"oke..sudah semua.."
Jeno menatap sekelilingnya, sudah merapikan barang-barangnya. Sambil menyeret kopernya ia keluar dari salah satu kamar hotel dengan bangga. Senyum lebarnya seakan dipersiapkan matang-matang untuk si malaikat yang menunggunya dirumah.
Jeno tersenyum kecil melihat banyaknya hadiah yang sudah ia beli, tapi masih kurang. Jeno memiliki ide untuk membeli beberapa hadiah lagi sekalian membeli oleh-oleh untuk teman-temannya. Jeno terlalu senang sekarang, ia bernyanyi mengikuti lagu yang disetel nya di radio, memamerkan senyum kebanggaan nya. Jeno menghentikan mobilnya, menatap toko yang akan ia datangi. "Hadiah lagi..hadiah lagi.."senandungnya sembari masuk ke dalam toko. Tak tanggung-tanggung ia membeli hadiah sampai satu plastik besar. Belum beli oleh-oleh untuk temannya karena ditoko itu tidak ada."Jaemin pasti menyukainya.."ucapnya bangga. Bagaimana tidak, barang yang dibelinya semua ada ciri khas sang anak. Tangannya terulur mengusap boneka Doraemon yang cukup besar, Jaemin pernah minta boneka yang lebih besar lagi, katanya biar saat tidur bisa lebih nyaman dipeluk. "Sekarang oleh-olehnya"
***
Jeno melirik ke belakang menatap barang-barang yang sudah ia beli, yang mayoritas nya milik Jaemin. Tangannya mengetuk setir mobil mengikuti irama lagi, ia tidak sabar melihat anaknya berlari memeluknya dan mungkin tidak akan melepaskannya. "Wah..aku baru sadar banyak sekali barang-barang yang aku beli, biarlah."
Jeno mengerutkan dahinya, Xiyeon tidak mengangkat telponnya. Padahal wanita itu jarang sekali tidak mengangkat telpon dari siapapun. "Mungkin sedang kerja.."
Jeno berinisiatif untuk mengirim pesan suara saja, rencananya ia ingin menjemput dulu wanita itu baru pulang bersama menemui Jaemin.
"Aku pulang hari ini, aku akan ke rumah sakit ya? Kamu tidak membaca pesan dan tidak mengangkat telpon ku. Sedang sibuk ya? Maaf hehe. Jaemin bagaimana? Sudah sehat lagi belum? Nanti malah makin drop karena terlalu seneng liat hadiah-hadiah buat dia. Gak jauh dari rumah sakit kok, bentar lagi ini. Udah pulang kan? Semangat!"
Jeno tersenyum kecil setelah mengakhiri pesan suara itu. Kembali fokus pada jalanan.
Demi Tuhan Jeno tidak melihat adanya mobil yang lebih besar mengarah padanya dari arah sebelah kiri. Kecepatannya juga bukan main, yang dirasakan setelah nya adalah goncangan di mobilnya. Terasa melayang hingga akhirnya mobilnya terjatuh dalam posisi terbalik.
Jeno terbatuk, pening dikepalanya membuat pandangannya buram. Darah mulai mengalir di sekujur tubuhnya. Jeno menangis, bukan ini rencananya. Ia bisa lihat truk yang menabraknya pergi begitu saja."B-bajingan.."
Jeno berusaha menggapai ponselnya, tangan kanannya terjepit. "Kau... berjanji...untuk tidak...membuat.. Jaemin..menangis"ucapnya mulai putus asa.
Tubuhnya sakit dan sialnya memori seakan berputar. Mengingatkannya pada saat Jaemin lahir, saat anak itu menangis di gendongannya.
Nafasnya sudah memburu, mencoba terus membuka matanya, berusaha terjaga untuk meminta tolong. "Jaemin... maafkan papa sayang... Papa bohong..""Pak! Anda tidak apa-apa?! Kenapa tidak ada orang disini?! Pak saya mohon bertahanlah.."
Jeno mendengarkannya samar-samar, bibirnya tersenyum kecil. Berharap besar jika saat ia bangun nanti Jaemin akan berada dipelukannya.
***
Ambulan datang ke rumah sakit yang dituju. Mendorong brangkar dimana Jeno sudah mulai kehabisan banyak darah. "Siapa yang-"Xiyeon memekik melihat siapa yang harus ditanganinya. Ia tidak salah lihat, suaminya sendiri yang harus ada dalam keadaan ini.
