SEMBILAN PULUH TUJUH

35 4 0
                                    

ARKA POV

Setelah sekitar 3 jam perjalanan, kini mobil yang ku naiki memasuki halaman parkir sebuah rumah sakit swasta terbesar di kota X ini. Roy, pewaris sekaligus pemilik rumah sakit ini sudah meneleponku sedari tadi untuk menanyakan keberadaanku. Ia sudah tahu kondisiku, aku sudah menceritakan semuanya. Dia juga yang menyarankan aku untuk menemui psikiater di rumah sakit ini saat aku terpuruk beberapa bulan lalu. Roy merupakan salah satu orang yang telah berjasa dalam menarikku kembali pada kehidupan nyata.

"Iya bro, ini sudah di tempat parkir. Apa kamu sangat merindukan aku? Dari tadi meneleponku tanpa henti." Aku menggoda Roy yang lagi-lagi meneleponku.

Ia mengumpatku di seberang sana.

"Oiya bro, aku minta tolong sekali lagi. Carikan aku pasien bernama Farel, VIP flamboyan 5." Ujarku menyambar, sebelum Roy mematikan panggilan ini.

Suaranya terdengar sangat penasaran. Aku tersenyum menanggapi ocehannya.

"Jangan berisik! Carikan saja. Dan aku sudah memasuki rumah sakitmu. Di mana kamu?"

"..."

"Baik, aku menuju ke ruanganmu."

Aku berpamitan pada sopir Ayah dan mengedarkan pandanganku pada sekelilingku. Sial, perkataan Ayah tadi membuatku sedikit paranoid.

Sejak dulu aku memang tidak menyukai pengawalan. Dan sekarang aku baru tahu, sejak dulu aku selalu diikuti. Entah aku yang bodoh atau Ayah yang bermain sangat halus, hingga aku baru mengetahuinya beberapa jam lalu. Shit!

Aku berjalan perlahan sambil mencoba menghubungi gadisku. Seharusnya sejak tadi dia sudah selesai kuliahnya. Tapi kenapa tidak ada kabar darinya ya? Sedang apa dia? Bahkan sekarang ponselnya tak bisa dihubungi.

"Halo, Ren?" Rendi meneleponku sesaat sebelum aku memasuki lift. Ku putar tubuhku menjauhi lift.

"Bagaimana bisa?" Suaraku sudah meninggi saat mendengar penjelasan yang diberikan Rendi.

"Aku tidak mau tahu. Cari sampai dapat. Dan orang yang ku suruh mengawasi Mikha, ganti mereka segera! Apa saja yang dilakukan mereka hingga Mikha bisa lepas dari pengawasannya. Pecat mereka segera Ren!"

Suaraku tak lagi terdengar seperti suara manusia normal. Kini aku bahkan berteriak di rumah sakit dengan banyak mata yang menatapku. Memangnya aku peduli! Biarkan saja apa kata mereka yang sedang menatap aneh padaku. Hatiku sedang dirundung kemarahan.

Bagaimana bisa aku tidak marah? Mikha menghilang! Ah sial, apa saja yang dilakukan orang-orang suruhan Rendi itu? Menjaga gadis kecilku saja tidak becus.

Otakku seakan buntu saat mendengar berita dari Rendi. Sialan, aku bahkan tidak bisa berpikir jernih. Ingin rasanya aku segera kembali. Tapi tunggu dulu, kenapa aku tidak meminta tolong pada ahlinya saja?

Ku tekan nomor yang sudah ku hafal diluar kepala. Pada dering ketiga suara sapaan itu terdengar.

"Apa kamu sudah merindukan Ayah lagi? Baru beberapa jam meninggalkan Ayah, sudah menghubungi lagi." Ayahku terkekeh dibalik ponsel.

"Yah, bisakah menolongku lagi?" Pintaku dengan suara bergetar. Aku mencoba menguasai amarah yang membakar hatiku.

"Ada masalah apa?"

"Bisakah Ayah memberitahuku dimana Mikha berada? Aku yakin Ayah pasti juga mengawasinya."

Tawa Ayah terdengar menggelegar dari ponselku. Pak tua itu benar-benar memukulku dengan telak, ia menyindirku dengan tawanya.

"Dimana orang-orangmu? Apa mereka tidak bisa bekerja dengan baik? Apa kamu butuh pengawal dari Ayah?" Cibir Ayah.

"Ayolah Ayah, jangan mengejekku saat ini. Otakku sedang tak bisa diajak berkompromi. Tolong bantu aku, katakan saja di mana Mikha Ayah, ku mohon." Aku sudah membuang egoku demi mengetahui dimana gadisku.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang