SERATUS DUA PULUH SEMBILAN

39 4 0
                                    

"Jadi gimana ceritanya kok tau-tau kecantol kak Ken?" Tanyaku dengan suara berbisik setibanya aku dan Winda di kelas.

Masih ada 15 menit sebelum kuliah dimulai, lumayanlah bisa untuk mengorek informasi dari Winda.

"Sumpah, aku juga gak tau Kay. Pokoknya tau-tau jadi aja gitu." Winda tak kalah lirih menjelaskan. Wajahnya tampak sumringah, aku turut senang melihatnya.

"Wah udah jadian dong! Traktir aku Winda!"

"Idih, kamu yang nikah aja belum traktiran, harusnya kan hfffmmmff.." Aku langsung membekap mulut los Winda sebelum dia mencerocos kemana-mana.

"Ih Winda, jangan ngomongin itu dulu." Aku melotot sambil menoleh ke kiri dan kanan.

Winda menunjuk mulutnya, berharap bekapanku di lepas.

"Sampai kapan mau nyembunyiin semua ini Kay? Kamu udah resmi lho. Tuh cincinnya aja mencolok gitu." Winda menunjuk cincin di jari manisku dengan dagunya.

"Ntar setelah ketok palu Win, gak sekarang."

"Halah, kurang bentar, sama aja Kay."

"Gak sama dong. Sekarang aku masih berstatus simpanan, eh bukan ding pelakor." Aku terkekeh dengan guyonanku sendiri.

Ya, aku sudah bisa menerima semua ini. Bahkan menjadikannya lelucon. Toh nyatanya sekarang aku sudah dipersunting Bang Arka secara resmi dan orang tua kami menyetujuinya. Masa bodoh dengan pendapat orang lain.

"Gila kamu ya! Bang Arka denger omonganmu itu, habis kamu." Winda mencibirku.

"Santai dong Nyonya Kendrick! Aku sih biasa aja sekarang. Biarlah mereka mengatakan aku apapun yang mereka suka, yang penting keluargaku, keluarganya dan tentu saja, Nyonya Kendrick yang cantik ini tahu cerita sebenarnya." Aku sengaja mengerling dengan sensual pada Winda.

Puuukk..

Winda memukul lenganku dengan keras.

"Sakit Winda!"

"Jijik lihatnya Kay. Kalau mau genit gitu di depan suami sono!"

Aku terkekeh melihat respon Winda. Lucu sekali gadis ini.

"Jadi, gimana kalian?" Aku masih mencoba mengorek informasi.

"Yang jelas, seru! Berhubungan dengan pria matang itu kayak naik rollercoaster ya Kay. Kangennya beda, perhatiannya beda, larangannya banyak!" Winda cemberut saat mengucapkan kalimat terakhirnya.

Aku terbahak-bahak mendengarnya. Rasakan itu! Seperti itulah yang aku alami selama berhubungan dengan Bang Arka.

"Itulah harga yang harus kita bayar Win, dan lagi, jangan harap kamu bisa leluasa kesana kemari, mereka itu selalu mengawasi entah bagaimana caranya." Aku memberi petuah, serasa aku seniornya saja.

"Eh sumpah Kay, bener banget! Gila ya. Aku telat angkat telepon aja, nanyanya udah kayak aku habis menghindar berhari-hari."

"Sadar gak Win, kak Ken kayak gitu tuh sebenarnya bukan ga percaya sama kamu, tapi dia gak percaya sama dirinya sendiri. Kak Ken takut kehilangan kamu. Karena kamu tuh manusia langka. Kak Ken gak pernah ketemu sama manusia ajaib macem kamu. Jadi Winda sayang, welcome to my world." Aku terbahak-bahak saat mengatakannya.

"Bang Arka kayak gitu?" Tanya Winda.

"Banget!!! Dan kamu pernah tau sendiri kan?" Aku masih terus tertawa.

Kami meneruskan percakapan kami hingga tanpa sadar ada yang memberi sapaan dari arah depan ruang kuliahku.

"Selamat siang semuanya. Sudah pada makan siang belum?"

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang