30. Prasangka buruk

1.2K 178 19
                                    

Wanita dengan rambut yang diikat itu berjalan pelan memasuki rumahnya.
Ia mendudukkan dirinya di sofa dan menaruh tas nya.
Pikirannya benar-benar terganggu sekarang karena orang yang tidak diketahui identitasnya terus mengirimi Jeno banyak sekali pesan.
Bukan sekedar pesan, kata-kata manis yang dipakainya membuat Xiyeon jadi berprasangka buruk.

Dan tadi malam ia berhasil menguak misteri dibalik rentetan pesan di ponsel Jeno,
Itu sekretaris suaminya.
Xiyeon memijat pangkal hidungnya, kepalanya dibuat pening oleh wanita yang entah dari mana kedatangannya.
Ia takut jika dugaannya itu benar, takut jika Jeno tidak lagi setia padanya.
Tapi pemikiran itu selalu ditepis oleh Jeno yang jarang sekali menyentuh ponselnya selama bersama keluarganya. Jeno juga tidak memperlihatkan gelagat aneh selama dirumah maupun didekatnya.
Tapi bukankah kebanyakan pria akan tetap menjalani hari-hari seperti biasa jika ada rahasia yang mereka simpan baik-baik?

Xiyeon ingin sekali menanyakannya pada Jeno, hanya ia tidak ingin jika ujungnya mereka bertengkar karena dirinya yang pasti akan memaksa Jeno mengakui kebenaran nya.
Selama ini Xiyeon selalu yakin jika Jeno benar-benar menyayangi keluarganya tapi semenjak mengetahui siapa dibalik pesan-pesan itu dan Jeno yang sering pulang terlambat membuatnya berasumsi bahwa Jeno menyembunyikan sesuatu.
Orang lain boleh mengatakan jika Xiyeon hanya mengada-ada saja, tapi mereka semua pasti tau jika firasat seorang istri sangat kuat dan terkadang benar.

Tangannya perlahan mengusap wajahnya, memegangi kepalanya yang terasa berdenyut memikirkannya semua itu.
Xiyeon juga ingin melupakannya, tapi rasa curiganya kian bertambah setiap ia melihat Jeno ataupun ponsel suaminya.
Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika firasatnya benar dan Jaemin yang menjadi korban dari semuanya, dia tidak bisa membayangkan seperti apa Jaemin nantinya melihat ayahnya yang benar-benar memperhatikannya seperti itu.
"Mama!"

Xiyeon menegakkan tubuhnya buru-buru lalu memasang senyumnya seperti biasa ketika Jaemin baru datang dengan Jeno setelah bermain di taman.
Memang hanya dirinya yang tidak bergabung karena harus menghadiri rapat.
"Mama, tadi Nana beli roti untuk mama"

"Oh ya?"Xiyeon menerima bungkusan berbahan kertas berisi roti yang anaknya beli.
"Nana sudah makan?"

"Sudah..makan roti itu juga, enak!"

"Nana mau lagi gak? Ini buat Nana aja"

"Enggak..Nana kenyang, itu buat mama aja"Jaemin menepuk-nepuk perutnya lalu berlari begitu saja untuk mengambil mainan.
"Ada apa?"

Jeno mengecup singkat kepala Xiyeon lalu duduk disebelahnya. Memperhatikan wanita itu yang tampak resah.
"T-tidak ada.."

"Jika tidak ada tidak mungkin kamu sampai memegangi kepalamu seperti tadi. Kamu sakit?"

"Aku baik-baik saja.."

"Oh ya, Lusa pergi jam berapa?"

"Kata gurunya pagi, jam delapan kalau gak salah. Nanti aku cek lagi"Jeno mengerutkan dahinya karena ada yang aneh dengan istrinya akhir-akhir ini.
Xiyeon lebih sering diam dan melamun, sukses membuat Jeno khawatir.
"Aku mau ke kamar dulu"

"Istirahat lah, kamu pasti kelelahan"Jeno tersenyum pada Xiyeon lalu bergabung dengan Jaemin yang tengah menyusun balok.
Lihatlah, bahkan tidak ada yang aneh dengan suami dari Xiyeon itu.

***

Jeno menatap punggung Xiyeon dalam diam. Ada yang salah dengan sikap Xiyeon hari ini dan beberapa hari sebelumnya.
"Papa..sini.."

"A-ah iya..papa kesana"Jeno bangkit dari duduknya dan berbalik, terkejut ketika mendengar suara panci yang terjatuh ke lantai.
"Xiyeon!"

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang