꧁ Part 033 ꧂

2.3K 99 3
                                    

══════════ ꧁꧂ ══════════

Malam itu di Mansion Adiwijaya. Percakapan serius di antara anggota keluarga berjalan cukup lama.

"Demi kedamaian dua keluarga, sebaiknya kita tidak memperpanjang masalah ini," ucap Hadrian.

"Iya, permusuhan antara Danuarga dan Adiwijaya sudah berlangsung cukup lama. Kita tidak ingin tali permusuhan yang sudah terputus itu kembali tersambung, kan?" sahut pria berambut pirang.

Wanita berbaju terbuka menatap pada Finnegan. "Aku tahu kau merasa kehilangan Fionella. Kami juga sedih atas apa yang terjadi pada Fionella kami yang malang. Tapi, hubungan baik yang sudah terjalin ini tidak boleh retak. Akan sangat merepotkan ke depannya bila itu terjadi."

Finnegan menatap wanita di depannya itu. "Kalian ingin menganggap kematian Fionella sebagai kematian yang wajar?"

Hadrian bersuara, "Finnegan...."

Finnegan memotong ucapan Hadrian, "Kakek, Danuarga sialan itu telah membunuh Fionella. Kakek membiarkannya? Aku tidak peduli apakah kalian akan memperpanjang masalah ini atau tidak, tapi aku tidak akan pernah memaafkan mereka.

Akan aku buat pembunuh dari Danuarga itu mengakui perbuatannya. Jika kita membiarkan mereka hidup dalam kedamaian, mereka tidak akan pernah merasa bersalah atas apa yang sudah mereka perbuat. Dan yang pasti, Fionella tidak akan pernah tenang di alam sana."

Pria paruh baya angkat bicara, "Finnegan, dengar. Meski jenazah Fionella ditemukan di pertambangan batubara milik Danuarga, bukan berarti yang membunuhnya adalah orang dari Keluarga Danuarga. Bisa jadi ada orang lain yang mencoba mengadu domba keluarga Adiwijaya dan Danuarga. Siapa tahu si pembunuh sengaja membuang jenazah Fionella ke sana."

"Bahkan meski aku memiliki bukti ini?" Finnegan menunjukkan sebuah pin kecil berbentuk ornamen ular yang terbuat dari emas.

Keluarga Adiwijaya terkejut melihat benda tersebut.

Finnegan bangkit dari sofa. Ia tersenyum sinis. "Aku tahu kematian Fionella tidak ada apa-apanya bagi kalian. Itu karena kalian menganggapnya bocah yang tak berguna bagi keluarga.

Untuk dihargai di keluarga ini, kau harus menjadi seseorang yang hebat yang mampu mengurus perusahaan di usia muda dan bersaing dengan pengusaha lain. Padahal Fionella adalah generasi muda yang akan menjadi pilar Adiwijaya di masa depan.

Tapi, memang begini cara mendidik anak dalam keluarga Adiwijaya. Tidak bisa diharapkan." Setelah berkata demikian, Finnegan berlalu meninggalkan ruangan.

Keesokan harinya, Finnegan pulang ke rumah pribadinya di kota yang sama. Sebuah rumah besar dan mewah bertingkat tiga. Tidak ada pelayan mau pun bodyguard di rumah tersebut. Tampaknya pria itu ingin menyendiri.

Selama beberapa hari ia tidak pergi bekerja. Pria itu memasak makan malam sendiri. Setelah matang, ia menyantapnya. Namun baru dua suap, Finnegan teringat akan sesuatu. Ia membuka map berisi informasi pribadi milik Keluarga Danuarga __yang sudah diperbaharui oleh Jordan__, tepatnya Keluarga Arkenzie Danuarga.

Tatapan tajam Finnegan tertuju pada foto Arkenzie. Ia mengeluarkan ponselnya kemudian melihat video dalam berkas. Dalam video itu terlihat Arkenzie yang sedang mencoba memperkosa Fionella. Sementara Fionella tampak ketakutan dan memohon agar Arkenzie tidak melukainya.

Videonya hanya berdurasi 16 detik. Finnegan tidak bisa menggali informasi lebih lanjut dari video tersebut.

Ternyata setelah kasus kematian Fionella ditutup, Finnegan mencari informasi dan bukti sendiri. Anak buahnya menyusup masuk ke TKP di pertambangan batubara Keluarga Danuarga, ia berhasil menemukan wadah pensil milik Fionella yang cukup jauh dari TKP. Isinya ada pin ornamen ular yang berdarah dan juga kartu memori.

Finnegan meminta dokter dari rumah sakit lain untuk memeriksa DNA yang mungkin menempel pada kedua benda tersebut.

Hasilnya pun ke luar, rupanya terdapat DNA Fionella dan orang lain di pin tersebut. Sementara di kartu memori hanya terdapat DNA Fionella.

DNA orang lain yang ditemukan di pin sudah rusak. Dokter yang melakukan analisis hanya bisa memastikan kalau pemilik DNA tersebut memiliki warna rambut yang gelap antara hitam dan cokelat.

Finnegan menyadari jika sebagian besar keluarga Danuarga, terutama keluarga Arkenzie Danuarga memiliki warna rambut gelap.

Namun, setidaknya itu sudah menjadi sebuah petunjuk yang semu.

"Aku tidak akan berhenti sampai di sini. Lihat saja, Arkenzie, aku akan membuktikan kalau kau pembunuh yang aku cari," geram Finnegan.

꧁꧁ Flashback Off ꧂꧂

Finnegan mengambil gelas berisi anggur di meja. Ia meneguknya.

Terdengar suara bel berbunyi menandakan ada tamu yang datang.

Finnegan bangkit untuk membuka pintu. Ternyata seorang wanita cantik dengan pakaian yang kekurangan bahan.

"Selamat malam." Wanita itu tersenyum genit.

"Masuklah." Finnegan membuka lebar pintunya.

Wanita itu memasuki ruangan sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Aku tidak mengira akan mendapatkan tamu yang kaya dan tampan."

Finnegan menutup pintu. "Lakukan pekerjaanmu dan segera pergi setelah selesai."

"Kau tidak sabaran, ya."

Keesokan harinya.

Finnegan kembali menyamar menjadi Finn, bodyguard pribadi Skyra untuk mengantarkan gadis itu ke sekolah.

Keduanya masih sama-sama diam. Tampaknya tidak ada yang berniat memulai percakapan.

Finnegan selalu datang lebih awal untuk menjemput Skyra. Ia benar-benar mendalami perannya dalam bertanggung jawab sebagai bodyguard antar-jemput.

Sore itu, Finnegan menjemput Skyra. Ia menunggu di seberang SMA Harapan Buana. Namun, Skyra tidak kunjung ke luar dari gerbang. Padahal siswa-siswi lainnya sudah pulang.

"Ke mana perginya gadis itu? Apakah dia sudah pulang duluan dan meninggalkanku karena takut dengan penampilanku yang ini?" gumam Finnegan.

Sementara itu, Skyra sedang berada di ruang seni budaya. Rupanya ia mengikuti ekstrakurikuler seni rupa. Apa lagi kalau bukan seni melukis dan menggambar. Itu adalah bakat yang ia dapatkan dari belajar sendiri alias otodidak.

Ponsel Skyra bergetar. Diam-diam ia memeriksanya di kolong meja. Ternyata ada pesan dari Finn.

Finn : Nona, apakah Anda masih di dalam kelas?

Skyra : Iya, sebentar lagi bubar, kok.

Beberapa menit kemudian, guru seni budaya bersuara, "Kalian semua boleh pulang, kecuali Skyra. Tahun ini Skyra akan ikut lomba melukis. Dia harus ekstra latihan. Untuk lomba tari, seni musik, dan solo, kalian akan mendapatkan bimbingan khusus dari pelatih yang diundang sekolah."

Para murid pun berpamitan untuk pulang.

Skyra melanjutkan menyelesaikan gambar yang ia buat.

Guru seni budaya menghampiri Skyra yang hanya sendirian di ruangan itu. Dari pin nama yang tersemat di kemeja pria itu, tertera nama Alex.

"Pak Alex, kapan saya boleh pulang?" tanya Skyra saat Alex sudah ada di depannya.

Alex menatap hasil gambar Skyra. "Sketsamu selalu bagus," ucapnya seraya mengambil kertas tersebut. Tanpa sengaja, tangannya bersentuhan dengan tangan Skyra.

"Terima kasih, Pak. Jadi, apakah saya boleh pulang?" tanya Skyra lagi.

Alex mengalihkan pandangannya pada Skyra. "Bisakah kau membantuku, Skyra?"

"Apa yang bisa saya bantu, Pak Alex?"

══════════ ꧁꧂ ══════════

Karya asli Ucu Irna Marhamah
21.33 | 9 Agustus 2017

Follow instagram @ucu_irna_marhamah
@novellova

NYCTOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang