LIMA PULUH SATU

37 5 0
                                    

Aku bergegas menaiki tangga kamarku. Jantungku berpacu seiring dengan banyaknya tetesan peluh yang mengalir di dahiku. Bukan karena udara panas, tapi lebih karena aku tahu apa yang akan terjadi padaku selanjutnya.

"Oh sialnya. Kenapa aku bisa lupa? Aih semua ini karena baterai ponselku yang abis!" Aku terus merutuki kebodohanku hari ini. Ayolah kakiku, cepatlah melangkah. Aku terus mengomel dalam hati sambil berlari kencang menuju kamarku.

Segera ku sambar ponselku saat kakiku sudah berada di dalam kamarku. Ku ambil dengan kasar ponselku.

Oh shit! Sepertinya aku akan terkena masalah. Benar-benar dalam masalah.

115 chat belum terbaca.

97 panggilan tak terjawab dari titisan cenayang.

Ya, aku sudah mengganti namanya kembali menjadi 'titisan cenayang', aku sungguh tak ingin ada lagi yang mencurigai namanya yang akan sering muncul di ponselku.

Ah sering muncul ya? Aku menarik nafas panjang, entah apa yang membuatku menjadi masuk dalam lingkaran rumit yang belum ku lihat ujungnya.

Ku coba kembali menghubunginya. Namun tetap tak diangkat. Ia sedang menghindariku.

Kepalaku serasa berputar. Aku ingin menghampirinya segera, namun waktu sudah malam, jelas Mama dan Papa tak akan mengizinkan. Kebuntuan seolah membuatku tumbang. Aku rebahkan tubuhku di kasur empukku. Ku mainkan ponselku dan ku baca lagi pesan-pesannya.

Kamu sungguh menguji aku, Mikha.

Satu kalimat yang ada di ponselku sukses membuat aku terjaga sepanjang malam. Aku benar-benar sulit menutup mataku, sekelebat bayangan tadi terus menghantuiku. Aku sungguh tidak sabar menunggu mentari muncul. Aku ingin kesana, melihatnya dan mungkin akan menjelaskannya.

Namun, apa yang akan ku jelaskan? Pertanyaan demi pertanyaan terus menggelayut di pikiranku hingga tanpa sadar mataku terpejam di sepertiga malam.

*****

"Mama, Kay hari ini ke kampus ya?" Aku berpamitan pada orang tuaku saat kami duduk bersama di meja makan.

"Bukannya masih minggu depan ya Kay mulai kuliahnya?" Jawab Mamaku sambil menyendokkan nasi ke piring Papa.

"Padahal hari ini Papa pingin ngajak kamu ke Perusahaan Kay. Mau ngajakin Mama sama Kay makan siang. Kan lama kita gak makan siang bareng." Papa ikut menimpali.

"Iya Kay, nanti siang Mama rencananya mau ngajakin kamu ke tempat Papa." Mama terus merayuku.

Aku berpikir keras, mencoba mencari alasan terbaik agar aku bisa bebas hari ini. Aku sungguh tak tahu apa yang akan terjadi hari ini, yang aku tahu aku harus segera menemuinya dan menjelaskan semuanya.

"Ya udah deh, tapi nanti Kay nyusul aja ya Ma. Mama bisa berangkat duluan kan? Kay langsung nyusul ke tempat Papa deh." Ujarku menyetujui keinginan orang tuaku sambil memberinya syarat.

Seketika otakku langsung memikirkan ide cemerlang menurutku. Ku lirik jam, masih jam 6 pagi. Aku rasa dia masih ada di rumah. Baiklah, ayo kita coba peruntungan hari ini.

"Hmm kalau gitu, aku ke kampus sekarang deh Ma. Aku cuma mau lihat pengumuman sambil nunggu teman-teman." Aku mulai membuat alasan.

"Sepagi ini? Untuk apa? Belum ada yang datang Kay." Papa menatapku curiga.

"Dih Papa, gak denger kata Kak Al kemarin? Laboratorium kami tuh 24 jam non stop, seminggu non stop. Yang penelitian banyak Pa. Aku cuma lihat pengumuman dan nunggu informasi lebih lanjut tentang penelitiannya Kak Al." Aku mulai membual. Maafkan aku Pa.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang