SERATUS EMPAT PULUH SEMBILAN

32 1 0
                                    

"Kay, beneran tadi Kak Ken sama cewek lain?"

Mataku berputar menatap Aldrich saat lelaki itu memecah keheningan diantara kami. Ya, kami hanya berdua, duduk bersebelahan di pinggir lahan, dibawah pohon yang rindang. Winda sedang berjalan ditengan lahan perkebunan seorang diri. Aku tahu, saat ini diamnya gadis itu adalah luka, kesendiriannya adalah penenang untuknya.

"Hmm." Entah kenapa mulutku enggan menjawab dengan benar.

"Kamu marah sama kak Ken, Kay?" Aldrich bertanya dengan wajah yang menurutku lucu.

Alisku menukik tajam, mencoba memahami kemana arah pembicaraannya.

"Apa hakku untuk marah pada Kak Ken?" Aku balik bertanya.

"Tapi wajahmu menunjukkan itu." Aldrich tersenyum saat mengucapkannya.

Mataku beralih menatap birunya langit. Ah indahnya. Udara yang segar ditambah pemandangan yang indah. Paket lengkap!

Tapi hatiku memang sedang meradang, entah untuk alasan apa. Apakah aku benar-benar kesal dan kecewa pada Kendrick? Atau mungkin aku sedang merefleksikan gambaran Kendrick pada Bang Arka? Mengingat mereka berdua memiliki sifat yang hampir sama.

Keraguan selalu menyelimuti hatiku. Namun sejak tadi aku menepisnya. Bang Arka sudah berubah, tak mungkin lagi kembali ke masa kelam hidupnya. Toh dia sudah membuktikan semuanya padaku. Lalu kenapa aku harus ragu?

Ah atau mungkin sesungguhnya aku yang masih memiliki trauma dengan pemandangan yang baru saja tersaji di depan mataku? Pemandangan menakutkan saat melihat orang tercinta bersama wanita lain. Meski yang ku lihat tadi bukanlah pasanganku.

"Kay." Aldrich menyentuh bahuku dan membawaku kembali ke kenyataan.

Aku menatap Aldrich tanpa tahu harus mengatakan apa.

"Kamu melamun. Ada apa?" Aldrich sungguh bisa membaca pikiranku.

"Apa mungkin Kak Ken kembali ke jaman--" Aku menggantung kalimatku saat merasa akan membuka aib kakak kandung Aldrich.

"Jaman kegelapan?" Aldrich meneruskan ucapanku yang terdengar serupa pertanyaan di telingaku.

"Maaf Kak."

"Santai aja. Aku pun tahu semua itu. Bahkan orang tua kami tahu dan sampai tak tahu harus melakukan apa lagi untuk membuatnya kembali ke jalan yang benar." Aldrich menghembuskan nafasnya dengan berat. Terlihat banyak beban yang sedang ia tanggung.

"Ada apa kak?" Aku mencoba menguliknya.

"Awalnya, aku berharap kehadiran Winda bisa mengubah hidupnya dan membuat dunianya kembali berputar pada poros yang benar. Jujur aja, aku melihat perubahan besar Kak Ken akhir-akhir ini dan aku yakin itu karena kedatangan Winda," Aldrich menghela nafas sebelum melanjutkan ucapannya, "tapi melihat reaksi Winda saat ini dan melihat perubahanmu, aku merasa Kak Ken belum sepenuhnya berubah. Padahal, kami mulai sedikit dekat karena kehadiran Winda. Kami memang tidak terlalu dekat selama ini, hanya sesekali bertukar kabar, namun aku tahu, banyak mata yang dipasang Kak Ken untuk mengawasiku."

Mataku terus menatap Aldrich yang terlihat sangat frustasi. Ini pertama kalinya aku melihat wajah hangat itu tampak rapuh.

Dan apa tadi Aldrich bilang? Banyak mata mengawasinya? Astaga, dunia apa yang sebenarnya ku tinggali ini? Kenapa Kendrick dan Bang Arka sangat ketat dalam mengawasi kami?

"Orang tuaku akan menjodohkan kak Ken jika tahun ini dia tak juga berubah dan tak juga membawa wanitanya." Lirih Aldrich menjelaskan kondisi keluarganya.

Deg.

Debaran jantungku mendadak berpacu dengan kencang saat Aldrich menyelesaikan ucapannya.

Ada apa ini? Apa rencana Kendrick itu berkaitan dengan rencana orang tuanya? Jika benar begitu, berarti Winda... Ah tidak, aku tak bisa membiarkan sahabatku terluka.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang