117. Kamu harus percaya, Jaemin

570 106 14
                                    

"Na Jaemin mama tidak pernah mengajari mu bersikap kasar seperti itu pada tamu yang datang"

"Dan aku tidak pernah mengharapkan kedatangan pria itu!"

"Na Jaemin!!"Jaemin menatap Xiyeon, masih duduk di kursinya. "Seberapa berharganya dia? Dia hanya dokter baru kan? Untuk apa mama mendekatinya?"

"Mama tidak mendekatinya. Mobil mama mogok dan dia yang mengantarkan mama ke rumah"

"Naik bis bisa..naik taksi..atau mau aku yang jemput juga bisa. Kenapa harus sama pria itu? Mama sudah lupa dengan papa ya?"
Xiyeon bungkam, ucapan Jaemin membuatnya diam seketika.
"Benar kan? Aku kasih tau. Dia baru mengenal mama, dia hanya baru mengantarkan mama kerumah hanya karena mogok. Mama kira aku suka itu? Aku senang dia mengantarkan mama kerumah?"

"Jaemin dengarkan mama dulu"

"Keluar"

"Jaemin.."

"Aku bilang keluar. Jangan sampai membuatku membentak mama"Jaemin menatap pintu yang kini tertutup. Mulai meluapkan emosinya dengan melemparkan buku-buku diatas meja hingga berserakan di lantai. Kepalanya terasa berdenyut sekarang, dadanya terasa sesak. Bahkan tangan Jaemin sampai harus bertopang pada meja saking lemas kakinya.
Perlahan Jaemin mulai tenang, dadanya tak terasa sesak, kepalanya tak lagi sakit, kakinya kembali sanggup menopang berat tubuh nya.

Mata Jaemin buram, ia baringkan tubuhnya si kasur. Menatap bintang-bintang yang masih bertahan dikamarnya sejak ia kecil. "Aku percaya..mama tidak akan menggantikan papa...kan?"

***

Jaemin berangkat ke sekolah, tanpa memakan apapun sejak tadi malam. Kakinya mengayuh sepeda dengan kencang, mengabaikan sinar mentari yang menyapanya.
"Jaemin!"

"Pergilah"Chenle mencebik lalu tetap mengejar Jaemin. "Jaemin kau ini kenapa?"

"Aku bilang pergi ya pergi!"suara Jaemin menggema di koridor. Membuat semua murid disana menatapnya. Jaemin kembali berjalan meninggalkan Chenle, lagi-lagi ia harus berhenti karena dihadang.
"Minggir"

"Ow...kau kira aku akan melepaskan mu begitu saja?"pria itu mendekatkan mulutnya ke telinga Jaemin. "Kau kira aku akan mengasihani anak gila seperti mu? Tidak..anak seperti mu seharusnya masuk rumah sakit jiwa"

Pria itu tertawa bersama teman-temannya,

BUAAKKGHH...

Anak-anak perempuan memekik melihat Jaemin memukul salah satu dari mereka hingga tersungkur. Sayangnya sepertinya keberuntungan tidak berpihak padanya kali ini, teman-teman pria sialan itu berhasil memeganginya. Membuat dirinya menjadi samsak tinju pagi ini.
"Hentikan!!"

Chenle hampir saja melayangkan pukulannya, Jaemin sudah terduduk sembari memegangi perutnya. Nyerinya bertambah begitu maag nya kembali kambuh, "Jaemin kau baik-baik saja?"

"Jangan ganggu aku"Jaemin memaksakan dirinya berdiri, tangannya meremat perutnya kuat sebelum tubuhnya ambruk begitu saja membuat siswa-siswi heboh.
Sakitnya sudah kelewatan.

***

"Aku benci dirimu, Na Jaemin"Chenle menatap Jaemin yang masih diam. Tatapan dinginnya begitu menusuk kala menoleh, "aku membencimu sekarang. Kamu selalu sok kuat, aku tau jelas seperti apa dirimu selama ini".

"Kau tidak tau"

"Aku tau"

"Tidak Zhong Chenle. Kau kira kau tau semua tentang ku? Tidak. Jangan menjadi yang paling peduli padaku"

"Paling peduli apanya, kamu sahabatku tentu aku peduli"

"Kamu hanya baik di depan. Jangan kira aku tidak tau jika kamu dibelakang, kamu sama seperti orang lain"Chenle muak, ia cengkram kerah seragam Jaemin. Keduanya saling menatap dengan tatapan yang begitu menusuk,
"pikirkan saja dengan otakmu, bodoh. Kalau aku seperti yang kau bicarakan aku tidak akan disini. Bolos pelajaran hanya karena menunggumu disini.
Aku muak dengan sikapmu yang selalu seperti ini, menyalahkan dunia padahal tidak tau dunia salah apa. Jika aku bisa aku akan memukulmu sampai mati disini Na Jaemin!!"

***

Jaemin bolos. Chenle sudah bisa menduganya, hanya itu yang Jaemin lakukan ketika tidak ada siapapun yang berpihak padanya. Chenle tidak suka melihat Jaemin yang masih memusuhi dunianya, masih menyalahkan dirinya atas kejadian tiga tahun lalu. Jaemin belum pernah pergi ke makam, Xiyeon yang kadang pergi kesana. Tidak dengan Jaemin, anak itu selalu menolak kala diajak.
"Chenle, apa kau tidak kemana Jaemin?"

Chenle menggeleng pelan, masih memikirkan dimana Jaemin.

Pemuda itu mendudukkan dirinya di kursi taman. Wajah pucat nya menatap langit yang mulai gelap. Perutnya masih sakit walaupun tadi pagi Chenle membelikannya roti untuknya sekedar untuk mengganjal perut. Jaemin yakin bekas pukulan tadi pagi akan membekas di perutnya walaupun hanya memar.
Tangannya mengambil ponsel dari dalam saku jaketnya, Mark menelponnya. Jaemin mencebik, kenapa selalu Mark yang harus datang saat ia ada masalah.
"Halo? Jaemin? Kau mendengarkan ku kan?"

"Aku yakin kau mendengarkan ku. Aku mau bicara dengan mu, berdua. Bisa?
Aku tunggu di restoran dekat tempat latihan mu, sekalian makan siang"

***

Mark masih menatap Jaemin yang terlihat asik sendiri, bergelut dengan pikirannya sendiri.
"Na-"

"Aku tidak suka pria itu."Mark bingung dengan ucapan Jaemin. Pemuda itu masih memainkan kuku jarinya yang terlihat rusak karena sering ia gigit saat gugup.
"Pria apa? Paman tidak tau tentang itu"

"Dokter baru dirumah sakit paman. Aku tidak suka dia. Dia seolah ingin menarik perhatian mama."

"Jaemin..kamu takut?"
Jaemin mengalihkan pandangannya, egonya terlalu besar untuk mengatakan iya. Jaemin yang dulu sering menangis dan mengatakan jika ia takut pada sesuatu berbeda sekali dengannya sekarang, dia lebih terlihat tidak ingin membahas itu dibandingkan menceritakan yang ia rasakan.
"Kamu takut dia berhasil menarik perhatian mama mu?"

"Na..paman tau jelas seperti apa Xiyeon. Aku tau karena sejak papa mu pacaran dengannya aku lah yang lebih dulu tau. Aku tau jelas seperti apa Xiyeon, kau mau tau fakta dari hal yang seharusnya tidak membuat takut sekarang?
Mama mu itu, jika sudah jatuh cinta pada satu orang dia tidak akan bisa jatuh cinta pada orang lain lagi selain satu orang itu. Singkatnya begini, Xiyeon hanya jatuh cinta pada Jeno, dia tidak pernah jatuh cinta untuk kedua kalinya lagi"

"Tapi kemarin mama terlihat senang diantar pria itu.."

"Hey.. mama mu itu hanya berterima kasih padanya karena sudah mengantarkannya pulang. Kalau tidak mungkin mama mu akan pulang cukup larut, kamu tau kan saat itu tengah macet? Paman yakin kamu tau itu. Tersenyum pada pria yang kau maksud itu belum tentu itu berkaitan jika mama mu suka padanya. Paman menyakini satu hal, bahwa Lee Xiyeon, mama mu itu tidak akan pernah bisa kembali jatuh cinta lagi. Dia hanya bisa jatuh cinta pada satu orang dan itu papamu, papamu berhasil menaklukkan hati mama mu dulu.
Jadi, percaya pada paman tentang ucapan paman tadi kan? Sekarang percaya pada mama mu?"

Jaemin masih mengalihkan pandangannya, berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri.
"Padahal paman bukan mau membahas tentang itu sekarang.
Paman sebenarnya mau bertanya padamu"

Mark meneguk teh nya dulu, tenggorokannya terasa kering setelah menjelaskan tentang Xiyeon pada Jaemin.

"Kamu bekerja paruh waktu?"

[]

Tadinya mau double update nanti malem,
Tapi karena aku gabut sekarang..
Ya gitu

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang