ARKA POV
Hembusan nafas gadis kecil yang berada di pelukanku mulai terdengar teratur. Nafasnya terasa menggelitik di dadaku. Membangkitkan sisi liarku yang sempat tertidur saat aku mengurungnya dengan susah payah.
Ah sial, kenapa aku selemah ini? Bahkan saat bersama gadisku ini, memandang mata teduhnya saja membuat sisi liarku dengan cepat berdiri menantang.
Mataku memandang langit-langit kamar sambil berkali-kali ku buang nafas kasar, sekedar menghentikan laju aliran yang sudah sangat ku kenali arahnya dengan benar. Sialan!
Bahkan dengan bodohnya aku menceburkan diri untuk mencicipi rasa manis tubuhnya yang jelas-jelas akan membakar diriku. Andai aku masih Arka yang dulu, sudah sejak lama aku berada di dalam tubuhnya. Namun kali ini, bersama gadis kecil ini, aku sudah berjanji. Aku, Arka, akan menjalani semua ini sesuai jalur yang benar. Aku ingin memberinya kenangan yang menyenangkan. Dan aku ingin melihatnya bahagia karena aku. Hanya aku.
Aku mencoba memejamkan mata, berusaha menepis keinginanku sebagai pria dewasa. Berada sekamar dengan wanita, terutama wanita yang ku cinta, membuat pertahananku sedikit goyah. Namun dengan yakin ku bulatkan tekad untuk menjaga kepercayaan orang tua gadis kecil ini yang baru saja ku genggam.
Ah brengsek! Tapi itu tak semudah teorinya. Badanku semakin lama terasa semakin panas saat nafas Mikha terus saja menggelitik dadaku. Belum lagi saat tidur seperti ini, gadisku dengan santainya memelukku dengan erat laksana aku sebuah guling. Ah sial, aku semakin meremang dibuatnya.
Pergi Arka, kamu harus segera pergi, jika tidak, maka sisi liarmu yang akan mendominasi. Dan itu bisa berakibat fatal. Dewa batinku meneriakiku dengan lantang.
Dengan segera ku buka pelukanku, pelan dan lembut. Aku tak mau gadisku terbangun. Perlahan ku turunkan kakiku dari atas ranjang. Memindahkan tubuhku yang semakin tak terkendali di atas sofa.
Drrtt... Drrtt... Drrtt...
Dering ponsel Mikha terdengar sangat nyaring. Segera ku ambil benda itu dari dalam tasnya dan ku lihat siapa yang menghubunginya dini hari seperti ini.
Brengsek! Bocah sialan itu terlihat tidak akan dengan mudahnya melepas Mikha, meski aku mengancamnya dengan sindiran.
Ku buka pesan pada ponsel Mikha yang tidak berpengaman itu. Sontak mataku menatap nyalang pada benda mati yang telah mengirimkan kabar. Kabar yang mampu membuat darahku mendidih.
Ku kembalikan ponsel Mikha ke dalam tas dengan geram setelah aku membaca isinya. Sial! Bagaimana itu bisa terjadi?
Segera ku hubungi Rendi saat kakiku sudah melangkah keluar kamar dan bergegas turun menuju bagian belakang rumah ini. Aku tak mau Mikha mendengar segala sumpah serapahku.
Pada dering ketiga Rendi langsung menjawabnya.
"Ada yang bisa saya bantu Pak?" Suara serak itu segera menjawab. Hah, aku tak peduli lagi dengan waktu saat ini. Mau dia sedang tidur atau bersenang-senang dengan wanita, aku tidak peduli!
"Heh brengsek! Apa saja yang sudah dilakukan orang suruhanmu? Hah?" Teriakku dengan nyaring.
Aku tak lagi bisa bersikap manis saat ini. Bayangan pesan yang dikirim Aldrich ke ponsel Mikha tadi terus menari-nari dipelupuk mataku.
"Maaf Pak. Itu kesalahan saya. Saya akan mengganti orang yang akan mengawasi Mikha. Saya janji akan mencari yang terbaik di antara yang terbaik. Saya pastikan, mereka tidak akan kehilangan jejak Mikha lagi." Segala janji langsung diucapkan Rendi.
Aku mendengus kesal. Tidak akan kehilangan jejaknya lagi? Bahkan ini lebih buruk dari itu dan aku baru mengetahuinya. Aku yakin Rendi pasti juga tidak mengetahui kejadian ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERITAHU MEREKA!!!
RomanceSepertinya semesta masih ingin bermain-main denganku. Setelah mengoyak hatiku, kini membuat perjalanan hidupku terseok-seok tak tentu arah. Saat aku mulai merasa lelah dengan semua ini, bayangan wajahnya terus menghantui. Bahkan ternyata dirinya p...