TIGA PULUH SEMBILAN

37 8 0
                                    

ARKA POV

Pagi ini aku bergegas menyelesaikan sarapanku. Sarapan dengan secangkir kopi. Hah, mungkin hanya aku lelaki beristri yang hanya meminum kopi sebagai sarapannya.

Istri? Apa benar dia bisa aku anggap istri? Aku kembali memikirkan pernikahanku dengan Adinda. Terlalu banyak rahasia dan kebohongan dalam pernikahan ini. Sangat memuakkan.

Aku bisa saja memaafkan dia saat itu, jika saja... Ah entahlah, aku enggan memikirkannya. Hatiku masih belum seluas samudera untuk menerimanya.

Baiklah, aku akan mulai saja hari ini. Semakin aku sering sendirian di rumah, otakku rasanya semakin kacau.

Aku sungguh kesepian, setelah penghibur laraku menghilang. Benar, dia menghilang. Gadis kecil berseragam yang sudah mencuri seluruh perhatianku kini menjauhiku. Sakit rasanya. Seperti sedang ditinggalkan lagi.

Entah sejak kapan, gadis manis itu mengusik hatiku. Dia memenuhi setiap mimpiku. Tapi kata-kata terakhirnya membuatku tersadar bahwa jalannya masih panjang dan masa depannya masih sangat luas terbentang.

Ingin sekali aku egois dan menahannya untuk selalu di sisiku. Tapi aku sadar itu akan mematahkan sayapnya. Dan lagi benar yang dia katakan, aku belum bisa memberinya kepastian apapun. Aku benar-benar harus membenahi hidupku dulu.

Tapi sungguh hidupku menjadi kacau saat ini. Gadis itu terus menari-nari di pikiranku dan aku tak sanggup mengenyahkannya.

Bayangan terakhir wajahnya yang nampak penuh luka dan air mata, membuatku selalu merasa bersalah. Ia telah masuk dalam kehidupan rumitku tanpa disengaja. Dan aku malah berusaha menahannya.

Aku sungguh tak sanggup berjauhan darinya.

Aku segera melangkahkan kakiku menuju mobil. Hari ini agendaku sangat padat. Aku harus menuju kampus tempatku mengajar dan setelahnya menuju perusahaan untuk menyelesaikan rapat pengembangan produk terbaruku.

Aku menyalakan mesin mobilku saat mataku menangkap ada mobil yang sama yang selalu terparkir di seberang rumahku pada jam sepagi ini. Dan aku tahu siapa pemiliknya.

Ku ambil ponselku yang ku gunakan untuk menghubungi rekan bisnisku karena aku tahu, pemilik mobil itu tidak akan mengangkat panggilanku jika menggunakan nomor pribadiku.

Benar saja, dua kali nada sambung terdengar tapi tidak ada jawaban. Hah bahkan dengan nomor asing saja dia enggan mengangkatnya.

Aku mencoba sekali lagi dan ah akhirnya aku mendapat jawaban.

"Halo, siapa nih?" Haha suaranya ketus sekali. Aku bisa membayangkan wajah manisnya yang sedang kesal.

Aku bergeming. Membayangkan betapa lucu gadis itu saat ini

"Kalau gak mau ngomong aku tutup nih, ganggu aja bisanya. Aku sibuk tau!" Wah dia benar-benar marah. Jika berasa di dekatku, akan ku cubit hidungmu.

Baiklah, mari kita sudahi bermain petak umpetnya.

"Apa melihatku dari jauh adalah kesibukanmu saat ini, Mikha? Apa kamu puas hanya dengan melihatku dari seberang jalan? Apa kamu tak ingin kemari dan menyapaku?" Suaraku sepertinya sudah membiusnya. Tak ada jawaban bahkan suara nafas pun tak terdengar. Apa Mikha baik-baik saja?

"Mikha? Apa kamu baik-baik saja?" Tak ada jawaban.

"Mikha, jawab Abang!" Lagi-lagi aku bermonolog.

Aku seketika mendengar isakan liriknya. Tepat seperti yang ku pikirkan. Dia pasti menangis. Gadis cengeng kesayanganku pasti sangat kaget saat ini.

"Mikha. Hei jangan menangis. Lihat Abang!" Aku terus mengajaknya berbicara namun tetap tak ada sahutan.

Ah sial! Aku tidak bisa terus menunggu seperti ini. Aku bergegas turun dari mobil dan hendak menghampiri Mikha. Aku hanya ingin merengkuhnya sekali. Aku hanya ingin menenangkannya. Aku tahu, dia sedang terluka. Dia juga sama denganku, memendam rindu.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang