"Katakan dengan jujur Kay, adakah Abang di hatimu?" Ucapan Bang Arka membuatku kembali memikirkan banyak hal.
"Aku tahu kamu takut. Katakan padaku semua ketakutanmu. Abang janji, kita akan melalui semua ini bersama. Abang hanya minta, tolong jangan pergi dan jangan menjauhi Abang." Bisik Bang Arka lirih.
Aku menutup mataku, mencoba bersandar pada bahu sofa. Namun belum sempat aku bersandar dengan sempurna, sepasang tangan kokoh itu merengkuhku. Membawa tubuhku dalam pelukannya. Aku membenamkan wajahku pada dada bidang Bang Arka.
Dengan tak tahu malu, tanganku melingkar melewati punggung Bang Arka. Benar kata Bang Arka, ini adalah suatu kenyamanan. Dan kenyamanan ini sekarang menuntut lebih. Ia menuntut kepemilikan. Yang ku takutkan, setelah ini ia menuntut status.
"Aku takut semua akan mencercaku dengan sesuatu yang buruk, Bang. Aku belum sanggup melihat kekecewaan di mata Mama Papa. Aku hanya menjaga perasaan mereka Bang. Aku belum bisa membahagiakan mereka, namun setidaknya aku tak ingin membuat malu mereka." Aku mencicit dengan air mataku yang sudah meloloskan diri. Namun aku masih sanggup menguasai diriku.
"Jatuh cinta padamu, terasa sangat menyakitkan Bang. Semua kenyamanan yang kamu berikan, membawaku pada sebuah rasa sakit yang tak bisa ku hindari. Cinta dan sakit yang ku rasakan ini hanya dipisahkan sebuah sekat tipis yang tak terlihat batasnya. Aku harus gimana Bang?" Keluar sudah semua rasa yang ku pendam.
Kini aku sudah bisa dan sudah berani memberi nama pada perasaan aneh yang ku rasakan untuk Bang Arka beberapa saat ini. Sebuah rasa yang membolak balikkan hatiku. Sebuah rasa yang memilin dan memberiku sakit yang tak terelakkan. Sebuah rasa bernama cinta.
Pelukan Bang Arka terasa semakin erat. Tubuhku sudah menempel penuh pada tubuh Bang Arka. Kehangatan ini tersalur keseluruh rongga tubuhku. Kehangatan lelaki yang ku damba, lelaki yang ku cinta dan lelaki yang masih beristri. Seketika hatiku terasa sakit saat membayangkan semua itu. Aku tak ubahnya seperti pencuri yang sedang bermain dengan barang orang lain dan ternyata ingin memilikinya.
Aku tahu ini salah, tapi aku menginginkannya. Aku merindukan setiap kenyamanan yang disajikan Bang Arka. Aku mendambakan kehangatan pelukannya. Aku menginginkan rengkuhan lengan kokohnya. Aku ingin perlindungan darinya. Perlindungan yang dapat membentengi hatiku.
"Pengakuanmu sudah cukup untukku Mikha. Semua kata-katamu memberiku kekuatan untuk bangkit dan berdiri. Jangan khawatirkan lainnya. Percayakan segalanya padaku. Aku akan menyelesaikan urusanku dan akan mendatangimu dengan cara yang baik." Bang Arka sedikit memberiku angin segar. Ucapannya sangat menenangkan.
"Bang, selama kamu menyelesaikan urusanmu, bisakah aku menjalani hari-hari normalku?" Tanyaku pelan dan berhati-hati. Sesaat aku bingung, normal yang seperti apa yang ku inginkan? Bahkan sekarang saja terasa sangat tidak normal.
Mendengar suaraku, Bang Arka seketika menjauhkan tubuhku dari pelukannya. Matanya memicing dan menatap ku tajam.
"Apa definisi normal menurutmu? Jika normal dalam artian kamu bebas bergaul dengan lelaki manapun, maka lupakan saja! Aku tidak akan memberimu sesuatu yang tidak masuk akal seperti itu Mikha." Jawab Bang Arka tegas. Aura mencekam memenuhi wajahnya yang tampak menghitam.
Oh aku sungguh ingin sekali meledekmu, Bang. Aku baru menyadari keposesifanmu yang berlebih ini, tapi entah kenapa terasa sangat manis di hatiku. Meski aku sedikit terusik. Namun bibirku ingin ku tarik kebelakang agar bisa menerbitkan senyum.
"Hmm bukan begitu Bang. Sejujurnya, aku gak ingin semua orang tahu tentang kita. Aku sungguh gak sanggup Bang harus mendengar caci maki mereka. Aku gak akan pernah siap untuk semua itu. Jadi, bisakah aku menjalani hari-hari normalku sebagai seorang mahasiswi? Aku ingin merasakan bagaimana menjadi mahasiswi yang normal tanpa embel-embel aku ini...simpananmu?" Entah kenapa, akhir kalimatku malah menyerupai sebuah pertanyaan yang sangat menginginkan penegasan sebagai jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERITAHU MEREKA!!!
RomantikSepertinya semesta masih ingin bermain-main denganku. Setelah mengoyak hatiku, kini membuat perjalanan hidupku terseok-seok tak tentu arah. Saat aku mulai merasa lelah dengan semua ini, bayangan wajahnya terus menghantui. Bahkan ternyata dirinya p...