"Jadi, apa yang ingin nak Arka sampaikan pada kami?" Papa tak lagi bisa menahan diri untuk berbasa-basi.
Kami berempat telah berada di ruang keluarga setelah baru saja selesai menyantap makan siang dalam suasana yang hangat. Di meja makan, kami sedikit berbasa-basi dan menanyakan hal yang pribadi sekedar untuk saling mengenalkan diri. Ya, meja makan di rumahku tadi mendadak memberiku sebuah siraman kebahagiaan yang baru sekali ini ku rasakan.
Mendapat pertanyaan itu, Bang Arka menarik nafas panjang. Ia melirik ku dan ku tatap wajahnya menegang. Hahaha aku ingin sekali menertawakannya saat ini. Wajah songong dan berkuasanya mendadak berubah pucat di depan Papa. Tapi tentu saja, aku tidak sebodoh itu mengeluarkan suara tawaku disuasana yang sebenarnya juga mencekam untukku.
"Sebelumnya, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya pada Bapak dan Ibu. Mungkin, apa yang akan saya sampaikan sudah bisa di tebak Bapak dan Ibu." Bang Arka menghembuskan nafasnya dan aku yang mendengar permintaan maafnya justru menahan nafasku. Ah sial, ini menyesakkan sekali!
"Apa yang harus saya maafkan?" Papa dengan lembut bertanya. Matanya seakan mencari sebuah celah kebohongan yang mungkin menyeruak dari mata lelaki pujaanku itu.
Aku? Aku hanya menunduk sejak Bang Arka membuka mulutnya, sembari sesekali melirik ke arah Bang Arka. Tanganku sudah tidak bisa dikodisikan lagi. Ia terus meremas ujung bajuku. Aku tegang!
"Awalnya, saya tidak menyangka ini akan terjadi. Namun nyatanya, sekuat apapun saya menyangkal dan berusaha menghindar, tapi saya merasa semua itu sia-sia. Saya tidak bisa mencegah hati saya. Dan rasa itu datang dengan tiba-tiba. Saya merasa, Mikha adalah kesempatan tak terduga yang sudah di siapkan untuk saya. Pak, Bu, maafkan saya. Saya mencintai putri kalian." Aku membelalakkan mataku. Secepat kilat aku mendongak saat Bang Arka menyelesaikan kalimatnya.
Tanpa ragu dan malu, dengan gamblang Bang Arka mengakui isi hatinya di hadapan Mama dan Papa. Tentu saja aku bahagia mendengarnya, tapi jantungku seakan ingin melompat keluar dari rongganya. Aku takut dan khawatir, bukan karena aku takut dibohongi --aku sepenuhnya percaya dengan cinta Bang Arka-- tapi lebih karena, siapa Bang Arka.
Papa tampak berpikir beberapa saat. Menatap ke dalam mata Bang Arka. Entah apa yang coba dicari disana. Papa menarik nafas panjang sebelum berucap.
"Terima kasih sudah mencintai anak kami dengan begitu besar. Saya tidak akan menyalahkan siapapun karena seperti kata nak Arka tadi, hati tidak akan bisa dicegah dan rasa cinta tidak bisa di kontrol kepada siapa dia akan menunjukkan diri. Cinta itu manis dan indah, jika berada di tempat yang benar. Saya yakin nak Arka tau maksud saya."
Bang Arka mendongakkan kepalanya. Menatap aku dan Papa bergantian. Senyum tipis di bibirnya tiba-tiba terlukis dengan indah. Ada apa dengannya? Ah iya aku hampir melupakan, selain titisan cenayang, kekasihku ini juga mempunyai kepribadian ganda. Kadang semacam bunglon yang cepat berganti rupa. Hah entahlah...
"Saya tidak akan menghalangi siapapun yang ingin dekat dengan Kay. Tapi satu yang saya tekankan, jangan pernah berbahagia diatas penderitaan orang lain. Dan jangan pernah mencapai sesuatu dengan menjatuhkan orang lain." Papa kembali bersuara. Entah hanya perasaanku atau memang benar seperti itu, namun suara Papa kali ini terdengar lebih dingin.
"Nak Arka, saya dan istri saya menjaga Kay laksana gelas kristal. Kami tidak ingin dia tersakiti atau bahkan menyakiti. Kami ingin Kay menjalani kehidupan normal dan tidak mengalami kepahitan hidup seperti yang kami rasakan. Kay harus bahagia dengan cara yang benar. Kay harus bisa menjadi wanita terhormat dimana pun berada. Jadi, kamu tentu tidak lupa dengan statusmu kan?" Suara tegas Papa seakan menjadi akhir dari keputusan.
Papa tidak menentang namun juga tidak merestui. Satu yang pasti, perkataan Papa seakan mengajak kami untuk berdiri dan menatap keadaan yang sebenarnya. Ucapan Papa menyadarkan aku, bahwa hubungan ini memang terlarang dan tidak bisa diteruskan. Aku menundukkan kepala, enggan menatap Bang Arka. Aku belum siap melepaskan pemilik wajah tegas namun penuh cinta itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERITAHU MEREKA!!!
RomanceSepertinya semesta masih ingin bermain-main denganku. Setelah mengoyak hatiku, kini membuat perjalanan hidupku terseok-seok tak tentu arah. Saat aku mulai merasa lelah dengan semua ini, bayangan wajahnya terus menghantui. Bahkan ternyata dirinya p...