SERATUS LIMA PULUH SATU

59 3 0
                                    

Entah bagaimana lagi aku harus menggambarkan perasaanku saat ini. Bukan pertama kalinya aku mendatangi pesta seperti ini, tapi sejak pagi tadi tubuhku seakan tak merespon dengan baik apapun sinyal yang diberikan oleh otakku.

"Udah siap sayang?" Aku mendengar ada yang menegurku tapi entah kenapa aku hanya berdiam diri menatap pantulan tubuhku di cermin.

"Kay." Kali ini panggilan itu disertai tepukan ringan di bahuku.

Mataku melirik menatap si empunya tangan. Mama. Wanita terbaikku.

"Ada apa Kay?" Tanya Mama lagi saat melihatku terdiam tanpa merespon.

"Kay." Kali ini panggilan Mama mampu menarik kesadaranku.

Mataku menatap pada mata teduh Mama dari kaca yang ada di depanku.

"Apa dia itu aku, Ma?" Ucapan bodohku mampu membuat Mama mengernyit.

Sadar dengan kebingungan di wajah Mama, aku segera memberi kode dengan menaikkan daguku dan menunjuk pantulan wanita bergaun ungu yang ada di depanku.

Mama tersenyum dan membawaku ke dalam dekapannya.

"Anak Mama memang cantik sekali. Dan ya, itu kamu, bidadari Mama dan Papa. Sekarang bidadari Abangmu juga." Mama mencubit pelan hidungku.

Sejenak aku langsung tersadar posisiku. Kesadaranku kembali. Benar, gadis cantik itu aku. Mikhayla. Istri Bang Arka. Aku bahkan tak menyangka jika tampilanku bisa seanggun itu.

Gaun ungu pemberian kak Farel, dengan hiasan bunga berwarna merah muda di pinggang. Sedikit dimodifikasi agar bahunya tidak terlalu terbuka dan panjangnya tidak di atas lutut, tentu saja itu permintaan suamiku. Membuat gaun ini semakin tampak anggun dan berkelas. Terima kasih kakak, aku harap kamu melihat kami dari atas sana. Dan tolong, ikutlah berbahagia bersama kami.

"Mama." Aku menghambur dalam pelukan wanita yang telah mendampingiku selama ini.

"Eh jangan nangis Kay. Dandanannya luntur." Mama menepuk pelan punggungku.

"Kay kangen kakak."

Mama menghela nafas panjang. Aku tahu harusnya aku tak mengatakan ini. Bagaimanapun, Mama ibu kandung kak Farel, pasti sangat berat juga untuknya dan dengan bodohnya aku terus mengungkitnya.

"Kakakmu melihatnya dari atas, dan Mama yakin dia ikut berbahagia. Toh inilah yang diimpikan kakakmu. Melihatmu bersanding dengan Bang Arka, benar kan?" Mama membelai lembut punggungku.

Aku hanya mampu mengangguk sekilas sebelum dehaman dari ambang pintu kamar mengurai pelukan kami.

"Sudah siap sayang?"

Hatiku menghangat saat mendapati sosok yang tengah berdiri dengan gagah di ambang pintu.

Lelaki yang berstatus suamiku itu tampak sangat cocok menggunakan setelannya. Jas abu-abu dengan kemeja biru muda senada dengan warna gaunku. Dia sangat tampan dan dia suamiku.

"Aku selalu siap Bang." Ucapku penuh keyakinan.

Kini kami berangkat bersama menuju tempat diadakannya resepsi pernikahanku dengan Bang Arka.

Sebenarnya sedikit diluar rencana. Keinginan pertamaku mengadakan acara ini di area terbuka dengan konsep garden party, tapi mengingat cuaca yang tidak mendukung akhir-akhir ini dan undangan yang disebar oleh Ayah dan juga Papa yang membuatku menganga saat mengetahui jumlahnya, akhirnya aku hanya bisa pasrah saat membatalkan ideku.

***

"Sudah siap Nyonya Fabian?" Lamunanku terhenti saat kurasakan tangan Bang Arka membelai pipiku.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang