꧁ Part 044 ꧂

1.9K 89 0
                                    

══════════ ꧁꧂ ══════════

Perhatian Hadrian dan Finnegan teralihkan pada Helga dan Emma yang menuruni tangga. Masing-masing dari mereka membawa nampan kosong.

Hadrian mengernyit. "Apakah ada seseorang di lantai atas?"

Finnegan tidak segera menjawab. Ia panik, tapi mencoba terlihat santai. "Mereka baru saja membawakan makanan untukku ke kamar, tapi aku belum sempat memakannya karena aku ingin menemui Kakek yang datang tiba-tiba."

Hadrian tampaknya tidak percaya dengan penjelasan Finnegan. Ia menatap cucunya untuk mencari kejujuran dari sorot mata pria itu.

"Kau tidak sedang menyembunyikan sesuatu dariku, kan?" tanya Hadrian penuh selidik.

"Aku tidak menyembunyikan apa pun," sanggah Finnegan.

Hadrian bangkit dari tempat duduknya, kemudian bergegas menaiki tangga menuju ke lantai atas.

"Gawat!" batin Finnegan. Ia masih mencoba terlihat tenang dan menyusul kakeknya.

"Jika sampai aku menemukan hal yang tidak aku harapkan, aku akan menghukummu, Finnegan!" bentak Hadrian.

Sesampainya di tangga teratas, langkah Hadrian terhenti, begitu juga dengan Finnegan.

Finnegan mengernyit. Ia memiringkan kepalanya untuk melihat ke depannya, ternyata wanita penghibur yang berdiri di depan sana.

"Tuan, aku permisi, ya." Wanita itu berpamitan pada Finnegan.

"Iya," jawab Finnegan.

Wanita itu pun berlalu pergi.

Hadrian menatap kesal pada Finnegan. "Bisakah kau berhenti menyewa wanita penghibur? Kau seperti pria kesepian. Bukankah sebaiknya kau menikah?"

Finnegan menyahut, "Aku memakai pengaman."

"Bukan masalah pakai pengaman atau tidak. Jika seseorang memotret kelakuanmu dengan wanita penghibur bagaimana? Atau yang lebih parahnya lagi musuhmu menyuruh wanita penghibur untuk memata-mataimu," ujar Hadrian.

"Hmm, baiklah." Finnegan mengalah karena tidak ingin berdebat lagi dengan kakeknya.

"Ternyata makanan yang tadi diantar oleh pelayan untuk wanita itu?" Hadrian melipat kedua tangannya di depannya.

Finnegan mengalihkan pandangannya. "Ya, begitulah."

"Pantas saja kau begitu panik dan mencoba menyembunyikan kehadirannya dariku," kata Hadrian dengan nada ketus.

"Mau bagaimana lagi, Kakek terlalu cerewet," sahut Finnegan.

"Awalnya aku berpikir jika kau telah melakukan sesuatu pada seseorang dari keluarga Danuarga," gumam Hadrian.

Finnegan terkejut mendengar itu. Ia mendongak menatap Hadrian. "Maksudnya?"

Hadrian menjelaskan, "Aku dengar, seorang putri dari keluarga Danuarga telah menghilang. Diduga dia diculik karena bodyguard yang menjaganya mengalami kecelakaan mobil saat akan menjemputnya. Seolah itu sudah direncanakan.

Sebenarnya aku datang ke mari untuk itu. Aku ingin memastikan kalau kau tidak berbuat macam-macam. Jangan menyulut peperangan dengan keluarga Danuarga. Bisa-bisa kita diusir dari negara ini jika sampai membuat kekacauan besar seperti apa yang telah dilakukan oleh nenek moyang kita dulu."

Finnegan menatap ke arah lain tanpa memberikan jawaban.

"Baiklah, aku pergi." Hadrian menepuk bahu Finnegan, kemudian berlalu.

Di pertengahan tangga, Hadrian menghentikan langkahnya. Ia mendongak menatap Finnegan. "Ngomong-ngomong, kau tahu dari mana mengenai pertemuan antara keluarga Adiwijaya dengan Danuarga waktu itu?"

NYCTOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang