118. Kencan? yang benar saja

507 97 16
                                    

Xiyeon baru saja menaruh sepatunya di rak. Tubuhnya terasa lemas karena lelah, apalagi cukup banyak pasien yang ia tangani hari ini karena beberapa dokter mengambil cuti.
Baru saja menaruh tas dimeja Jaemin menabrakkan tubuhnya, memeluk Xiyeon erat. Ia sembunyikan wajahnya di leher Xiyeon.
"Uhm? Anak mama kenapa hm? Bagaimana sekolahnya?"

Jaemin menggeleng, masih memeluk Xiyeon. "Tidak apa-apa. Jika hari ini buruk bagimu besok pasti lebih baik lagi. Kamu tidak bertengkar kan?"
Xiyeon tersenyum kala Jaemin menggeleng, ia usap surai hitam Jaemin. Mengecup kepala Jaemin, "anak mama sudah besar ya sekarang"

"Ma.."

"Iya?"

"Aku rindu papa"
Xiyeon terdiam, pantas anak itu bertingkah aneh sekarang. Sejak masuk SMA anak itu jarang mau di peluk apalagi Jaemin sendiri yang memeluknya. "Mama juga rindu..kenapa tidak mau berkunjung?"

Jaemin menggeleng. Jujur saja, mentalnya masih belum kuat untuk menemui Jeno yang masih ia harapkan untuk pulang. Sejauh ini Jaemin hanya berani membeli bunga, meminta agar sang pemilik toko mengantarkannya ke makam sang ayah. Hanya sampai situ, tidak untuk tahap selanjutnya.
"Sudah makan?"

Jaemin mengangguk, walaupun hanya makan mie yang pasti Xiyeon larang karena baru dua hari yang lalu Jaemin makan mie. "Tidur sana, istirahat. Badan kamu hangat gini"

Jaemin masih memeluk Xiyeon, menghirup aroma parfum khas mamanya yang tidak pernah berubah sejak dulu. "Maaf ya jika kemarin mama membuat mu kesal. Mama tidak bermaksud seperti yang ada dipikiran mu kok. Tidur sana, mama gak mau liat anak mama sakit kayak gini terus cuma karena kepikiran sama sesuatu"

***

Jaemin sibuk memainkan game di ponselnya, sesekali mengumpat karena kalah. Xiyeon yang melihatnya tersenyum, duduk disebelah Xiyeon lalu bergelayut di lengan Jaemin. "Antar mama ke mall yuk?"

"Mau beli tas ya? Gak"

"Dih.. negatif mulu pikirannya. Mama mau belanja bahan-bahan makanan, kamu gak mau makan gitu dirumah? Udah cepet sana ganti baju"Jaemin pergi ke kamar nya sembari misuh-misuh tidak jelas. Niatnya ingin berbaring seharian penuh jadi gagal karena diajak pergi, lebih tepatnya dipaksa.
Xiyeon memandang foto yang kini terpajang sejak Jaemin kelas sembilan. Foto si pria itu tengah mengenakan jas dengan wanita disebelahnya dengan gaun berwarna merah dan anak kecil di pangkuan pria itu.

"Sudah? Ayo"
Jaemin menyambar jaket jeans nya lalu menuju foto yang tadi Xiyeon amati. Dikecupnya foto pria itu lalu menyusul Xiyeon yang sudah menunggu di luar.

Aku lupa belum menjelaskan rutinitas Jaemin setiap mau pergi,
Mengecup foto ayahnya baru keluar dari rumah, Lee Jeno yang benar-benar dirindukan oleh ibu dan anak itu.

***

Jaemin diam-diam memasukkan beberapa batang coklat ke dalam keranjang, mencari kesempatan untuk memasukkan banyak camilan ke keranjang.
"Mama tau itu Na Jaemin"

Jaemin mencebik sebal, tidak mungkin ia harus menyimpan kembali banyak camilan yang sudah ia masukkan ke keranjang. "Siapa juga yang menyuruhmu menyimpannya lagi, makanya gak usah marah duluan jadi anak"

Jaemin tersenyum senang, tangannya kembali beraksi mengambil camilan yang ia inginkan. Xiyeon yang dulunya kadang melarang Jaemin membeli sesuatu kini lebih royal lagi. Dia tidak terlalu melarang keinginan Jaemin, apalagi keinginan anak itu tidak akan terlalu susah.
Bayangkan saja anak umur 17 tahun masih merengek meminta susu kotak. Bahkan Xiyeon tak yakin jika Jaemin sebenarnya sudah dewasa, hanya badannya saja yang besar.

