LIMA PULUH DELAPAN

31 4 0
                                    

Aku terus saja menunduk selama perkuliahan yang disampaikan Bang Arka. Aku tak sanggup mendongakkan kepalaku, khawatir aku akan terpaku pada mata indah itu. Ah cinta benar-benar membuatku gila!

Winda, teman semasa OSPEK yang kini dekat denganku, duduk di sampingku dan menyikut lenganku. Dengan berbisik dia berkata, "sumpah ya, aku bakal niat banget nih kalau kuliah yang ngajar bening-bening kayak gini. Eh Kay, jangan nunduk terus, nikmati tuh sajian gratis di depan kita! Takut gak kuat iman ya lihat dosen ganteng setengan mati itu?“

Gratis gundulmu! Itu milikku! Hanya milikku! Inginku sih seperti itu, tapi aku kembali mengingat perkataan Bang Arka alias Pak Fabian yang menginginkanku bersabar setidaknya dua bulan lagi. Ah entahlah, berapa lama tepatnya, mungkin benar yang dikatakan Bang Arka, mungkin juga akan melenceng jauh dari perkiraan.

"Ssttt... Diem win! Jangan berisik aja, ntar kita kena semprot bang--eh Pak Fabian." Aku hampir keceplosan memanggilnya Bang Arka.

Dan sialnya, Winda ternyata mendengar kesalahan ucap yang ku lontarkan, oh shit!

"Hah? Bang? Hmmpph..." Dengan segera Winda menaham tawanya yang hampir terlepas.

"Gak salah denger kan aku? Gila kamu Kay, lebih berani dari yang aku kira. Ku kira kamu menunduk karena malu. Eh taunya, nundukin kepala karena diam-diam membuat panggilan kesayangan untuk dosen tampan itu!" Winda terkikik menahan tawanya.

Sialan si Winda, telinganya tajam banget. Bagaimana jika dia tahu sebenarnya ya? Jika dia tahu aku lebih berani dari hanya sekedar memanggilnya dengan sebutan 'Abang'.

"Mikhayla!" Suara seruan yang ku hafal siapa pemiliknya, terdengar lantang memanggilku. Aku mendongakkan kepalaku, menatapnya dengan binar kerinduan. Sungguh, aku rindu padanya.

Cara dia mengajar di depan kelas, entah mengapa membuatku terpana. Tutur kata, pembawaan tubuh dan ketrampilannya berbicara membuat perkuliahan dengannya terasa sangat menyenangkan. Entah karena mata kuliahnya yang memang menyenangkan atau efek dari pengajarnya yang membuatnya menyenangkan. Ah aku sudah tahu jawabannya. Aku terus memandangi wajah tampan itu, matanya, hidungnya dan...mulutnya. Sangat indah!

Tapi wajah rupawan itu masih tampak jelas menatapku dengan amarah yang belum mereda. Dan kini dia ada alasan untuk membuatku tampak melakukan kesalahan. Oh tidak, sebenarnya memang aku melakukan banyak kesalahan padanya hari ini.

Aku diam saja memandangi wajahnya itu. Mau marah atau tidak, wajah Bang Arka sudah seperti candu untukku. Oh indahnya jatuh cinta.

"Jika anda tidak serius dalam mata kuliah ini, silakan anda keluar." Hah?

Aku melongo mendengar ucapan Bang Arka. Apa Bang Arka baru saja memanggilku 'anda'? Ah sial, memangnya kamu mengharapkan Bang Arka memanggilmu 'sayang' di depan kelas seperti ini? Jangan konyol, Kay!

"Maaf Pak." Ujarku lirih sambil melirik tajam pada Winda, si biang kerok yang saat ini sudah cengengesan. Karena dia aku jadi kena marah Bang Arka!

"Temui saya di ruangan setelah mata kuliah ini selesai." Ucapan tegas Bang Arka langsung membuat kepalaku mendongak.

Aarrgghhh.. Aku ingin berteriak kencang. Apa seperti ini dia akan mengikatku di jurusan ini? Apa seperti ini mempunyai hubungan tersembunyi antara dosen dan mahasiswi? Dengan statusnya, Bang Arka bisa melakukan apapun padaku. Dan dengan statusku aku tak bisa menolak apapun perintahnya.

"Baik Pak." Jawabku lirih sambil menundukkan kepala.

Ting..

Notifikasi masuk di ponselku. Dengan ragu aku membukanya di dalam tasku dengan satu tangan. Aku takut ketahuan lagi.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang