"Kakak? Kok--" Keterkejutan ku belum usai saat suara Aldrich -yang tak kalah terkejut- menarik kesadaranku. Pandangannya bergantian menatap kedua lelaki di hadapan kami.
"Al, kamu gak pernah cerita sih kalau dosenmu teman Kakak dari jaman SMA." Lelaki yang ku yakini Kakak Aldrich bersuara.
"Hah, apaan?" Aldrich terdengar sangat bingung.
"Ini, si Arka tuh sahabat Kakak dari jaman SMA."
"Hah? Arka? Pak Fabian maksudnya? Lha terus kenapa Kakak juga gak tau kalau teman Kakak jadi dosen disini? Temen macam apa itu yang gak tau kabar temannya?" Aldrich mencibir.
Aku dan Winda menjadi pendengar yang sama bingungnya. Ku lirik wajah Bang Arka yang tampak tersenyum mendengar perdebatan antar saudara di depannya itu.
"Coba kamu tanya si Arka nih, kerjaan dia apa? Selama ini Kakak taunya dia ngurus perusahaannya. Mana Kakak tau dia kekurangan uang sampai harus kerja di dua tempat." Lelaki yang mengaku teman Bang Arka itu tertawa.
"Ngajar tuh impian dan hobi, bro." jawab Bang Arka singkat. Senyumnya masih menghiasi bibirnya. Oh indahnya dan pasti...lembut. Ish, mikir kemana aku ini?
"Jadi, Pak Fabian ini nama lainnya Arka? Dan dia bukan hanya dosen tapi pengusaha?" Giliran Winda yang tidak bisa menahan keingintahuannya.
"Eh siapa nih?" Kakaknya Aldrich terkejut mendapati aku dan Winda ada di sebelahnya. Apa kami sekurus itu hingga mereka tidak menyadarinya?
Sontak saja ketiga pasang mata lelaki itu beralih padaku dan Winda.
"Halo, Kakak bujang lapuk, aku Winda. Teman Kak Al, mahasiswa baru." Tanpa malu Winda berkenalan dengan cara yang luar biasa membuat orang tercengang.
"Bujang lapuk?" Jelas suara kakaknya Aldrich yang hendak protes.
Aku terbahak mendengarnya. Dasar si Aldrich, dia gak tahu aja si Winda ini lemes banget mulutnya!
"Tadi Kak Al yang ngenalin kayak gitu Kak. Jomblo dong kak? Kasihan banget sih." Winda menjelaskan tanpa beban seakan dia tidak sedang jomblo saja.
"Adik gak ada akhlak emang kamu tuh Al." Kepala Aldrich langsung terkena toyoran.
Kami semua tersenyum melihat kehangatan di hadapan kami.
"Yang ini siapa?" Pertanyaan itu ditujukan untukku dari Kakaknya Aldrich.
Aku tersenyum menyambut uluran tangannya. Ekor mataku menangkap bibir lelaki yang ada di samping kakaknya Aldrich membentuk garis lurus yang keras. Hah, sepertinya hari ini aku menjadi juara pengumpul kesalahan! Lihatlah kemarahannya kembali dengan cepat.
"Aku Kay Kak." Singkat aku mengenalkan diriku.
"Jadi ini yang namanya Kay. Gimana jatuh kemarin? Empuk kan jatuh diatas Aldrich?" Lelaki itu terkekeh saat berkata, "dan aku Kendrick, Kakak lelaki yang gak ada akhlak ini. Al bilang, dia sangat menikmati saat tubuhmu ada diatasnya." Imbuhnya terkekeh sambil mengenalkan diri.
Winda tampak ikut terbahak.
"Apaan sih Kak!" Desis Aldrich tidak terima. Aku tersenyum masam menanggapinya. Entah harus memberi tanggapan seperti apa.
"Kamu tau gak, Ka? Mereka ini kemarin berguling-guling sampai kakinya pada patah tuh. Mending guling-guling di kasur, lha ini di kebun teh." Kendrick berkoar-koar tanpa saringan. Hah sepertinya dia akan cocok dengan Winda. Si mulut tanpa saringan!
Aku tak berani melirik Bang Arka, yang jelas pasti amarahnya sudah di ubun-ubun.
"Kakak!" Bentak Aldrich sambil memukul lengan kakaknya. Aku hanya melongo menatapnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
BERITAHU MEREKA!!!
RomanceSepertinya semesta masih ingin bermain-main denganku. Setelah mengoyak hatiku, kini membuat perjalanan hidupku terseok-seok tak tentu arah. Saat aku mulai merasa lelah dengan semua ini, bayangan wajahnya terus menghantui. Bahkan ternyata dirinya p...