TUJUH BELAS

69 7 0
                                    

Entah kenapa hatiku terasa hangat saat ku lihat namanya muncul di layar ponselku. Senyumku pun muncul tanpa bisa ku kendalikan. Apa aku sungguh menunggu kabar darinya selama ini? Ah rasanya sudah sangat lama aku tak mendengar kabarnya. Seketika hatiku berdegup kencang. Sial ada apa denganku?

Aku bersiap untuk mengangkat panggilannya saat ku lihat ada langkah kaki yang mendekatiku. Ku longokkan kepalaku, tampak Danen sudah berdiri di hadapanku. Wajahnya penuh tanya,dahinya berkerut saat melihat senyum kecilku lolos dari bibirku. Ah aku lupa, dia kan raja pencemburu, yang selalu rutin mengecek isi ponselku. Tapi itu dulu, jangan harap sekarang kamu bisa melakukannya Danen!

Dengan senyum penuh percaya diri, aku pencet tombol hijau di layar ponselku, mengangkat panggilan tepat di hadapan lelaki yang bahkan masih bertahta dengan manis di hatiku, meski telah menyakitiku.

“Hai Bang, apa kabar? Lama gak dengar kabar Bang Arka.” Ku jawab panggilan telepon dari Bang Arka dengan masih menatap lekat mata Danen. Ku coba mengujinya, sejauh apa dia akan bertindak.

Aha benar dugaanku, wajahnya berubah masam, matanya memancarkan amarah yang tak bisa ia kendalikan. Aku sungguh ingin tertawa melihatnya. Baiklah, ayo Kay, teruskan berbicara sok manis dengan Bang Arka. Aku sampai merasa jijik mendengar nada suaraku saat menjawab panggilan telepon Bang Arka tadi. Bagaimana bisa aku mengeluarkan suara lemah lembut yang terkesan menggoda itu. Cih aku geli sendiri! Aku yakin Bang arka di seberang sana juga menahan tawanya mendengar suaraku ini.

“Di mana Mikha?” Suara Bang Arka memecah lamunanku.

“Di sekolah Bang, emang mau di mana lagi?” Jawabku.

“Siapa Kay?” Suara Danen menginterupsi percakapanku dengan Bang Arka, jelas terdengar nada keberatan disana. Tangannya sigap mencengkeram pergelangan tanganku, siap untuk melihat nama kontak yang terdapat di layar ponsel.

“Apaan sih kamu? Kamu gak berhak mencampuri urusanku lagi, Danen. Kita uda gak punya hubungan apa-apa lagi!” Aku bersuara sambil berusaha menarik tanganku untuk mempertahankan ponselku.

Rasa percaya diri yang tadi ku bangun, kini sirna saat mengucapkan kata-kata yang masih terdengar menyakitkan itu. Suaraku bergetar. Jelas tak selaras dengan wajah yang coba ku tampilkan. Ah bagaimana bisa, hati dan otakku tidak sinkon lagi. Pengkhianat!

“Kamu pulang jam berapa Mikha? Bisakah keluar sekarang?” Bang Arka kembali bersuara. Lelaki itu jelas mendengar pertengkaran sengitku dengan Danen. Ia juga pasti menyadari suaraku yang bergetar.

“Abang di mana? Kemarilah.” Entah apa yang ku pikirkan saat ini. Aku sungguh ingin menghindar dari Danen saat ini juga. Aku butuh orang yang bisa membawaku menjauh dari sini segera. Masa bodoh jika itu adalah suami orang, yang penting saat ini aku bisa meloloskan diri.

“Siapa dia kay? Kamu mau ke mana dengannya? Kamu gak boleh pergi, ikut aku sekarang!” Danen menarik tanganku saat menyadari aku akan melarikan diri. Ia menyeretku untuk mengikutinya.

“Lepas Danen, lepasin aku. Kamu gak berhak kayak gini ke aku. Aku gak mau ikut kamu.” Aku berontak, mencoba melepas cengkeraman tangannya. Tapi sia-sia, tenaganya lebih kuat dariku. Dengan terburu-buru aku mengikuti langkahnya, sambil terus meronta.

“Mikha, tunggu Abang.” Ku dengar suara Bang Arka di ujung telepon semakin berat. Aku yakin ia mulai marah. Aku membayangkan wajah penuh amarahnya, duh aku bergidik.

“Cepat Bang.” Entah apa yang sudah merasukiku, aku meminta orang itu untuk membantuku.

“Lepasin aku Danen, ku mohon. Kamu mau bawa aku ke mana? Temui aja Cindy, lanjutkan hubungan kalian, aku uda mengikhlaskan semuanya.” Dengan ponsel masih menempel di telingaku, aku mencoba untuk membujuk danen agar membiarkan aku pergi. Tak terasa air mataku menetes. Cih cengeng sekali aku! Aku merutuki diriku sendiri.

Danen menarikku hingga mencapai persimpangan antara tempat parkir dan gerbang sekolah. Kakinya melangkah ke kiri, aku yakin dia akan mengambil mobilnya dan entah akan membawaku ke mana. Sejenak aku berpikir untuk menggigit saja tangan Danen dan jika tangannya berhasil terlepas aku akan secepat kilat lari keluar dari gerbang itu. Baiklah, tidak ada salahnya mencoba.

Aku menarik tanganku, namun tangan Danen tetap erat mencengkeram pergelangan tanganku. Oke, sekarang saatnya. Ku angkat tanganku, dan kraaakk.. Sukses ku gigit tangan Danen yang memegang tanganku.

“Aaaw.. Shit! Kay!” Danen membentak dan mengumpat padaku sambil menatapku tak percaya. Dahinya berkerut, aku yakin dia tak menyangka aku akan menggigitnya. Aku pun tak percaya aku melakukannya. Terdesak membuatku berani melakukan apapun, hah!

Kami saling berpandangan. Melempar tatapan tajam. Saling tidak percaya bahwa kami sanggup melakukan hal gila, yang selama tiga tahun kebersamaan kami tak pernah terungkap. Dia mengumpatku dan aku menggigitnya dengan sekuat tenaga. Apa itu semua bukti bahwa cinta kami sudah mulai sirna? Atau mungkin itu hanya ungkapan kekecewaan kami yang terpendam selama ini?

“Jangan pernah membentaknya atau bahkan mengumpatnya!” Suara bariton dari ponselku terdengar membahana. Terasa sangat nyata juga dari sisi belakangku. Seketika pandangan Danen beralih ke sumber suara dan aku mengikuti arah pandangan Danen.

Mataku menangkap sosok lelaki yang suaranya bagai sebuah sembilu. Mata yang tajam siap menerkam. Oh syukurlah, kamu datang tepat waktu Bang. Aku merasa terselamatkan.

“Abang..” Ucapku lirih, sambil meneteskan air mata.

Bang Arka yang tampak gagah, memakai kemeja biru muda yang lengannya di lipat hingga ke siku, dasi yang terpasang tidak sempurna dan bawahan denim warna biru tua yang semakin menambah karismanya, berjalan dengan cepat menghampiriku.

“Lepaskan tanganmu! Jangan pernah menyentuhnya.” Ucap Bang Arka dingin. Matanya masih menatap tajam ke arah Danen. Memerah menahan amarah.

“Kay, siapa dia?” Tanya Danen dengan suara datar yang menuntut.

Ku lirik Danen sekilas. Meski bertanya padaku, namun matanya memandang ke arah Bang Arka. Tatapannya juga tajam, seolah dia sudah bertemu musuhnya. Ah wajah para lelaki di sekitarku kini diliputi amarah.

“Kamu gak perlu tau siapa aku.” Bang Arka mewakiliku menjawab.

“Dan kamu gak ada hubungannya dengan kami.” Danen memberi pernyataannya, tak mau kalah.

Ku dengar Bang Arka tertawa sesaat setelah Danen menyelesaikan ucapannya. Aku terkesiap. Apa ada yang lucu dari kata-kata Danen? Saat aku diselimuti ketegangan karena mereka berdua, dengan mudahnya tawa Bang Arka meluncur dari bibirnya.

“Tentu aku ada hubungannya dengan ini, terutama dengan Mikha. Benarkan?” kata Bang Arka sambil mengerling ke arahku.

Apa itu tadi? Kenapa dengan mata Bang Arka? Otakku dipenuhi dengan pertanyaan. Bang Arka masih sama dengan saat pertama kali aku bertemu. Tingkah lakunya sulit dimengerti. Tiba-tiba tertawa, sesaat kemudian tertunduk sedih. Aku masih yakin dia punya kepribadian ganda.

“Apa maksudnya Kay? Dan dia memanggilmu apa? Mikha? Siapa dia Kay?!” Suara Danen kembali meninggi.

Aku terdiam, tak mampu bersuara. Entahlah mungkin ketakutan dan rasa gugupku mengirimkan sinyal ke otakku untuk menutup mulutku rapat.

“Aku bilang jangan membentaknya! Lepaskan dia!” Bentak Bang Arka pada Danen. Dan seketika aku merasa tubuhku limbung.

Aku mengerjap. Memandang sekelilingku. Aku tersadar, saat ini aku sudah berpindah posisi. Aku sudah ada dalam genggaman Bang Arka. Oh mungkin tadi Bang Arka menarikku paksa. Hanya itu alasan yang bisa ku cerna.

“Kamu siapa, huh? Kay, dia siapa?” Danen kembali membombardir dengan pertanyaan pada kami.

Aku kembali terdiam. Tidak mampu menjelaskan seperti apa hubungan kami. Aku pun bingung. Apa aku harus mengatakan bahwa lelaki ini adalah penyelamatku?

“Aku? Aku mungkin adalah calon suami Mikha di masa depan.” Belum sempat aku menjawab, Bang Arka sekali lagi mewakili aku menjawab pertanyaan Danen dengan senyum semringah.

Sebuah jawaban yang sukses membuat aku dan Danen ternganga. Dan berteriak dengan kompak.

“APA???”

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang