ARKA POV
Kurang tiga hari lagi resepsi pernikahanku dan Mikha akan dilangsungkan. Dan lucunya aku masih bergelut dengan setumpuk dokumen. Entahlah, sekarang punya dua Ayah malah membuat pekerjaanku makin menumpuk. Tega sekali mereka tidak memberiku dispensasi sama sekali menjelang pernikahan.
"Abang nanti lembur sampai malam ya. Banyak dokumen yang harus Abang kerjakan. Entahlah dokumennya bukannya semakin menyusut eh malah makin bertambah aja." Ku lirik Papa yang terkekeh mendengar gerutuanku pagi ini, saat makan bersama.
"Ada tuyulnya kali Bang." Astaga Mikha! Wanita ini otaknya selalu berpikir yang jarang sekali dijangkau manusia normal.
Aku menatap istriku yang tampak menikmati nasi gorengnya seakan ucapannya itu benar-benar nyata adanya.
"Tuyul ngasi uang Mikha. Ini ngasi dokumen." Jawabku dengan gemas.
"Dokumennya kalau tembus tender bisa jadi uang kan Bang? Sama aja berarti." Dia masih bersikukuh.
Benar-benar menggemaskan. Pola pikirnya selalu out of the box.
"Iya, iya. Benar sekali. Gemesin banget sih istriku ini." Ku kecup sekilas pipinya.
Wajah Mikha langsung merona dan memandangku dengan tatapan terkejutnya. Hahaha aku ingin menertawakan responnya, aku tahu, ia pasti malu karena Papa dan Mama menatap kami sambil mengulum senyum.
"Kenapa?" Aku bertanya dengan menaikkan alisku, aku sekarang tahu jika dia kesal kalau aku bersikap seperti ini.
"Aaaww!!!" Refleks aku langsung berteriak saat ada yang menendang kakiku dengan keras di bawah meja.
Sial, dia benar-benar tak mudah di baca. Nah lihatkan? Wajahnya tampak berbinar melihatku kesakitan.
"Sakit Yang!" Aku protes.
"Makanya jangan suka asal!" Dia tetap tak mau kalah.
"Ehm.." Dehaman dari Papa membuat pandanganku dan Mikha teralihkan.
"Keselek Pa?" Tanya Mikha tanpa basa basi. Dan aku langsung tersenyum.
Aku tahu, Papa sedang memperhatikan kami.
"Pacaran terus, kapan ngasi Papa sama Mama cucu?" Tatapan Papa menghunus tajam di wajahku.
"Uhuuukk.." Giliran Mikha yang kesedak.
Itu namanya kualat Mikha! Aku menggelengkan kepala sambil menepuk ringan punggungnya.
"Makanya jangan asal kalau ngomong sama orang tua." Giliran Mama berceramah.
"Papa benernya punya hadiah pernikahan buat kalian, tapi kalau kalian masih belum mau ngasih Papa Mama cucu, lebih baik dibatalkan aja kadonya." Ucapan Papa menghentikan segala aktivitas yang sedang dilakukan Mikha.
Ah gadis itu, gadis yang bukan lagi gadis, tetap saja antusias saat mendengar kata hadiah.
"Eh enak aja di batalin. Jangan dong. Tapi jangan sekarang juga cucunya, Kay belum siap Pa." Mikha menunduk saat mengucapkannya.
Aku menarik nafas panjang saat melihat responnya. Beginilah jika menikahi gadis yang umurnya terpaut lumayan jauh. Bukan aku menolak rezeki yang hadir, tapi aku juga memikirkan kesiapan mental Mikha menjadi Ibu muda. Disaat teman-temannya masih menimba ilmu, aku tak tega jika memberinya tanggung jawab lebih untuk mengasuh dan mendidik anak dalam waktu dekat. Karena itu aku menyetujui idenya untuk menunda memiliki anak sampai setidaknya dia ada di semester akhir kuliah. Saat itu ku harap pemikirannya bisa lebih dewasa dan siap mendidik buah hati kami, bersamaku.
"Maaf Pa, Ma, Arka juga ingin menundanya, untuk mempersiapkan mental Mikha menjadi seorang ibu." Jawabku yang tak ingin membiarkan istriku diliputi kecemasan seorang diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERITAHU MEREKA!!!
RomanceSepertinya semesta masih ingin bermain-main denganku. Setelah mengoyak hatiku, kini membuat perjalanan hidupku terseok-seok tak tentu arah. Saat aku mulai merasa lelah dengan semua ini, bayangan wajahnya terus menghantui. Bahkan ternyata dirinya p...