115. Americano

578 106 14
                                    

Masih pagi, bahkan terlalu pagi. Si pemilik rumah sudah ribut dengan seragamnya yang belum dikancingkan dengan benar, rambutnya berantakan, giginya menggigit sepotong roti. "Bajumu itu astaga.. kamu mau pamer apa gimana ceritanya?"

Pria itu hanya terkekeh, dia terburu-buru hari ini. Satu-satunya wanita dirumah itu menarik tangan si pria agar menghadapnya lalu membenarkan kancing baju seragamnya. "Sok sok an pamer"

"Udah telat, aku pergi"
Pria itu kembali lagi padahal sudah hampir keluar rumah, mengecup pipi wanita yang telah membenarkan baju dan rambutnya. "Pake jaket, diluar dingin"

***

Kakinya mengayuh sepeda miliknya yang sudah menemaninya sejak satu tahun lalu. Ditelinga nya terpasang alat elektronik yang mengalunkan lagu-lagu kesukaannya. Ia berhenti disebuah toko yang terlihat baru saja buka, memarkirkan sepedanya lalu masuk.
"Bagaimana? Sudah diperbaiki?"

"Aku baru buka hey.. tiba-tiba bertanya seperti ini. Belum, itu model lama jadi agak sulit memperbaikinya.
Kenapa tidak beli baru lagi?"
Na Jaemin, pria itu menatap sang pemilik toko datar sampai membuat orang itu canggung. "Sampai kapan?"

"Aku belum pasti, tapi akan segera ku selesaikan"

"Cepat. Kalau bisa lebih cepat dari perkiraan ku aku akan memberimu bonus"

"Siap, bos!"
Jaemin kembali menaiki sepedanya, ada satu toko lagi yang wajib ia hampiri setiap hari Senin. Bel diatas pintu berbunyi ketika Jaemin membuka pintu tempat yang baru buka, ia terlalu pagi hari ini.
"Seperti biasa?"

"Ya.. terimakasih juga sudah membersihkannya"

"Tidak masalah..kamu pelanggan tetap disini kan?"
Jaemin tersenyum, mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikannya. Matanya menangkap keranjang berisi rangkaian bunga, terdiam sebentar. "Aku beli itu juga, antarkan kesini bisa?"

Wanita si pemilik toko bunga menatap kertas yang diberikan Jaemin. "Ah kesini..tentu saja"

"Terimakasih"Jaemin sudah menyelesaikan tugasnya setiap hari senin. Tujuannya sekarang sekolah, lumayan bisa beli kopi dulu di kafe dekat sekolah. Kakinya tidak mengayuh sepedanya secepat tadi, memilih menikmati dinginnya udara sementara dia sama sekali tidak memakai jaket. Lengan seragamnya juga pendek, hebat jika nanti pulang ia tidak bersin-bersin.
Jalanan yang sudah dilaluinya selama setahun lebih ini kadang membuatnya candu, melihat sang baskara perlahan menyapa, membuat bintang-bintang semalam menghilang. Mendengar kicau burung yang saling bersahutan.

Kadang jika ia pulang malam jalanan juga akan menemaninya, lampu-lampu jalan seakan menggantikan sang candra jika sedang tidak terlihat. Jaemin suka, bahkan sudah ada lebih dari empat kertas dengan gambar jalanan yang selalu ia lalui setiap hari.
Jaemin tersenyum tipis, kafe nya tidak ramai. Ah memang dia terlalu pagi kan.
"Ah..Jaemin, aku sudah tau apa yang akan kau pesan. Tapi tidak salah? Sepagi ini? Americano? Kau sarapan apa hm?"

"Roti?"

"Aish..tidak tidak. Tidak ada 8 shot espresso, tidak akan kuberikan"

"Ayolah.. kau tega"
Pria yang sudah mengenal kesukaan Jaemin itu menatap sinis si lawan bicara, "aku tidak mau ibumu menemuiku hanya karena kamu overdosis espresso ya?!"

"Ayolah..kak Suho kan baik, ya ya ya? Kali ini saja"

"Sama seperti ucapan kemarin. Tidak."ucap Suho tapi tetap membuat kopi, hanya tidak seperti keinginan sang pembeli saja.
Anak itu mencebik, "aku yang beli, aku yang minum. Kenapa kau yang sibuk sih?"

"Kau gila?! Ibumu dokter dan aku tidak mau ditemui ibumu ketika dia tau anak semata wayangnya ternyata mengkonsumsi kopi sepahit itu. Anak kurang ajar memang"Jaemin tetap membayar walaupun sambil mengomel, mencibir Suho terus menerus.
"Aku tidak mau beli kopi lagi"

"Apa ruginya untukku? Hey.. Minggu lalu kau berkata seperti itu buktinya kemarin datang lagi. Ucapanmu hanya sesaat Na Jaemin..nih"Jaemin tersenyum begitu Suho memberikan dua potong roti yang masih panas. "Memang baik pemilik kafe yang satu ini"

"Banyak omong, sana sekolah"
Jaemin mengigit satu roti, untungnya gelas kopinya berada di dalam plastik jadi tidak susah. Tidak terlalu jauh jaraknya, Jaemin saja yang malas jalan.
Jaemin memarkirkan sepedanya di tempat biasa, sekolah masih sepi dan baru beberapa orang yang datang. Jaemin terkekeh kecil, ada ide bagus yang baru menyapa otaknya. Sambil membawa kopi dan rotinya ia ke perpustakaan, nasib baik belum ada penjaga jika tidak mungkin makanannya sudah disita. Jaemin mengambil satu buku yang kemarin belum ia selesai baca, sambil duduk dipojok ruangan ia membaca nya. Dengan ditemani americano yang masih panas dan roti. Jaemin paling suka jika datang pagi, selain sepi dia juga sering dapat roti gratis dari pemilik kafe cerewet itu.

"Hah! Minum kopi lagi!"

Jaemin memutar bola matanya sembari mendengus, Chenle hampir saja membuat kopinya jatuh ke atas buku. Bisa-bisa uang yang ia kumpulkan untuk membeli peralatan game berkurang hanya untuk mengganti buku.
"Tumben baca buku"

"Siapa yang bilang baca buku?"
Jaemin tersenyum miring, membuka lembaran buku itu cepat dan terhenti dihalaman 67. Tangannya mengambil beberapa lembar uang yang ia selipkan disitu kemarin. Memang seperti itu, dia ke perpustakaan bukan untuk membaca melainkan mengambil uangnya yang kemarin tidak sengaja diselipkan karena Chenle yang terus mengomel meminta diantarkan membeli pena.

"Dasar..wah..mau ya?"Chenle tersenyum, mengambil roti yang masih utuh. Tangannya iseng meminum kopi yang dibeli Jaemin walaupun dalam benaknya ia takut jika akan sangat pait. "Uhm? Tumben.."

"Kau tau.. pemilik kafe itu. Padahal niatnya aku menambah satu shot lagi hari ini"

"Otakmu itu memang harus dicuci, Na..kau gila, benar-benar gila.
Sudah mengerjakan tugas?"

"Belum-aduh!"Jaemin menatap protes pada Chenle yang baru saja menendang tubuhnya. "Kau mau dihukum lagi?"

"Lumayan loh.. toilet sekolah jadi bersih karena aku kan?"
Chenle menarik telinga Jaemin, menyeret anak itu agar segera ke kelas. "Kerjakan"

Jaemin mengeluarkan bukunya sambil uring-uringan. Kopinya tertinggal di perpustakaan.
"Selesaikan, jika tidak aku buang kopi mu itu"ucap Chenle kembali ke perpustakaan untuk mengambil kopi milik Jaemin. Ia juga kembali menaruh buku yang diambil Jaemin tadi.

Sambil berjalan menuju kelas sesekali Chenle minum kopi Jaemin, walaupun mungkin anak itu tidak akan selamat dari omelan Jaemin karena telah meminum kopinya tanpa izin. Kopi saja se-posesif itu, hanya kopi.
Chenle menahan nafasnya melihat Jaemin, meremat gelas kopi ditangannya,
"BUKAN DENGAN CARA MENCONTEK PUNYA KU JUGA NA JAEMIN!!!!"

[]

He..
..He...
...He...

Lagunya boleh didenger, kata aku sih recommended:)

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang