SERATUS DUA PULUH

35 7 0
                                    

Mataku masih mengerjap saat sentuhan lembut mengusap kepalaku. Aku menengadah, mencari pemilik tangan yang tengah mengusapku.

"Abang." Aku berbisik sambil tersenyum menatap lelakiku itu. Ia balas tersenyum memandangku.

"Tidur di sofa sana, nanti badanmu capek kalau tidur seperti ini." Bang Arka bersiap mengangkat tubuhku yang sebelumnya tertidur sambil duduk disebelah ranjang pasien milik Kak Farel.

"Kay pingin disini Bang. Nemenin kakak." Bantahku.

"Mikha, kamu bisa menemani Farel dari sofa itu." Bang Arka terus membujukku.

Ku alihkan pandanganku pada jemariku. Tanganku bertaut dengan tangan Kakak. Seakan kami enggan berpisah. Dan untuk ukuran orang yang sakit dan tengah tertidur, genggaman tangan kakak lumayan agak kencang.

"Kakak memintaku untuk menemaninya disini Bang. Maaf, aku tak bisa meninggalkannya." Ucapku lirih sambil menatap wajah pucat kak Farel.

"Baiklah, Abang di sofa jika kamu membutuhkanku." Bang Arka bersiap kembali ke sofa saat tanganku meraihnya.

"Maaf Bang. Dan makasi untuk semuanya." Ucapku tulus.

"Tak perlu sungkan." Bang Arka mengusap kepalaku dan mencium kening ku.

Aku menyaksikan Bang Arka beranjak ke sofa. Menurunkan tubuh lelahnya untuk berbaring diatas sofa.

"Bang, Mama dan Papa kemana? Jam berapa ini? "

"Aku meminta mereka istirahat di hotel yang kita sewa tadi. Besok pagi mereka kemari. Dan sekarang masih dini hari."

Aku mengangguk. Ya, mereka juga butuh istirahat yang layak. Selama menemani kakak, aku tahu Mama dan Papa tidak pernah pergi dari rumah sakit.

***

"Mengingat kondisi Farel yang sudah sadar dan mulai stabil, kemungkinan paling lambat besok pagi atau nanti malam kami bisa memulai operasinya."

"Syukurlah."

"Bantu doa, semoga semuanya lancar."

"Tentu dokter. Usahakan yang terbaik untuk putra kami dok."

"Pastinya Pak. Melihat kondisi Farel, kami optimistis dengan keberhasilan operasi ini."

"Kamu siap kan Farel?"

"Lakukan saja dok."

"Dokter Roy sudah diperjalanan, beliau akan ikut dalam operasi."

"Oh benarkah? Anak nakal itu sudah berubah rupanya."

"Nah Farel, banyak orang mendoakanmu dan menunggu kesembuhanmu. Jadi, semangatlah."

"Farel, berjuanglah nak. Bentar lagi kamu sembuh."

"Iya Pa."

"Jeng Mia, bagaimana yang tadi?"

"Ah jeng Ratna ini, kenapa repot-repot segala sih?"

"Ih gak repot Jeng. Malah saya senang. Farel, kamu gimana, suka yang tadi?"

"Iya tante."

"Tante sih, Ibu ah. Biar lebih akrab."

"Baiklah Ibu. Farel suka sekali. Makasi."

"Kalau Ibu punya anak perempuan, pasti Ibu jodohin sama kamu deh Rel. Ibu aja gemes lihat wajah tampanmu. Pasti turunan Jeng Mia ini."

"Jeng Ratna bisa aja."

"Untung kita lelaki ya Pak. Saya sudah capek meski hanya membayangkannya saja."

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang