SERATUS LIMA PULUH

51 2 0
                                    

ARKA POV

Gemuruh dan rasa panas yang menjalar di sekujur hatiku sejak siang tadi belum juga usai dan seketika bertambah parah saat tadi aku tiba di rumah tanpa ada sambutan dari istriku.

Mikha! Kamu benar-benar menguji Abang. Kenapa kamu begitu nekat sih? Entahlah apa yang dipikirkan gadis itu saat ini, dia tahu yang dilakukannya hari ini tak ku sukai semuanya, namun dengan entengnya dia melenggang pergi dengan lelaki yang menjadi sumber amarahku.

Shit!

Malam ini terasa sangat sunyi, Mama dan Papa sedang makan malam bersama klien yang entah kebetulan dari mana ternyata klien itu adalah teman semasa SMA Ayah.

Jadilah para lansia itu sekarang sedang triple date sekaligus reuni yang dibalut dalam kata kerjasama. Alasan yang terlalu dibuat-buat.

Otakku kembali berselancar menampilkan kilasan siang tadi yang membuat tekanan darahku naik lagi.

Disaat aku menyiapkan kejutan untuk Mikha, gadis itu dengan santainya malah pergi bersama adiknya Kendrick. Sialan!

Tadi siang, aku berniat untuk mengecek kembali persiapan kejutan yang ingin ku berikan pada Mikha selepas acara resepsi kami. Setelah itu aku akan mengajak gadis itu makan siang dan fitting baju pengantin kami.

Dan sialnya semua buyar saat gadis itu memilih pergi bersama adiknya Kendrick dan tanpa memberitahuku. Ah aku akan membuat perhitungan dengan gadis itu.

"Abang!" Lamunanku terhenti saat ku dengar suara merdu ini memanggilku dari luar kamar mandi, diiringi dengan ketukan di pintu.

Ah sepertinya aku terlalu lama berdiam diri di kamar mandi. Aku memang diam dan langsung mengurung diriku disini saat Mikha telah kembali beberapa saat yang lalu. Aku sungguh tak ingin menggila di hadapan istriku itu.

Karena sesungguhnya, aku ingin memuntahkan segala kekesalanku seharian ini padanya. Namun, aku tahu aku tak akan sanggup melakukannya saat melihat wajah menggemaskan itu.

"Abang, maafin Kay." Wajah manis istriku ini tampak memelas di hadapanku, saat aku baru saja membuka pintu kamar mandi.

Ah benar-benar membuatku tak tega dan ingin menggila saja.

Namun entah kenapa, bibirku masih enggan menyapanya. Aku segera berjalan menuju lemari baju diiringi langkah kecilnya yang mengikutiku.

"Bang," Suaranya sudah bergetar, sial, aku membuatnya menangis, "maafin Kay. Jangan diemin Kay Bang. Kay gak macem-macem sama kak Al kok Bang, sumpah! Kay cuman nemenin Winda Bang." Istriku terus saja berbicara dengan diiringi suara terisak.

Badanku refleks memutar dan mendekap tubuh yang telah menjadi canduku itu. Aku tak ingin menjadi sumber kesedihannya. Bersamaku, dia harus selalu bahagia dan tersenyum. Karena senyum Mikha adalah penghangat hatiku, penerang hidupku. Dia, Mikha, lentera jiwaku.

"Cepat ganti dan ikut Abang." Shit! Kamu bodoh Arka! Kenapa hatimu tak sejalan dengan mulutmu.

Lihatlah, mulut berbisamu tetap saja ketus dalam berucap. Tak bisakah berbicara lebih lembut? Dewa batinku menghardik ku dengan keras.

Niatku meredakan emosiku, namun entah kenapa otakku memberi sinyal yang salah pada mulutku. Suaraku masih tetap tajam saat berbicara dengan Mikha.

"Kemana Bang? Mama Papa kemana? Kenapa sepi sekali?" Wajah sedih Mikha malah berubah jadi berbinar saat ia menjawab ucapanku dengan segera.

Sungguh aku ingin bisa membaca pikirannya. Entah bagaimana cara kerja otaknya, tapi ia malah terlihat bahagia saat mulut tajamku terbuka. Ada apa dengannya?

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang