahkannya, toh memang ada dispensasi dari pihak kampus perihal kematian keluarga. Dan tentang pemanggilan dari Kajur yang didapat oleh Mikha, aku juga sudah membereskannya, hanya saja Mikha tetap harus melapor saat dia masuk lagi.
Setelah kejadian malam itu, dimana aku mengintip istriku berbincang dengan seniornya -aku masih enggan menerima kenyataan jika lelaki itu adik dari sahabatku- rasa waswasku semakin bertambah. Menikahi Mikha bukannya malah membuatku tenang, justru malah membuatku semakin waspada. Bagaimana tidak, secara terang-terangan seniornya mengatakan ketertarikan pada istriku dan memeluknya tepat di depan mataku. Ah bukan di depan mataku, lebih tepatnya aku yang mengintip mereka dari balik pintu.
Tentu saja aku mengikuti mereka malam itu, aku tak cukup percaya dengan bocah sialan itu. Meski dia mahasiswa andalanku, namun sangat jelas ketertarikannya pada istriku, bahkan sebelum kami menikah, dia lah yang gencar mengibarkan genderang perang padaku. Cih, siapa dia beraninya menantang seorang Arka untuk mendapatkan Mikha. Sampai kapanpun Mikha akan selalu menjadi milikku. Karena begitulah kami sedari awal. Saling membutuhkan dan saling merindukan. Kami saling melengkapi.
Ah aku jadi rindu pada istriku.
Ku usap wajahnya yang tengah tertidur. Lelap sekali dan aku merasa tenang menatapnya. Sejak kematian Farel, Mikha baru dapat tidur sekitar jam 3 dini hari. Selalu seperti itu sejak seminggu yang lalu.
Aku segera bangkit untuk membersihkan diri. Hari ini jadwalku sangat padat, aku harus mengajar kelas pagi juga sore, hah jadwal yang tidak tepat, aku harus protes pada Rendi yang salah menempatkan waktu. Aku juga masih harus menghadiri rapat yang seakan tiada hentinya hari ini. Belum lagi aku harus menuju kota X untuk menemui Roy sekaligus memenuhi permintaan Mikha untuk mendatangi rumah Farel.
Tiba-tiba aku teringat buku Farel yang sudah beberapa saat ini ku bawa. Apa sebaiknya aku memberitahunya?
Aku bergegas turun setelah selesai bersiap. Di ruang makan sudah ada Papa dan Mama mertuaku. Mereka bersiap untuk sarapan.
"Pagi Pa, Ma." Sapaku saat mendekati meja makan.
"Hei, nak, selamat pagi." Ucapan ramah Papa membuatku betah berada di rumah ini.
Apakah aku malu menumpang di rumah ini? Tentu saja! Seperti aku tak mampu memberi anak mereka kehidupan yang baik saja. Tapi semua itu segera ku tepis saat aku mengingat ucapan Papa tempo hari saat aku berniat memboyong Mikha.
"Mungkin permintaan ini terlalu berlebihan, tapi bisakah nak Arka memberi waktu pada Mama dan Papa untuk sedikit lebih lama bersama Kay? Farel baru saja pergi, jika Kay langsung pergi juga dari rumah ini, rasanya akan sangat berat untuk kami nak. Maafkan Papa dan Mama." Permintaan Papa kala itu terus terngiang ditelingaku.
Bagaimana mungkin aku tega menyakiti mereka? Tentu mereka akan sangat kehilangan. Kedua anaknya mendadak pergi dari rumah. Mikha masih bisa berkunjung sesekali, tapi Farel? Ah aku tak tega membayangkan kesedihan mereka. Jadilah sekarang aku tinggal disini, entah untuk berapa lama.
"Kay masih tidur?" Kali ini Mama yang bertanya dengan matanya menatap ke arah tangga.
"Iya Ma." Ujarku lirih sambil menyesap kopi hitam yang entah siapa yang membuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERITAHU MEREKA!!!
RomanceSepertinya semesta masih ingin bermain-main denganku. Setelah mengoyak hatiku, kini membuat perjalanan hidupku terseok-seok tak tentu arah. Saat aku mulai merasa lelah dengan semua ini, bayangan wajahnya terus menghantui. Bahkan ternyata dirinya p...