ENAM PULUH LIMA

32 6 0
                                    

Pagi ini aku benar-benar hanya berada di rumah. Mama dan Papa juga tidak mengizinkanku untuk ke kampus hari ini. Hah, apa lagi yang bisa ku perbuat selain menuruti mereka semua.

Sebenarnya aku ingin menjenguk Aldrich pagi ini ketika Bang Arka sudah bisa dipastikan sibuk di kampus dan di perusahaannya. Tapi mengingat kemarahan Bang Arka yang bisa meledak sewaktu-waktu, bisa-bisa membangkitkan lagi amarahnya yang belum sepenuhnya mereda.

Aku mendesah kasar saat mendapati diriku terkurung dalam rumahku sendiri. Memang ruang gerakku terbatas dengan sebelah kaki yang terpasang gips.

"Kay, mau dibuatin camilan apa?" Mama tiba-tiba memasuki kamarku.

Aku melongok dan menatap Mama. Aku masih terus menatap wajah ayunya yang tak tergerus usia. Wanita hebat yang sudah memenuhi seluruh kebutuhan cinta yang ku butuhkan dari seorang ibu.

Air mataku menetes menatap Mama. Sungguh aku ingin berkeluh kesah padanya. Dia bukan hanya ibu bagiku tapi dia juga sahabat baikku. Dan aku tahu, kedatangannya di kamarku pagi ini bukan hanya sekedar menawarkan camilan untukku.

"Anak gadis kok nangis? Ada apa, hmm? Sekarang sudah main rahasia-rahasiaan dari Mama ya?" Mama mencoba menggodaku yang justru kata-katanya langsung merobek pertahananku.

Tangisku pecah di dalam dekapannya. Sungguh bebanku ingin ku tuangkan pada Mama. Siang nanti, sebelum Bang Arka menceritakan semuanya, aku ingin Mama mengetahui terlebih dahulu dari mulutku.

"Mama..." Suaraku terbungkus tangis yang sulit untuk ku redam.

"Menangislah dulu hingga hatimu puas. Mama akan menunggumu dan yakinlah satu hal, apapun keadaannya, Mama Papa selalu ada di sampingmu. Salahmu adalah salah kami. Benarmu adalah hadiah untuk kami." Ucapan Mama yang menohok hatiku langsung membuat tangisku semakin pecah.

Aku terus tersedu hingga mataku membengkak. Inilah Mamaku, yang tidak pernah mencelaku karena kesalahanku. Baginya, tugasnya adalah membenarkan langkahku. Salah dan benarku semua akan ditanggung orang tuaku. Jadi, bagaimana aku bisa dengan sengaja berbuat salah? Semua ini yang membuatku berpikir ribuan kali tiap ingin melanggar batas yang sudah ditentukan Mama dan Papaku. Dan nyatanya sekarang, aku sudah melanggarnya.

"Mama maafin Kay." Ucapku lirih sambil terisak.

"Apa yang harus Mama maafkan jika Mama tidak tahu apapun kesalahan yang kamu perbuat?" Dengan senyum hangatnya, Mama berbicara sambil mengusap kepalaku. Mama tidak pernah menghakimiku.

"Mama," Aku menarik nafas panjang untuk menetralkan deru jantungku, "aku mencintai Bang Arka." Akhirnya kata ini keluar juga dari mulutku.

Aku menundukkan kepalaku, bersiap dengan apapun yang akan aku terima. Ku rasakan kepalaku diusap lembut oleh Mama. Ku dongakkan kepalaku, menatap wajah teduh Mama yang tersenyum padaku.

"Lalu, mana yang harus Mama maafkan?" Tanya Mama kemudian.

Aku terdiam. Mencoba mencerna ucapan Mama. Aku sedikit bingung dengan maksud perkataan Mama. Aku menebak, Mama ingin penjelasan lebih.

"Mama, aku tidak tahu kapan rasa ini muncul. Kay tau ini semua salah. Kay tahu, Bang Arka suami orang dan tidak sepantasnya Kay mencintai suami orang. Tapi Kay gak bisa menghindar Ma. Kay sudah berusaha, tapi entah kenapa Kay selalu dipertemukan dan didekatkan secara tidak sengaja. Rasa ini terus tumbuh dan semakin besar. Kay harus gimana Ma?" Aku terus terisak saat semua perasaan yang selama ini coba ku sembunyikan, akhirnya bisa ku ungkapkan.

Mama mendesah dan membawa tubuhku dalam pelukannya.

"Apa ini yang akan disampaikan nak Arka siang ini?" Mama bertanya dan langsung ku jawab dengan anggukan kepalaku.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang