Di sinilah kini kami berada. Di halaman rumahku, tepatnya rumah orang tuaku. Pada tengah malam. Aku bergidik membayangkan apa yang akan Mama dan Papa lakukan. Haaahh aku pusing memikirkannya!
Dan lagi ponselku entah ada di mana sekarang. Aku yakin tadi saat di Rumah Sakit aku masih meletakkannya di saku celanaku. Apa mungkin sudah di ambil Bang Arka? Ah rasanya sial sekali aku hari ini.
"Bang, Kay takut." Rengekku. Sumpah, jantungku berdegup sangat kencang. Entah apa yang akan aku hadapi sebentar lagi.
"Ada Abang Kay. Tenang aja. Aku juga akan berusaha mengambil hati orang tuamu. Semoga saja mereka mau mendengarkan dan menerimaku." Sahut Bang Arka.
"Jika mereka tidak menerimamu, apa yang akan kita lakukan?" Aku memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
"Kita harus bersabar sayang. Aku tak akan menempuh jalur ilegal. Aku akan tetap melalui jalur resmi meski itu akan terasa lebih terjal dan menantang." Bang Arka menatapku lekat.
Resmi? Ilegal? Apa maksudnya? Alisku terangkat penuh tanya.
"Aku tidak akan membawamu kawin lari, jika kamu penasaran, Mikha." Bang Arka menyunggingkan senyum simpulnya.
Ah, bisa-bisanya dia menggodaku saat seperti ini.
"Ih Abang nyebelin!" Gerutuku.
"Percayakan pada Abang. Tugasmu hanya satu sayang, jaga hatiku yang sudah ku serahkan padamu sepenuhnya. Jaga pula hatimu, jangan sampai berpaling dariku." Pinta Bang Arka dengan wajah serius.
"Abang percayakan semua padaku. Aku akan menjaga hati untukmu." Jawabku penuh keyakinan.
"Jangan hanya di bibir, sayang. Lakukan dengan benar, tunjukkan dengan perilakumu. Aku gak butuh janji, tapi bukti. Karena sejujurnya aku takut, sainganku itu lelaki muda dan lajang, yang jelas lebih sesuai bersanding denganmu dibanding aku." Suara tegas Bang Arka sedikit menyiratkan keraguan dalam dirinya. Ragu atau kurang percaya diri, bisa jadi salah satu atau bahkan keduanya sedang menyelimuti Bang Arka saat ini.
"Maaf untuk hari ini Bang. Aku akan berusaha melakukan yang terbaik untuk membahagiakanmu Bang dan untuk membuatmu merasa nyaman bersamaku." Bisikku lirih.
Bang Arka tersenyum menatapku. Matanya kembali teguh saat melihatku.
"Aku ingin menciummu disini tapi aku tak mau ambil resiko. Jadi, ayo kita keluar. Aku akan mengantarkanmu masuk." Ujar Bang Arka dengan wajah datarnya.
Aku terkekeh menanggapinya. Tanganku terulur menarik tangan Bang Arka yang sudah siap membuka pintu mobilku.
"Mas Hadi diajak masuk juga Bang." Aku mengingatkan Bang Arka saat melirik sebuah mobil tetap berada di belakang mobilku.
Ya, Pak Hadi mengikuti kami dari belakang menggunakan mobil Bang Arka. Sedang mobilku dikendarai Bang Arka bersamaku.
Tiba-tiba saja pandangan Bang Arka mengeras kembali. Dengan mengerutkan dahinya dia berbicara dari balik giginya yang terkatup.
"Jangan panggil dia 'Mas', ubah panggilanmu segera, sayang. Ini peringatan terakhirku."
"Duh Bang. Rempong banget sih. Santai aja napa? Sekedar panggilan juga, gak masalah kan?" Bantahku yang disambut pelototan mata Bang Arka.
"Kita tunda pembicaraan tentang ini lain kali. Sekarang aku harus mengantarkan kamu masuk sebelum orang tuamu curiga." Ujar Bang Arka sambil berlalu mengitari mobil dan membuka pintu untukku.
"Aku bisa jalan sendiri Bang." Tolakku saat Bang Arka mulai mengangkat tubuhku.
Dan sialnya, ucapanku tak dihiraukan sama sekali olehnya. Bang Arka tetap mengangkatku, menggendongku sampai ke depan pintu masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERITAHU MEREKA!!!
RomanceSepertinya semesta masih ingin bermain-main denganku. Setelah mengoyak hatiku, kini membuat perjalanan hidupku terseok-seok tak tentu arah. Saat aku mulai merasa lelah dengan semua ini, bayangan wajahnya terus menghantui. Bahkan ternyata dirinya p...