ENAM PULUH SATU

43 5 0
                                    

"Tolong... Tolong!!"

"Kami disini, tolong kami!!"

Aku terus meminta bantuan. Aku berteriak sekuat tenaga. Berharap ada yang mendengarku.

"Kak Al, bangun Kak. Maafin Kay ya Kak. Gara-gara Kay kakak jadi kayak gini." Isakanku mulai terdengar saat melihat Aldrich yang belum juga membuka matanya.

"Tolong kami!!" Aku terus berteriak diiringi isakan tangisku.

"Kay." Ku dengar suara lirih menyapa gendang telingaku, diikuti dengan tepukan lemah di pahaku. Aku menoleh ke samping.

"Kak Al! Syukurlah kamu sudah bangun Kak." Teriakku penuh dengan rasa syukur. Ku lihat wajah Aldrich yang sudah  membuka matanya, namun bibirnya masih pucat.

"Mana yang sakit Kak?" Tanyaku segera.

"Gak ada yang sakit." Jawab Aldrich. Aku memukul lengannya dan dia meringis.

"Jangan bohong dalam kondisi seperti ini Kak!" Bentakku. Aku kesal dengannya yang sok kuat, padahal darahnya mengalir di pelipis mata dan dahinya.

Aldrich tersenyum dan berkata, "bawa ponselmu?"

"Bawa Kak. Untuk apa?" Tanyaku bingung.

"Hubungi orang lab sini. Daripada kamu teriak, gak akan ada orang yang mendengar sampai nanti jam tujuh malam saat mereka patroli di lahan." Aldrich menjelaskan.

Oh bodohnya aku! Kenapa aku tidak memikirkan hal sederhana seperti ini ya? Aku kan jadi tidak perlu berteriak seperti tadi. Menghabiskan energi saja.

"Berapa nomernya kak?" Tanyaku.

"8036754"

Aku segera menekan nomor yang disebut Aldrich. Terdengar deringan dari ujung telepon. Aku menantinya dan menyalakan loudspeakernya.

"Selamat malam, dengan laboratorium penelitian tanaman teh. Ada yang bisa saya bantu?" Suara diujung ponselku sudah menyapa.

"Tolong Pak, tolong. Kami jatuh." Ucapku terburu-buru.

"Hah?" Jelas itu tanggapan kebingungan dari lawan bicaraku.

"Kay, tenanglah, diamlah dulu. Aku yang bicara, dekatkan padaku." Sergah Aldrich saat melihat ku berbicara asal.

"Halo, ini mas Joni?" Aldrich yang berbicara dengan suara lemahnya.

"Iya, ini siapa?"

"Mas, ini Al. Hmm maaf merepotkan. Aku minta tolong mas, aku terperosok di lahan 7.5 sebelah utara. Kami terluka mas." Ujar Aldrich dengan tenang dan meringis menahan sakit.

"Astaga! Sejak kapan?" Suara diseberang sana sudah mulai panik.

"Lumayan mas. Aku sudah tersadar dari pingsanku." Jawab Aldrich sambil terkekeh. Masih sempat-sempatnya dia terbahak. Aku menggelengkan kepalaku.

"Tunggu disana, kami akan menolongmu."

"Makasi ya mas. Oiya mas, aku berdua dengan temanku. Dia juga terluka." Imbuh Aldrich.

"Berdua? Kamu kan tadi sendiri Al?" Suara kebingungan tampak nyata di ujung sana.

"Tadi..."

"Udah Al, kamu diam disitu dulu. Aku segera kesana dengan bala bantuan." Potong seseorang yang Aldrich panggil mas Joni.

Aku memasukkan kembali ponselku setelah selesai berbincang. Kami terdiam sambil menunggu bantuan.

"Kak, kenapa orang tadi kaget saat mengetahui kamu berdua?" Jujur saja tanggapan mas Joni tadi sedikit menggelitikku.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang