Entah bagaimana otakku bekerja saat ini, tanpa ku sadari tanganku telah mengarahkan kemudi hingga tiba di gedung jurusanku. Aku pun tak tahu apa yang aku cari. Mungkin dewi batinku menuntunku untuk mencari sedikit ketenangan dan kenyamanan dari sosok yang sebenarnya bisa memberiku hubungan normal. Meski aku tahu, ini akan menyakitkan untuknya.
"Kak Al." Panggilku lirih saat mendapati tubuh itu tengah bergelut dengan serius di hadapan mikroskop.
Terlihat selalu tenang dan tentu saja tampan. Entah mengapa, aku tak bisa memilihnya sebagai pasanganku. Namun justru aku selalu berlari padanya saat mendapatkan tekanan seperti ini. Aku memang gadis bodoh dan tak tahu malu.
Mungkin apa yang dibilang Winda tempo hari saat di rumah Kakak benar adanya. Dialah tempat pelarianku. Tempatku mengadu karena aku tahu aku mendapatkan kenyamanan disana, karena dia mencintaiku dan berusaha mendapatkan aku jadi dia akan memberiku segala yang ku butuhkan. Aih, aku menjelma sebagai si gadis jahat. Harusnya aku tak melakukan ini.
"Kay? Kamu disini?" Jawabnya dengan segera setelah mengalihkan pandangannya.
Dengan ragu aku melangkah memasuki ruang laboratorium. Rasanya saat ini aku ingin melarikan diri saja, ini salah. Jelas salah saat aku mendatangi Aldrich, ketika aku mempunyai masalah dengan Bang Arka. Aldrich tak pantas untuk dilibatkan dalam masalah rumit ini.
Namun sayangnya, logikaku kini tak berjalan dengan baik. Jadi, aku tetap melangkah menuju Aldrich, meski dengan ragu yang terus menderu.
"Kak Al--" Aku terdiam tanpa meneruskan kalimatku.
Dengan mata yang terus menatapku, sosok itu menghampiriku. Aku yakin dia sudah paham aku dalam masalah.
"Apa yang terjadi Kay? Duduklah dulu, sebentar lagi aku selesai. Aku akan menemanimu." Aldrich menuntunku duduk di kursi berputar yang ada di laboratorium.
Aldrich kembali meneruskan penelitiannya dan aku meredakan ketegangan yang sempat menyelimuti hatiku.
Hanya butuh waktu lima belas menit untuk Aldrich membereskan analisanya yang sempat tertunda dan kemudian dia menghampiri aku.
"Ayo. Mau disini atau ikut aku?" Ajakannya membuatku bingung. Mau kemana dia?
"Udah selesai Kak penelitiannya? Kurang analisa apa?" Tanyaku.
"Udah selesai. Tadi cuma pengamatan aja kok. Ayo berangkat."
"Kemana Kak?" Tanyaku bingung.
"Ke tempat yang membuatmu lebih tenang." Jawab Aldrich dengan menatapku dalam.
Tanpa menjawab aku menurut saja saat tangan Aldrich menggandengku dan menuntunku.
"Pakai mobilku aja. Mobilmu gak aman." Kalimat ambigu dari Aldrich sungguh membuatku mengernyit.
Aldrich terkekeh menatapku.
"Udah jangan dipikirkan. Kamu bawa mobil?" Tanya Aldrich yang langsung ku jawab dengan anggukan, "parkir dimana?" Tanyanya lagi.
"Tempat parkir biasanya, di depan itu." Jawabku jujur.
"Bagus. Kita keluar dari pintu samping yang ada di sebelah laboratorium. Mobilku aku parkir di dekat taman belakang jurusan. Kita jalan sedikit kesana." Aldrich tersenyum saat menjelaskan.
Aku semakin bertambah bingung. Kenapa juga Aldrich suka parkir di tempat itu? Bukankah di situ sepi dan jarang ada yang melewatinya? Tempat yang di maksud Aldrich adalah sisi belakang taman yang dulu pernah aku pakai untuk menangisi seseorang saat awal ospek. Ya, seseorang yang benar-benar telah menguras air mataku.
"Kenapa suka parkir disitu sih Kak?" Akhirnya ku utarakan rasa ingin tahu ku.
"Karena aman." Jawabnya singkat.

KAMU SEDANG MEMBACA
BERITAHU MEREKA!!!
RomanceSepertinya semesta masih ingin bermain-main denganku. Setelah mengoyak hatiku, kini membuat perjalanan hidupku terseok-seok tak tentu arah. Saat aku mulai merasa lelah dengan semua ini, bayangan wajahnya terus menghantui. Bahkan ternyata dirinya p...