"Jeno...Jeno bangun Jeno bangun..."ucapnya terus sembari masih kalut berusaha menyelematkan sang kepala keluarganya. "Maaf.."lirihnya berusaha menggenggam tangan Xiyeon.
Jeno sejak tadi berharap agar ia tertidur, sakit ditubuhnya bukan main-main. Bukan seperti saat ia harus membutuhkan donor dulu. Sakitnya ini lebih menyiksa. "Tenang..aku akan menyelamatkan mu Jeno..."Xiyeon menggenggam tangan Jeno, mengecupnya sembari terus berusaha untuk membuat Jeno stabil.
Seluruh orang di ruangan itu panik begitu bunyi EKG mulai tidak beraturan. Jeno menangis, berusaha memanggil anaknya. "H-hadiah Jaemin....ada di mobil.."
"Sakit Na..."lirihnya sudah mulai tidak tahan dengan rasa sakitnya. Tubuhnya seakan ditusuki berkali-kali sejak tadi. Dan sialnya ia malah melihat ibunya yang seakan menatapnya hanya datar. "K-kau..sudah berjanji..k-kau.."
Jeno menatap Xiyeon yang terus berusaha untuk menyelamatkannya, tangisannya terlihat jelas olehnya. Tangannya berusaha menggapai wajah sang istri, mengusap pipi nya lembut. "J-jangan menangis... istri Lee Jeno..tidak pernah diizinkan..untuk menangis"
"Maaf...aku benar-benar minta maaf Xiyeon..."
Xiyeon menggeleng, menggenggam tangan penuh darah itu. Tangannya yang bergetar terus mengusapi wajah Jeno, terlihat jelas bagaimana suaminya kesakitan sekarang. "Xiyeon....aku mengantuk...boleh tidur?""Tidak! Aku tidak mengizinkannya!"
"Tapi...kau biasanya.. menyuruhku tidur"Jeno semakin lemah, nafasnya memburu untuk tetap terjaga, ia masih betah menatapi wajah cantik istrinya. Wajah yang menggambarkan sang malaikat yang menunggunya dirumah. "A-aku mengantuk...aku tidak tidur...kemarin.."
"Boleh...ya?"
Xiyeon menggeleng ribut, masih terus menolak permintaan Jeno. "Nanti...kasih aja hadiahnya..buat Jaemin..duluan. Aku mau...tidur dulu..""Maaf ya...kamu harus...takut seperti ini.."
"A-aku hanya ingin tidur...aku mengantuk.."
"Istri Lee Jeno..tidak pernah diizinkan untuk menangis..."Xiyeon memekik begitu suara nyaring dari EKG beriringan dengan genggaman tangan Jeno yang melemah. Garis lurus yang tenang terpampang jelas dihadapannya. Xiyeon menatap kedua lengannya yang sudah penuh darah, menggeleng ribut melihat Jeno sudah tertidur pulas dihadapannya. Ia menangis histeris melihat darah Jeno ditangannya, melihat Jeno yang sudah tidak berucap lagi.
Soo Yeon yang menghubungi Jong-hoon, sahabatnya itu benar-benar histeris. Ia membanting tubuhnya sendiri pada dinding, memeluk tubuhnya hingga jas putihnya berwarna merah sekarang. Darah Jeno benar-benar tercetak jelas di baju wanita itu. Nafasnya sudah sesak karena terus berteriak.
Dokter dan suster lainnya yang melihatnya ikut prihatin, Lee Xiyeon, wanita yang begitu kuat selama ini menjadi seperti sekarang dalam waktu sekejap.Sang dokter yang tegas yang selalu ada untuk pasiennya. Dokter yang paling kuat untuk menguatkan keluarga lainnya yang harus kehilangan salah satu anggota keluarganya. Dan detik ini, Xiyeon benar-benar bukan seperti yang orang kenal. Ia berteriak seperti orang kesetanan.
"Mama kenapa? Ada yang jahat sama mama?"
Ucapan itu membuat tangis Xiyeon memelan. Benar, masih ada seseorang yang akan lebih kecewanya dibandingkan dirinya.
Xiyeon masih berusaha terlihat kuat, demi sang anak. "Tidak Jeno...aku tidak bisa menjadi kuat lagi..."[]
#nangisbarengauthor
;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Call Him Nana
Fanfiction[Sequel dari 'Sweet Night'] Tepat di tanggal 13 Agustus, Seseorang lahir dan menambah cerita dihidup nya. Membuatnya bisa kembali merasakan sosok seseorang yang berharga di hidup nya "Kalian percaya adanya reinkarnasi?" [Cerita yang paling panjang y...