116. Kebohongan Na Jaemin

745 109 16
                                    

"permisi, ada kiriman bunga untuk anda"
Xiyeon mengernyit heran, menatap keranjang berisi rangkaian bunga dihadapannya. Tidak ada nama pengirimnya.
Xiyeon sampai memutar-mutar keranjang itu hanya untuk mencari nama si pengirim. Terkejut saat tiba-tiba pintu ruangannya dibuka. "Bisa tidak mengetuk dulu?"

Pria itu hanya tertawa lalu menatap keranjang bunga yang dipegang Xiyeon. "Ah..ternyata bunga dariku sudah sampai"

"Darimu?"
Minhyun mengangguk sambil meminum kopi. Niatnya untuk mendekat pada Xiyeon batal saat seseorang tiba-tiba menabrak bahunya lalu menatapnya datar. "Tidak usah mengaku-ngaku. Akui saja dirimu tidak bisa membeli bunga seperti itu"

Xiyeon menahan tawanya melihat Jaemin terlihat menyeramkan sekarang. "Ini dari kamu? Ah.. terimakasih..cantik sekali"

Jaemin masih menatap Minhyun sengit, hampir saja tadi ia melemparkan kaleng soda ditangannya. "Tunggu dulu...ini kenapa mukamu memar seperti ini? Kamu berantem?"

"Sama siapa? Berantem sama siapa hm? Bisa-bisanya anak mama berantem. Siapa yang ngajarin?"Jaemin mencebik ketika Xiyeon menyuruhnya duduk di kursi untuk diobati.
"Hanya luka kecil.."

"Luka kecil apanya? Bibir kamu berdarah gini, ujung mata kamu juga ungu."Jaemin meringis kala Xiyeon sengaja menekan lukanya.
Jaemin akui, ia memang bertengkar disekolah. Lebih tepatnya saat pulang sekolah.
"Mama gak suka ya liat kamu pulang kayak gini"

"Ya jangan diliat.."
Xiyeon hampir melemparkan botol alkohol ke kepala Jaemin jika saja anak itu tidak segera menghindar. Mengambil jaket yang kemarin ketinggalan disini. "Aku pergi lagi"

"Jangan lupa makan!"
Jaemin mengangkat ibu jarinya lalu menutup pintu ruangan Xiyeon. Ditatapnya Minhyun yang masih menunggu diluar ruangan Xiyeon. "Masih lebih tampan aku"

Minhyun menatap Jaemin tak percaya, "bisa-bisanya dia membandingkan ketampanan ku. Dia masih kalah jauh.."
Jaemin menghentikan jalannya, menatap kaleng soda ditangannya yang belum ia buang. Tersenyum miring lalu berbalik, "ya..kau benar. Jadi terima hadiah mu!"

Ia tersenyum setelah melemparkan kaleng kosong tadi ke kepala Minhyun. Latihan bisbol nya tidak sia-sia. "Sekalian buang ya? Tidak baik seorang dokter buang sampah sembarangan. Aku pergi"

"Anak sialan kau!"

"Dia anakku, Hwang Minhyun!"

***

Pria itu menatap tempat yang ia tuju. Setelah memarkirkan sepedanya ia masuk, bel yang berbunyi membuat beberapa pegawai disana menoleh.
"Aku kira kamu tidak akan datang hari ini"

Jaemin hanya diam, memakai apron berwarna merahnya.
Dia berbohong. Dia selalu bilang pada Xiyeon jika dirinya pulang telat karena belajar kelompok setiap ditanya. Nyatanya tidak, dia bekerja paruh waktu, tanpa sepengetahuan siapapun. Bahkan Chenle juga tidak tau.
Jaemin berbohong jika ia anak baik disekolah. Dia kadang tidak mengerjakan tugas, mendengarkan guru, bahkan pernah berniat tawuran jika saja Chenle tidak memergokinya. Jaemin berubah, drastis. Cap sebagai anak paling rajin sudah mulai menghilang, bahkan Chenle sampai adu mulut karena Jaemin yang tidak mau menjawab pertanyaannya, kenapa dia jadi seperti ini. Jaemin ceria? Tidak ada lagi Jaemin seperti itu. Ia hanya bisa tersenyum pada Chenle disekolah dan pada mamanya. Jaemin terlalu pendiam sekarang bahkan tatapannya tidak selembut dulu, tatapannya seakan menyiratkan kebencian yang ia simpan baik-baik didalam hatinya. Entah karena kejadian hari itu Jaemin jadi seperti ini.

Jangan dibahas, Jaemin tidak mau ia kembali diluar batas.
"Jaemin, makan dulu sana. Aku tidak mau melihatmu tiba-tiba pingsan"

Jaemin hanya tersenyum tipis sementara yang menyuruhnya untuk makan hanya mencebik, Hwang Hyunjin namanya. Pria itu tiba-tiba mematung begitu melihat dua orang pelanggan masuk. Ia langsung duduk menyembunyikan diri, membiarkan temannya saja yang melayani nya.
Seojun, pria itu juga seperti melihat Jaemin. Entah karena salah lihat atau memang ia tengah merindukannya, atau memang Jaemin disini. Seohjun tak tau.
Jaemin masih duduk di lantai, memainkan kuku jarinya menunggu Seojun pergi. "Kenapa?"
Jaemin meletakkan jarinya didepan mulut, menyuruh Hyunjin tetap diam.

"Sudah pergi?"
Jaemin kembali berdiri begitu Hyunjin mengangguk. Menatap punggung Seojun sampai pria itu naik ke mobilnya. Ponselnya bergetar, Chenle menelponnya. "Ganggu aja.."

"Oit! Dimana kau hah? Meninggalkan ku..kurang ajar"

"Maaf, ada apa?"

"Entahlah..aku hanya ingin mengajakmu minum kopi? Ada yang harus aku bicarakan denganmu"

"Bicara saja di telpon"

"Tidak bisa..aku harus bicara langsung"

"Jam 7, kafe kak Suho. Tidak ada tapi-tapian"Jaemin mematikan ponselnya begitu saja lalu mulai sibuk dengan para pelanggan.

***

Jaemin masuk ke kafe yang masih cukup ramai. Beberapa pasang mata mengarah padanya yang hanya memakai sweater hitam dan tasnya berada di sebelah bahunya.
"Mau bicara apa?"

"Duduk dulu.."Jaemin mendudukkan dirinya, menatap Chenle dihadapannya. "Nih, jangan bilang-bilang jika aku memberikan ini padamu"

Chenle menggeser gelas berisi Americano, dengan 8 shot espresso. Jaemin masih menatap Chenle dalam diam, membiarkan temannya itu bergelut dengan pikirannya sendiri.
"Aku tidak punya banyak waktu.."

"Oke, aku akan to the point... sebelumnya aku minta maaf tapi kenapa sekarang kamu berbeda seperti ini?"

"Hm?"alisnya terangkat sebelah tidak paham dengan ucapan Chenle.
"Kenapa kamu jadi seperti ini..jadi anak yang keras kepala, tidak lagi ceria seperti dulu. Tidak menyapa teman-teman mu dengan senyuman lagi.."

"Aku tau kau pasti mengetahui alasannya tuang Zhong. Kau hanya berbasa-basi atau bagaimana?"

"Kamu tidak seperti Jaemin yang dulu"

"Memang aku pernah bilang aku ini Jaemin yang sama?"
Jaemin berdiri, menyambar tasnya dan pergi begitu saja. Tanpa pamit, tanpa bicara lagi pada Chenle.
Selama dijalan Jaemin beberapa kali hampir ketengah jalan atau hampir menabrak kendaraan lain. Nasib baik lagu yang ia setel dengan suara yang keras, menyamarkan suara klakson kendaraan yang ia benci.
Jaemin memarkirkan sepedanya, menatap mobil yang tidak ia kenal terparkir cantik di garasi rumahnya.
"Mama beli mobil baru?"

Jaemin mengendikan bahunya, sambil menenteng tas ia masuk ke rumah. Tatapannya menjadi lebih dingin melihat seseorang yang bahkan belum pernah ia lihat. "Kenapa baru pulang? Apa selama itu mengerjakan tugas kelompoknya?"

"Siapa dia"

"Dia teman mama. Dokter baru dirumah sakit, beri salam sama dia Na"Jaemin menatap pria yang masih duduk di kursi rumahnya. Tersenyum kearahnya, "kau kira aku sudi menyapamu?"

Xiyeon terkejut melihat perilaku Jaemin. Ia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya sekarang, kenapa Jaemin bisa jadi sekasar itu.
"A-ah maaf.. mungkin dia kelelahan. Sekali lagi terimakasih sudah mengantar pulang, padahal aku bisa naik bis"

"Sudah malam, tidak baik wanita pulang sendiri. Saya pamit ya?"
Jaemin mendengar itu semua. Perkataan, nada bicara, senyuman tadi. Jaemin bingung kenapa mamanya harus kenal dengan pria itu bahkan sampai diantar ke rumah apalagi dokter baru. Sekuat apa daya tarik pria itu sampai membuat mamanya mau diantar pulang?

"Sekali lagi terimakasih ya, Jung Jaehyun"

[]

Pake Jahe gak papa kan ya? Takutnya gak cocok.
Kalau gak cocok kalian bisa kasih saran aja, biar aku ganti

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang