"Ayah, berapa orang yang mengikuti Kay?" Aku masih terus merengek sepanjang kami makan bersama pagi ini.
"Ayah berniat baik Mikha. Jangan salah sangka ya." Ibu yang menjawabnya dengan mengusap lembut punggungku.
Ya, aku duduk diantara Ibu dan Bang Arka.
"Tapi Bu, Abang juga melakukan yang sama seperti Ayah. Bisa Ibu bayangkan berapa jumlah mereka jika bersama? Ah ini berlebihan Bu." Rengekku.
Entah bagaimana aku merasa bisa langsung akrab dan berbaur dengan sangat normal dengan seluruh keluarga ini. Rasanya seperti aku sudah lama mengenal mereka. Ah senangnya.
Bahkan keluarga Bang Arka juga sangat terbuka terhadapku dan menerimaku meski mereka tahu, mungkin aku termasuk salah satu alasan karamnya rumah tangga anaknya.
"Yang dari Abangmu tak perlu kamu perhitungkan Mikha. Mereka semua tak becus bekerja." Sindir Ayah dsambil terus melahap makanannya.
Ku dengar Bang Arka menggumamkan sesuatu, tapi entah apa. Aku yakin dia sedang mengumpat kesal.
"Kenapa memangnya Yah?" Dengan bodohnya aku malah memperjelas kekesalan Bang Arka.
"Mereka selalu kecolongan dan kehilangan jejakmu." Dan terdengarlah suara tawa menggelegar dari Ayah.
Wajah Bang Arka terlihat sangat merah. Aku meliriknya dengan waswas. Takut jika amarahnya terlepas begitu saja.
"Cih! Bisakah kita makan saja dengan tenang?" Cibir Bang Arka sambil menghentakkan sendoknya sedikit lebih keras.
Tanpa ku sadari, ekspresi wajah Bang Arka terlihat sangat lucu jika sedang kesal seperti ini. Tawaku pun terlepas begitu saja tanpa ku sadari dan Ayah pun menyahut tawaku dengan tawanya. Kami bertiga menertawakan Bang Arka yang sedang kesal.
Benar saja, Bang Arka langsung menatapku nyalang. Mungkin pikirnya, bukannya membela malah ikut menertawakan dirinya.
"Makanya Bang, gak usah sok ngirim orang buat ngikutin Kay. Orang Abang sama Kay mah pinter Kay kalau nyari jalan keluar." Ujarku saat tawaku sedikit bisa ku redam.
Bang Arka menatapku tajam dengan dahi berkerut.
"Apa kamu kira aku akan membiarkanmu berkeliaran dengan bocah sialan itu, heh?" Sindir Bang Arka.
"Arka, jaga ucapanmu nak. Dia adik sahabatmu." Ibu mengingatkan.
"Jadi Ibu juga sudah tau siapa dia? Astaga! Hanya aku saja yang begitu bodoh hingga baru beberapa saat yang lalu mengetahui kebenarannya." Bang Arka mengerang frustasi.
Aku bergeming, masih memikirkan arah pembicaraan mereka.
"Ibu selalu tahu, kan Ayah tidak pernah menutupi apapun." Entah apa maksud ucapan Ayah itu. Yang jelas, mata Bang Arka langsung menatap tajam pada Ayah.
Astaga, ada rahasia apa lagi ini?
"Arka bukannya tidak tahu, hanya saja Arka jika sudah fokus pada satu hal, dia akan melupakan hal lain disekelilingnya." Ibu terdengar membela Abang.
"Itu namanya tak acuh alias tak mau tahu alias tak mau peduli." Ayah kembali mencibir Abang.
"Tapi Abang selalu peduli pada Kay kok Yah." Refleks aku ingin membela Bang Arka.
Semua mata menatapku. Bang Arka mengusap lembut puncak kepalaku sambil tersenyum.
"Karena kamu fokusnya saat ini Mikha." Ibu tersenyum padaku, sangat hangat menyentuh hatiku.
Mendadak aku meneteskan air mata yang langsung membuat kelimpungan ketiga sosok disekitarku.
"Hei, ada apa sayang?" Suara Ibu yang pertama terdengar.
![](https://img.wattpad.com/cover/266363964-288-k597817.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BERITAHU MEREKA!!!
RomantizmSepertinya semesta masih ingin bermain-main denganku. Setelah mengoyak hatiku, kini membuat perjalanan hidupku terseok-seok tak tentu arah. Saat aku mulai merasa lelah dengan semua ini, bayangan wajahnya terus menghantui. Bahkan ternyata dirinya p...