Aku menatap amarah yang berkobar dari mata Bang Arka saat berbicara denganku, bahkan saat dia menarik istrinya keluar dari kamar ini. Tak sedikitpun aku berniat membantah setiap ucapannya, aku belum siap untuk dibentak lagi.
Dan di sinilah aku sekarang, terduduk sendiri di ranjang kamar tadi, meringkuk memeluk tubuhku sendiri. Tubuhku masih bergetar setelah tadi mendengar bentakan demi bentakan. Terakhir yang semakin melemahkan tubuh dan jiwa adalah bentakan dari Bang Arka.
Wajah bingas Bang Arka masih menari-nari di pelupuk mataku. Bang, kamu sungguh menakutkan. Apa kamu selalu seperti itu Bang? Ini pertama kali untukku Bang. Pertama kali aku di tampar, dan pertama kali aku di bentak oleh semua orang.
Aku terus menangis dan menangis. Rasa sakit di pipiku berpadu dengan rasa sakit di hatiku. Lengkap sudah, semuanya sempurna. Aku masuk dalam lubang hitam yang dalam. Aku akhirnya terseret dalam kehidupan misterius Bang Arka.
Selamat datang di pusaran kehidupan yang akan menarikmu semakin jauh dalam kehidupan rumah tangga orang lain, Kay. Selamat datang caci maki. Selamat menikmati hasil dari pelanggaran batas yang kamu lakukan sendiri, Kay. Inilah yang Mama dan Papa takutkan. Aku merinding membayangkan masalah yang mungkin akan menimpaku. Terutama jika menyangkut orang tuaku.
Tapi ke mana Bang Arka membawa wanita ular itu? Siapa tadi nama istrinya? Adinda, benarkan ya?
Bagaimana mungkin seorang wanita hamil seperti itu? Aku masih tidak habis pikir dengan kelakuannya.
Seketika aku membayangkan Bang Arka adu argumen dengan Mbak Adinda. Mbak? Ah aku malas memanggilnya dengan embel-embel, dia tak pantas dihormati. Sejujurnya aku masih sakit hati saat ditamparnya tadi.
Mengingat amarah Bang Arka dan melihat betapa mulut Adinda sangat berbisa, aku semakin tidak berani berangan tentang apa yang mereka lakukan. Tadinya dalam bayanganku akan ada suara teriakan dan bentakan bahkan pecahan barang-barang, namun sekarang yang kurasakan hanya kesunyian. Di luar sangat hening. Aneh.
Jiwa bergosipku tiba-tiba muncul saat aku tidak bisa mendengar apapun kegiatan yang terjadi di luar kamar. Aku menajamkan pendengaranku. Nihil. Aku tak mendapatkan apapun.
Seketika aku tersadar sesuatu yang sangat nyata. Bukankah mereka suami istri? Mungkin mereka saat ini di kamar dan sedang memadu kasih. Sangat wajar jika mereka saling bercumbu rayu. Ah menyebalkan! Kenapa aku melupakan itu? Pantas Bang Arka mengurungku di sini! Dia tak ingin diganggu. Tapi kenapa aku tidak diizinkan pulang saja?
Membayangkan yang mungkin Bang Arka dan Adinda lakukan, sontak membuatku bangkit dari kasur. Ada perasaan menggelitik yang terasa di hatiku. Entah bagaimana, mendadak hatiku rasanya sedikit kesal. Kesal yang, ah entahlah. Aku bahkan tidak bisa memberi nama pada perasaan ini.
Aku mendesah meratapi yang terjadi di dalam diriku. Aku ini sudah dicap sebagai orang ketiga. Padahal aku baru saja menjadi korban perselingkuhan. Kenapa roda kehidupanku bergerak sangat cepat?
Aku menempelkan telingaku pada daun pintu kamar. Sunyi sekali sih, sebenarnya kemana orang-orang tadi? Jangan-jangan aku ditinggal sendiri.
Bayangan diriku yang sendirian di rumah Bang Arka, membuat bulu kudukku meremang. Aduh, apa yang akan aku lakukan? Yang bisa ku pikirkan aku hanya ingin segera keluar dari sini.
Baiklah, ini cara tercepat yang bisa ku pikirkan. Aku sudah tidak peduli lagi jika aku akan mengganggu mereka. Segera ku genggam gagang pintu dan ku dobrak sekuat tenaga. Ku dorongkan tubuhku ke arah pintu, berharap pintu itu bisa terbuka dengan segera.
"Buka!! Tolong buka pintunya! Kay mau keluar!" Aku mendobrak pintu sambil berteriak kencang. Namun tetap tak ada sahutan.
"Bang Arka, buka Bang. Maafin Kay, Bang. Kay janji gak akan gangguin Abang lagi. Kay gak akan datang lagi Bang. Kay janji!" Aku terus berteriak, sekarang tanganku yang menggedor pintu kamar.
![](https://img.wattpad.com/cover/266363964-288-k597817.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BERITAHU MEREKA!!!
عاطفيةSepertinya semesta masih ingin bermain-main denganku. Setelah mengoyak hatiku, kini membuat perjalanan hidupku terseok-seok tak tentu arah. Saat aku mulai merasa lelah dengan semua ini, bayangan wajahnya terus menghantui. Bahkan ternyata dirinya p...