Ngomong-ngomong tentang umur Jaemin, bagi beberapa orang mungkin merayakan hari ulang tahunnya yang ke-17 yang pastinya spesial.
Tidak dengan Jaemin, dia itu malah menolak mentah-mentah kejutan yang Mark rencanakan. Jaemin hanya meminta beberapa hadiah kecil saja, bahkan kue yang biasanya ia makan sendiri jadi dihabiskan Haechan karena hanya dimakan dua potong.
"Ya gak usah sekeranjang penuh gitu juga dong ganteng"

"Hehe... persediaan habis dirumah"Xiyeon menggelengkan kepalanya, bahkan bahan makanan yang ia beli hampir sama jumlahnya dengan camilan yang Jaemin beli.
"Heran..kamu itu kayaknya anak TK yang masuk ke tubuh anak SMA deh"

"Enak aja"
Jaemin mengambil ponselnya dari dalam jaket, menatapnya sebentar lalu mengangkat telpon itu.
"Hah?"

"Kamu dimana?"

"Kencan"

"Hah?! Aku tidak salah dengar kan?! Siapa?! Sama siapa kamu heh! Wah...daebak, Seorang Na Jaemin yang bahkan dinginnya mengalahkan kutub Utara ternyata memiliki pacar.
Kau harus mentraktir ku anak menyebalkan. Katakan siapa namanya?"

"Kau mau tau? Dia bahkan lebih hebat dari wanita manapun. Namanya....
Lee Xiyeon"

"Na Jaemin kurang ajar! Kau-"

Jaemin tersenyum jahil, memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Melihat Xiyeon yang hendak membawa kresek berisi belanjaan ia langsung merebutnya, membawanya semua tanpa mengizinkan Xiyeon membawanya sedikit pun.
"Wah..anak mama sudah seperti pria sejati saja. Istrimu nanti pasti senang melihat suaminya yang sudah seperti pembantu"

Jaemin berhenti melangkah, menaruh satu kresek di lantai lalu kembali berjalan.
"Mudah tersinggung dasar...bawa perasaan mulu. Anak siapa coba.."

"Mohon maaf, Na Jaemin ini anak mu nyonya Lee Xiyeon. Atau harus ku panggil Na Xiyeon agar sama?"

***

"Ya tuhan..tanganku seakan mau patah"lirih Jaemin setelah merebahkan tubuhnya di sofa.
"Susun makanan mu sendiri. Enak saja mama yang menyusunnya"

Xiyeon menatap Jaemin yang diam, anak itu sudah masuk ke alam mimpi nya. Membiarkan Xiyeon yang menyusun semua makanan dan minuman yang Jaemin beli. Padahal hanya memegangi sebentar, saat di bis kreseknya ditaruh dibawah jadi tidak berat. Tapi kelihatannya Jaemin baru membawa sekarung beras dan berjalan kaki menuju rumah.

Mendramatisir keadaan.

"Karena kamu tidur... yaudah mama gak jadi bikin tteokbokki nya"

"Enak aja. Bikin!"seru Jaemin yang kembali berbaring, matanya mengedip lucu menatap langit-langit. Sesekali menguap karena mengantuk, memang biasanya jika hari libur seperti ini Jaemin akan tidur siang sampai nanti ia harus pergi ke suatu tempat. "Yaudah tidur aja, nanti mama bangunin"

"Yang banyak ya bikinnya"ucap Jaemin lalu memejamkan matanya. Xiyeon hanya tersenyum kecil, disisi lain ia juga mulai tidak terlalu khawatir pada Jaemin. Dia sudah mulai bisa mengontrol ketakutannya walaupun kadang Xiyeon mendengar Jaemin menangis dikamar. Setidaknya anak itu tidak berusaha untuk melukai dirinya lagi.

Disisi lain juga Xiyeon sedih melihat Jaemin. Anak itu masih berharap papanya pulang sampai detik ini walaupun Jaemin tau papanya sudah pulang ke rumah yang sebenarnya.
Sulit untuk membuat Jaemin tidak kembali berharap, setiap Mark atau Haechan mencobanya mereka malah jadi korban dari amukan Jaemin yang tak terima dengan perkataan mereka.

Banyak yang memandangnya remeh sebenarnya karena tidak bisa mengurus satu anak seperti Na Jaemin.
Mereka hanya belum tau, bahkan tidak tau bagaimana Xiyeon terus memutar otaknya untuk membuat Jaemin melepaskan lelahnya tiap hari. Ditambah pekerjaan nya yang bukan main-main, tidak seperti Jeno dulu yang bisa meluangkan banyak waktu untuk Jaemin.

[]

Aku gak tau bakal double update atau gak ya..

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang