88. Tengah malam

703 117 4
                                    

Jaemin terbangun dari tidurnya begitu saja. Keringat dingin bercucuran membasahi pelipisnya, dadanya naik turun karena nafasnya yang terengah-engah.
Ia meremat rambutnya, mimpi yang dilihatnya tadi benar-benar membuatnya tidak tenang. Bagaimana saat ia bermimpi jika ayahnya meninggal tadi. Matanya memerah diiringi nafas yang masih memburu.
Jam masih berada di sekitar angka dua belas. Diluar masih gelap, masih sepi. Jaemin turun untuk pergi ke kamar Jeno. Papanya masih tertidur pulas dengan Xiyeon disebelahnya.

Jaemin memilih ke ruang tengah dan duduk disofa, tengah malam seperti ini entah apa yang dilakukannya sendirian. Jaemin sebenarnya mengantuk, tapi rasa takut lebih mendominasi dirinya. Ia benar-benar takut jika mimpinya menjadi nyata, apalagi terasa nyata baginya.
Ruangan yang semula sepi kini diisi isakan kecil dari remaja yang duduk seorang diri disana. Tangannya mengepal kuat menyalurkan rasa takutnya.
Tangisannya memelan begitu ada lengan yang merangkul bahunya, menarik tubuhnya kedalam pelukan. Xiyeon mengusap kepala Jaemin menenangkan anak itu yang masih menangis.
"Ada apa? Kenapa menangis?"

"Nana gak mau papa pergi...Nana gak mau.."

"Hey..itu cuma mimpi. Gak mungkin jadi kenyataan. Toh papa masih disini kan? Lagi tidur dikamar. Jangan dipikirin, Kenapa gak tidur lagi?"

"G-gak bisa tidur.."

"Mau tidur sama mama? Biar bisa dipeluk papa juga"Jaemin mengangguk. Hanya saat bersama Xiyeon atau Jeno saja ia bisa bersikap seperti ini, bersikap sesuka hatinya walau kadang ia merasa egois.
"Udah..jangan diinget terus. Nanti makin gak bisa tidur, pusing loh kepalanya kalau terus-terusan mikir"

Xiyeon mengusapi kepala Jaemin, rambut anaknya basah karena keringat. Xiyeon bangun tadi karena mendengar pintu kamarnya dibuka lalu tangisan anaknya diruang tengah. Jaemin masih terjaga, matanya sesekali melirik Jeno yang sama sekali tidak terganggu dengan kedatangannya. "Papanya terlalu cape. Kemarin kan papa pulang nya telat"

"Tidur ya? Masih harus sekolah kamunya."Xiyeon menarik tangan Jaemin dan menggenggamnya. Mengusapnya lembut sembari memeluk Jaemin. Remaja Na itu perlahan kembali tertidur walaupun masih merasa takut. Tapi setidaknya ia tahu Jeno masih ada disebelahnya.

***

"Nanti pulang sekolah temenin papa mau?"

"Kemana?"

"Kerumah temen papa sebentar doang"

"Aku kenal gak?"

Jeno mengangguk, "iya. Paman Dejun, inget kan?"

"Owhh... yang waktu salah beli minuman malah beliin soda buat aku kan? inget-inget"Jaemin menganggukkan kepalanya. Ingat saat dirinya ikut ke rumah Xiaojun yang malah dikasih soda. Jelas-jelas dia baru kelas dua tapi malah dikasih soda.

Bahkan tuan terhormat Lee Jeno hampir melemparkan kaleng soda itu jika saja Xiaojun tak segera mengambilnya. Galak ya ternyata

"Oke pak, udah sampe. Sesuai tujuannya ya?"

"Kayak taksi online aja."Jeno terkekeh, sengaja mengacak rambut Jaemin. "Nanti papa jemput"

"Ay ay, captain!"Jaemin mencium pipi Jeno sekilas lalu turun dari mobil. Masa bodoh jika diejek, toh yang mencium papanya dia sendiri bukan orang lain kan.
Jaemin melirik ke dalam kelas, tidak ada Chenle. Bibirnya menekuk kebawah, teman sebangkunya masa tidak datang lagi.
"Ekhem..permisi, tuan Zhong Chenle mau lewat dulu"

"Dikira gak sekolah"Chenle menatap Jaemin terkejut,
"Masa sahabatnya Na Jaemin ini gak sekolah. Yang bener aja"

"Ya siapa tau kan?"Jaemin mendudukkan dirinya di bangkunya. Terkejut begitu tiba-tiba ada yang datang sembari menggebrak meja nya.
Chenle yang baru juga duduk pun sama kagetnya, menatap remaja didepannya sebal. "Kenapa sih? Ngajak berantem?"

"Hehe...iseng aja. Aku Felix"Jaemin mengedip polos, menatap uluran tangan remaja didepannya ini. Baru hari ini ia melihatnya, "h-hai?"

"Tadi bikin kaget ya? Maaf..hehe."

"Kamu murid pindahan?"remaja yang menyebut dirinya Felix itu menjentikkan jarinya, "betul sekali"

Chenle dan Jaemin sama-sama membulatkan mulutnya lalu mengangguk. "Aku Chenle, itu Jaemin. Panggilannya Nana"
Jaemin menepuk pundak Chenle sedikit keras, bisa-bisanya dengan mudah membeberkan panggilan khususnya.
"Nana? Oh god..lucu sekali namamu"

Keduanya kembali terdiam mendengar ucapan Felix. Yang ditatap pun hanya tertawa pelan, "maaf..aku masih menyesuaikan diri"

"Kamu...dari mana?"

"Australia, kenapa?"
Jaemin dan Chenle kompak menatap Felix terkejut sampai-sampai mulut mereka berdua terbuka. Felix hanya tertawa kecil sembari tersenyum pada Jaemin. Sementara anak yang masih tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya itu hanya bisa tersenyum, masalahnya seakan hilang begitu saja.

***

"Dari Australia? Wah...orang luar dong"

"Iya, ngomongnya juga masih pake bahasa Inggris gitu loh."

"Baik gak?"

"Baik banget. Tadi istirahat dia makan bareng sama aku sama Chenle. Terus pas pulang juga nungguin papa bareng, yang tadi duduk disebelah aku itu loh"

"Oalah itu ternyata. Punya temen baru nih ya.."Jaemin tertawa kecil begitu Jeno menyentuh perutnya dan menggelitikinya sebentar.
Mereka baru saja sampai dirumah Xiaojun, papanya itu memang ada hubungan kerjasama perusahaan dengan paman Dejun.
"Eh, dikira masih lama kesini nya. Ada Jaemin juga ternyata"

"Aku gak akan dikasih lagi soda kan?"Xiaojun tertawa begitu Jaemin mengingatkannya pada kejadian dulu lalu menggeleng, "udah beli susu kotak banyak khusus buat kamu. Ada di kulkas. Ambil aja sendiri"

Jaemin menatap Jeno dulu meminta izin baru berlari menuju kulkas milik paman Dejun. Benar saja, pria itu sudah membeli banyak susu kotak yang berjejer rapi didalam kulkas. "Paman Dejun, ada es krim juga gak?"

"Oh ada dong. Khusus buat kamu"

"Yeay! Papa lama-lama in aja ya dirumah paman Dejun. Nana mau habisin makanannya dulu"

"Pulang dari sini naik berat badan mu, Na"Jaemin menggeleng, sudah ada sekotak susu ditangannya. "Gak mungkin.."

Memang seperti ini jika Jaemin datang ke rumah Xiaojun. Pria itu selalu saja menyiapkan banyak makanan untuknya. Buktinya Xiaojun baru bilang jika ada banyak makanan di lemari dari mulai kue sampai jelly pun ada.
Emang the best lah paman Dejun ini kalau masalah makanan. Jaemin juga sesekali merecoki papanya yang tengah mengobrol tentang bisnis dengan paman Dejun. Sesekali ia paksa Jeno untuk ikut makan camilan begitupun Xiaojun.
"Gimana sekolahnya?"

"Baik kok. Tiap ulangan nilainya bagus"

"Weys.. pinter banget. Keponakan paman juga sama kayak kamu sekolahnya. Cuma udah lulus"

"Siapa?"

"Sungchan"

"Oh!"Jaemin memekik sembari menaruh kotak susu yang sudah kosong keatas meja, menatap Xiaojun serius. "Aku kenal kak Chan"

"Kenal? Darimana?"

"Kan satu sekolah waktu SD. Beda-"
Jaemin menjeda ucapannya sembari menghitung sesuatu, "-beda tiga tahun. Kan kak Chan yang ngasih bola bisbol buat aku"

"Oalah...gitu ternyata."

"Kak Chan nya dimana?"

"Ya dirumahnya lah masa disini. Kan paman bukan papanya"

"Oh iya ya.. sorry, Nana lupa"
Jeno tertawa mendengar Jaemin mengatakan maaf dalam bahasa inggris. Sudah bisa ia duga jika teman barunya lah yang mengajarkannya.

[]

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang