SERATUS LIMA PULUH TIGA

157 7 1
                                    

ARKA POV

Tak pernah ku rasakan kebahagiaan yang seperti ini. Melihat binar bahagia dan tawa merdunya, membuat hatiku dipenuhi luapan rasa haru yang tak mudah ku bendung.

Bahkan saat tadi mulut manis istriku memanggil seorang penjaga rumah ini dengan sebutan 'Mas Hadi', hatiku yang bergejolak karena amarah kalah dengan sisi hatiku yang tengah diliputi kebahagiaan.

Pilihanku ternyata tidak salah untuk menetapkan dimana kami akan tinggal setelah menikah. Ide untuk merenovasi rumah ini juga ku rasa sangat tepat. Rumah ini nyatanya memberikan banyak kenangan untuk Mikha. Sampai sekarang aku tak tahu kenangan apa yang paling membekas untuk istriku itu. Apa mungkin kenangan saat pertama kali dia ku bawa kemari dalam keadaan pingsan?

Ah mengingat hal itu aku malah menjadi geram sendiri.

Tapi bagiku, rumah ini hanya meninggalkan kenangan buruk. Bukan kenangan burukku dengan mantan istriku tapi justru kenangan buruk pada Mikha dari sudut pandangku.

Di rumah ini pertama kalinya aku tahu sendiri bagaimana perangai Adinda, mantan istriku, jika di belakangku. Di rumah ini pula aku melihatnya menampar Mikha. Sungguh sampai sekarang aku masih sangat kesal jika mengingat tangan Adinda pernah menyentuh kulit istri kesayanganku ini.

Dan yang paling menyakitkan dari semua hal itu adalah, dari rumah inilah aku melihat keterpurukan dan kerapuhan Mikha saat dia melihatku dari kejauhan.

Yah, dulu saat kondisi memaksa kami untuk berpisah, aku selalu melihat Mikha diam-diam mengamatiku dari seberang jalan, di bawah pohon yang rindang dia memarkir mobil hitamnya.

Bodohnya, saat itu seluruh tubuhku pun seolah terkunci rapat hingga aku tak mampu menolongnya. Aku benci jika mengingat ketidakberdayaan ku saat itu.

Karena itu, aku benar-benar merubah rumah ini hingga ke seluruh sudut yang ku anggap menyimpan kenangan buruk tentang kesakitan Mikha. Aku tak ingin otak Mikha menyimpan keburukan itu. Aku hanya ingin otaknya dipenuhi kenangan-kenangan indahnya bersamaku.

"Kay siap Bang. Kay siap menulis segala cerita indah kita bersama disini, di rumah kita, bersama Abang." Ucapan Mikha kali ini benar-benar menerbangkan aku hingga ke titik tertinggi ku.

Inilah hasilnya, hasil dari usaha kerasku. Terima kasih sayang, untuk semua kesempatan ini. Terima kasih Tuhan, telah mengirimkan wanita mulia ini untukku.

"Terima kasih Mikha. Mulai sekarang, bersiaplah untuk melalui kehidupan ini bersama Abang. Susah senang akan kita lewati bersama. Abang akan berusaha untuk membuatmu selalu tersenyum. Abang cinta kamu, Mikha!" Ujarku sambil merengkuh gadis manis di depanku.

Ku bawa tubuhnya mendekat ke arah jendela kamar kami yang ku buat lebar, hingga sinar matahari nantinya banyak masuk dalam ruangan ini.

"Wah itu tamannya keren banget Bang!" Mikha bersorak kegirangan saat melihat taman mungil di belakang rumah kami.

"Kita bisa ngajakin mereka semua ke sini tiap malem minggu Bang, terus kita baberque party barengan deh." Rasa senang yang di miliki istriku ini benar-benar terpancar tak hanya dari wajahnya, tapi juga dari ucapannya yang dengan semangat mencetuskan ide-idenya.

Lihatlah, bahkan dia sudah menyusun rencana untuk dirinya dan teman-temannya.

"Jangan tiap malem minggu dong sayang." Aku mencoba mengeluh.

"Emang kenapa Bang?" Inilah kelebihan istriku, tak pernah langsung setuju dengan usulku.

"Kita butuh waktu berdua juga dong. Emang gak pingin kalau malem minggu jalan kemana gitu. Nonton misalnya?" Pancingku.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang