107. Ayo main hujan

663 119 19
                                    

Jaemin terbangun dari tidurnya, jam 10. Xiyeon tertidur disebelahnya, wanita itu tidur dalam posisi duduk. Mamanya terlihat kelelahan sampai televisi pun tidak dimatikan.
Anak itu terkejut begitu pintu dibuka dan seseorang melangkah masuk. Membawa kue kecil dengan lilin yang sudah menyala.
"Maaf ya baru dibawa sekarang, maaf juga kue nya kecil. Waktu paman ke tokonya gak ada yang bagus, harus pesen terus nunggu beberapa hari.
Lama tau"

Jaemin masih diam memandangi Mark, terlebih kue yang dibawa oleh nya. "Selamat ulang tahun Nana..maaf kalau semisalnya Nana kecewa karena gak ada yang inget. Mama, paman sama paman echan harus ngurus sesuatu. Inget tentang jalur hukum itu?"

Mark tersenyum kala melihat Jaemin mengangguk. Setidaknya Jaemin sudah mulai menjawabnya sekarang. "Tiup lilinnya, mau buat permohonan juga boleh"

Jaemin menggeleng pelan, tangannya mendorong kue ditangan Mark sedikit menjauh. "Kenapa?"

Jaemin diam menatap Mark, pria itu tengah mencoba membaca pikiran anak itu. "Kamu mau paman yang tiup?"

Jaemin mengangguk. Ia ambil alih kue itu, walaupun dengan tangan yang masih bergetar kecil. Menunggu Mark meniupkannya untuknya. "Paman mau buat permohonan boleh?"

Jaemin kembali mengangguk, matanya menatap Mark dengan tatapan yang mulai tenang sekarang. Tidak seperti seharian tadi. "Semoga..Nana nya paman bisa bahagia terus. Paman kangen liat senyumnya Nana, jangan nangis terus ya? Kasihan mama jadi ikut nangis"

Mark meniup lilin itu, bertepuk tangan kecil sembari tersenyum. Kue nya ia simpan di meja, dipeluknya tubuh Jaemin sembari mengusap kepala anak itu. "Nana gak boleh sedih lagi ya? Paman janji..bakal bikin Nana senyum terus sampe pipi kamu sakit"

***

Jaemin masih tertidur nyenyak, lebih tepatnya karena pengaruh obat penenang yang lagi-lagi harus Mark berikan. Anak itu terbangun jam empat pagi dan berteriak-teriak tidak jelas, masih tetap memanggil papanya.
Mark tidak pernah berpikir jika Jaemin akan seperti ini. Bahkan ini lebih buruk dari perkiraannya. Ia menatapi Jaemin yang masih betah dalam tidurnya, nafasnya tenang seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
"Diluar sana..itu terlalu menyeramkan untukmu Na"

Mark merapikan selimut Jaemin, Xiyeon harus pergi tadi untuk mengurus sesuatu bersama Haechan dan Somi. Jadi Mark yang bertanggung jawab penuh atas Jaemin. "Paman tidak tau... seperti apa Jeno menjagamu. Paman tidak tau harus menjagamu dengan cara apa, cara paman pasti berbeda jauh dengan papa mu"

Mark memasang senyumnya begitu Jaemin terbangun, menatap Mark sebentar sebelum bangun dari tidurnya. "Mau minum?"
Jaemin mengangguk, tenggorokannya memang terasa kering. Mungkin karena ia berteriak-teriak?

Mark tertegun melihat bekas luka di dahi Jaemin. Ia ingat saat Jeno memblokir nomornya sementara karena hari itu Mark menelponnya terus menerus karena penting. Bisa-bisanya dia memblokir nomornya karena luka di dahi Jaemin yang membuatnya panik setengah mati. "Papa gak pulang?"

Tubuh Mark menegang mendengarnya, tangannya meremat sisi kasur erat. "Nana kangen papa..papa bilang mau bawa hadiah"

"P-papamu sudah pulang, kan?"

"Bukan pulang seperti itu. Pulang ke rumah, pulang buat peluk Nana"
Mark kalah telak, pertahanannya runtuh seketika. Jaemin kembali menatap kosong, tidak seperti saat ia membawakan kue ulang tahun semalam. Ia masih bisa melihat sorot mata Jaemin namun tidak bisa mengerti tatapan apa itu.
"Papa jahat ya?"

"Na.."

"Papa gak pulang. Papa bohong. Papa bilang mau ajak Nana jalan-jalan. Papa bilang mau lihat Nana main bisbol, mau lihat medali emas yang Nana dapet"
Tidak ada tangis lagi, Jaemin hanya berujar dengan pandangan kosong. Berbeda dengan Mark yang sudah membekap mulutnya sendiri.
"Tuhan juga jahat..di bumi masih banyak orang..tapi kenapa harus pilih papa? Papa yang bilang gak izinin Nana buat ketemu Tuhan tapi papa sendiri bohong. Papa gak ajak Nana buat ketemu Tuhan"

Mark menggeleng, menggenggam kedua tangan Jaemin. "Gak, gak boleh ngomong gitu. Mulut Nana cuma boleh buat ngomong hal yang baik-baik aja ya?"

"Papa gak suka sama Nana ya?"

Mark kembali menggeleng, "papa sayang sama kamu, sayang banget"

"Kalau sayang kenapa harus pergi? Kenapa gak pulang ke rumah aja? Kenapa harus ketemu Tuhan?"

"Nana minum obatnya dulu ya?"
Jaemin menatap Mark tajam, "aku cuma nanya. Dan kenapa setiap aku nanya paman selalu paksa aku buat minum obat?! Aku gak sakit!"

"Iya sayang..kamu gak sakit, kamu cuma minum vitamin biasa kok. Biar cepet sehat dan sekolah lagi"

"Paman kira aku mau sekolah?"
Mark terkejut mendengarnya. Baru kali ini Jaemin berkata dengan nada yang begitu dingin, begitu datar seakan tak ada rasa apapun. "Kamu mau apa hm? Biar paman beliin sekarang"

"Mau tau? Aku cuma mau papa. Itu saja"

***

Jaemin kabur dari ruangannya. Anak itu sudah duduk diatas rumput disebelah kolam ikan. Ikan-ikannya tidak berenang lincah seperti saat ia terakhir kali melihatnya. Hawa dingin yang menusuk kulitnya ia abaikan, rasanya Jaemin ingin pingsan disini saja. Tenang, damai, tidak ada yang terus berusaha menghiburnya seakan mereka lebih kuat.
"Papa...cuma papa yang paling kuat. Nana gak kuat lagi sekarang..kenapa papa gak ajak Nana.."

Jaemin meringis kecil kala dadanya terasa sesak, oksigen seakan menipis didalam tubuhnya. Jaemin membaringkan tubuhnya di atas rumput, menatap langit yang masih mendung. Matanya memejam saat tetesan air hujan mengenai wajahnya, bibirnya tersenyum tipis kala hujan turun dengan begitu deras. Membiarkan tubuhnya yang terbalut pakaian khas pasien rumah sakit basah kuyup, air matanya sudah tersamarkan oleh air hujan. Dadanya masih terasa sesak dan semakin bertambah, telinga nya kembali berdenging, kepalanya kembali sakit.

Tetesan demi tetesan hujan seakan menusuki tubuh Jaemin, membiarkan anak itu mulai kedinginan karena hembusan angin semakin kuat. Tangannya mengepal menyalurkan rasa dingin yang ia rasakan. Ikan-ikan yang semula tenang kini mulai ribut seakan panik melihat Jaemin yang mulai mengantuk.
Matanya terus berusaha terbuka, memaksanya untuk menunggu bulan memunculkan dirinya.
"Papa...ayo main hujan.."

Jaemin mengeratkan kepalan tangannya, giginya mulai gemeretak menahan dingin. Pandangannya semakin mengabur sebelum ia lihat sesuatu,
"Anaknya papa gak boleh main hujan, nanti sakit. Habis ini ganti baju ya?"

[]

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang