TIGA PULUH LIMA

46 6 0
                                    

"Kenapa? Apa kamu pernah ke sini? Ini memang tempat wisata juga sih. Kamu pernah ke sini dengan mantanmu tadi?" Sindir Aldrich dengan nada yang menginterogasi.

"Bukanlah. Buat apa aku kesini bawa sampah!" Cibirku yang diikuti dengan senyuman Aldrich.

"Kamu sangat membencinya. Kenapa?" Tanya Aldrich kemudian.

"Gimana gak benci coba kak! Dia tidur dengan sahabatku setelah awalnya mengajakku dan ku tolak." Ups.. Rem di mulutmu memang sudah kendor, Kay. Sontak aku menutup mulutku.

Bagaimana bisa dengan gamblangnya kamu menceritakan itu semua dengan lelaki yang baru hadir di hidupmu. Otakku memaki diriku sendiri. Aku sungguh tak tahu, kenapa amarahku bisa mudah sekali terpancing saat seseorang menyebut nama Danen.

Ciiiitt..

Bunyi berdecit terdengar dari bawah mobil. Aku menatap sekitar, ku lihat mobil Aldrich menepi dan di rem secara mendadak. Ada apa ini?

"Ada apa Kak?" Aku menolehkan kepalaku, menatap wajah Aldrich.

Wajahnya kini mengeras. Rahangnya membentuk garis yang tegas. Astaga, kenapa lagi ini?

"Jadi, sampah yang kamu bilang tadi mengajakmu tidur? Dan dia sekarang satu jurusan dengan kita? Dan dia yang tadi hendak membantumu lolos dari hukumanku? Dan dia yang tadi dengan sok hebatnya mau membantumu?" Aldrich menyemburkan kata-kata panasnya.

Aku hanya mengangguk. Entah kenapa, mulutku takut untuk terbuka.

"Jangan berbicara lagi dengannya. Jangan berdekatan dengannya. Jangan menanggapi apapun yang dia lakukan untukmu. Dan, bilang padaku jika dia melakukan sesuatu padamu. Apapun! Kamu paham Kay?" Mata Aldrich nyalang menatapku, ia menunggu kepastian dariku.

"Aku benci lelaki seperti itu. Uang masih minta orang tua, tapi lagaknya sudah seperti jagoan! Jangan lagi bersamanya. Awas kalau aku melihatmu bersamanya!" Aldrich berkata tegas padaku.

Aku hanya bisa menatapnya. Bingung dengan semua yang dilakukan lelaki ini. Ada apa sih dengannya? Kenapa dia jadi aneh begini? Apa dia benar-benar terbentur?

"Kamu kenapa Kak? Kumat?" Aku tertawa menggodanya.

"Aku tidak sedang becanda, Kay. Aku serius! Aku sungguh tidak suka dengan lelaki tidak bertanggung jawab. Kamu, jangan pernah dekat lagi dengannya, apapun alasannya." Aldrich menatapku dengan tajam. Aku merinding ditatapnya.

Aku menghela nafas pelan. Hah, baiklah, mungkin ini takdirku selalu kenal dengan lelaki seperti Aldrich ini. Suka menyuruh!

"Kak, ayo jalan lagi. Keburu sore." Aku berusaha mengalihkan perhatian Aldrich.

Aldrich menatapku, pandangannya masih tajam. Tapi sejurus kemudian, ia menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Awas saja kalau aku melihat dia masih kurang ajar padamu." Suara Aldrich terdengar mengancam sambil tangannya kembali mengemudikan mobil.

Hari ini aku melihat sisi lain dari seorang Aldrich. Sepertinya, dia lelaki yang bisa menghargai wanita. Itu kesimpulan awalku. Lainnya, sepertinya dia juga ingin menjagaku. Entah untuk alasan apa.

Aku dan Aldrich sama-sama terdiam, kami meresapi pikiran masing-masing. Sekali lagi Aldrich mendesah. Ia membuang nafasnya kasar, seperti sedang pamer padaku bahwa dia benar-benar tak terima yang sudah dilakukan Danen padaku.

"Sudahlah, Kak. Itu masa lalu. Aku tak ingin mengingatnya. Makanya tadi aku tanya padamu, bisakah aku berada di jurusan ini dengan perasaan bahagia dan tidak tertekan? Karena sejujurnya, aku dulu hanya mengikuti Danen mengambil jurusan ini. Dulu, saat hubungan kami hanya dilandasi cinta, tidak lebih." Ujarku lirih, memberi penjelasan pada Aldrich yang ku harap bisa menenangkan dirinya.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang