SERATUS LIMA PULUH DUA

53 2 1
                                    

"Satu.."

Hatiku berdegup kencang saat pembawa acara itu mulai menghitung.

"Dua.."

"Sebentar lagi Mikha!" Lirih suara Bang Arka mengingatkan aku. Kepalaku mengangguk sebagai jawaban.

"Tiga.."

Pembawa acara selesai berhitung diiringi suara Bang Arka, "sekarang sayang."

Bersamaan dengan itu, tanganku terlontar ke belakang. Namun, tubuhku pun ikut ku putar. Buket bunga yang ku pegang, masih tergenggam kuat di tangan.

Mataku berbinar menatap sesosok tubuh yang telah siap di tempatnya. Entah kenapa hatiku ikut bergetar menyaksikan semua ini, terlebih ini menyangkut sahabatku. Sungguh aku bahagia ikut andil dalam kejadian ini.

Setapak demi setapak kakiku turun dari pelaminan dan melangkah menuju sesosok wanita yang menatapku dengan bingung. Buket bunga yang indah ini masih ditanganku dan urung ku lempar. Tak ku hiraukan tatapan aneh dari kerumunan para jomblo pengincar buket bungaku. Bahkan ada Cindy disana yang juga menanti buket bunga ini.

Ah Cindy ya, aku memang sudah berusaha merelakan semuanya dan memaafkan dirinya tapi untuk kembali dekat rasanya masih enggan.

Sepuluh langkah menuju kebahagiaan sahabatku.

Aku merasa sangat gugup tapi senyumku tak pernah surut. Dan gadis itu, ah lucu sekali ekspresinya. Di belakang tubuh gadis itu, telah siap sesosok lelaki dengan satu lutut bertumpu pada lantai.

Mataku melirik ke sisi kananku, ada Aldrich yang dengan santainya masih mengunyah kambing guling. Ah lelaki itu, dia tak terpengaruh oleh kejadian ini. Dia benar-benar terlihat menikmati sesi makannya.

Dan lihatlah siapa yang ada di sisinya?

Astaga, apa sejak kejadian di kantin jurusanku tempo hari mereka menjadi berteman akrab? Lihatlah, bahkan mereka berdua sedang menatapku sambil tersenyum. Mereka, Aldrich dan Danen. Tangan Danen bahkan melambai padaku saat ini.

"Fokus ke depan, tak perlu menggubris mereka!" Aku terlonjak saat suara bariton suamiku mengagetkanku dari belakang.

Oh shit, sejak kapan dia mengiringi langkahku? Bukankan skenarionya tidak begini?

Badanku sedikit berputar untuk melihat Bang Arka yang ternyata hanya berjarak dua langkah dariku dan tentu saja dia sedang tersenyum padaku.

"Lihat depan sayang!" Ujar Bang Arka lembut.

Kakiku melanjutkan langkahnya dengan sangat ringan. Aku semakin bersemangat. Lima langkah lagi menuju sosok yang semakin bingung menatapku.

Tiga langkah.

Dua langkah.

Satu langkah.

Dan di sinilah sekarang aku berada. Tepat di depan tubuh sahabatku. Sahabat yang baru ku kenal saat mulai berkuliah. Winda.

"Untukmu Win. Dan selamat." Ucapku lirih.

Pandangan Winda mendadak kosong. Mulutnya terbuka, seperti ingin berkata namun tak ada yang bisa dikeluarkan. Wajahnya benar-benar lucu.

"Buruan diterima bunganya, Win. Capek nih megangnya." Ujarku sambil menarik tangan Winda untuk menggenggam buket bungaku.

"Wah tampaknya buket bunganya sudah dipesan khusus ini ya. Dan wanita cantik bergaun ungu itulah yang mendapatkannya. Selamat Mbak!" Sang pembawa acara pun membantuku untuk menyadarkan Winda dari keterkejutannya.

"Winda!" Aku memanggil gadis yang masih bengong di depanku ini.

"Mbak, itu tolong diterima dulu. Kasihan pengantinnya dicuekin." Sindiran dari pembawa acara mengundang gelak tawa dan tepuk tangan meriah dari tamu undangan.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang