48. Jeno menjawab

906 137 9
                                    

Jeno tengah bersama Haechan sekarang, tadi tiba-tiba Haechan mengajaknya pergi dan Jaemin pun menyuruhnya untuk ikut. Katanya hitung-hitung beristirahat menjaganya, dasar Na Jaemin.

"Sudah lama kita tidak keluar berdua seperti ini ya"

Jeno memicingkan matanya menatap Haechan yang langsung ciut nyalinya, ia asik memperhatikan langit yang tengah cerah hari ini.
"Kenapa tiba-tiba?"

"Tak ada..aku hanya ingin berjalan-jalan bersamamu saja. Sama seperti saat aku membelikan banyak makanan untuk seseorang"
Haechan menghentikan mobilnya di dekat taman yang cukup ramai. Mungkin karena menjelang sore.
"Jen..boleh aku bertanya?"

"Hm?"

"Kenapa kamu bisa sangat menyayangi Jaemin dari dulu sampai sekarang?"
Jeno menatap Haechan dengan ekspresi yang sulit ditebak, "kenapa?"

"Tidak..selama ini aku hanya penasaran padamu"
Jeno melepaskan sabuk pengaman yang terpasang lalu menyandarkan punggungnya. Matanya menatap orang-orang yang berada di taman.
"Entahlah, aku tidak punya jawabannya"

"Oh ya?"

"Aku benar-benar tidak tau. Saat Jaemin lahir dulu, aku mendengar suara tangisannya dari dalam ruangan dimana eomma juga disana. Antara bahagia dan sedih diwaktu yang sama.
Bahagia menyambut Jaemin yang lahir, dan sedih mendengar eomma yang harus meninggalkan ku duluan.
Aku ingin menangis, menangis karena eomma sekaligus haru dengan kelahiran Jaemin. Tapi aku memilih tidak menangis, eomma bilang aku tidak boleh menangis kapanpun dan di manapun.

Eomma selalu bilang setiap bersamaku, jika adikku lahir, tolong jaga dia dengan baik. Jangan sekali-kali nya menyakiti Jaemin, walaupun hanya membentaknya.
Eomma benar, Jaemin memiliki hati yang begitu lembut.
Setiap malam Jaemin juga tidak pernah menangis, aku yang selalu menemaninya minum susu dan memeluknya selama tidur. Itu yang dilakukan eomma dulu setiap aku mau tidur."
Jeno terdiam untuk memberi jeda ceritanya,

"Ya.. dia tumbuh dengan hati yang begitu hangat. Jaemin tidak pernah nakal, dia selalu mendengarkan ku. Bahkan saat bermain dan aku menyuruhnya tidur, tidak seperti anak lain yang biasanya mengamuk.
Walaupun appa tidak pernah menidurkan Jaemin, tapi aku yakin dia akan bisa merasakannya lewat aku.
Bahkan sampai sekarang aku tidak bisa menjelaskan kenapa aku bisa se-sayang ini dengannya.
Sampai akhirnya..hari itu tiba.."
Jeno menarik nafasnya dalam-dalam, dadanya sesak menceritakan itu semua.
"Ya..aku terpukul, bahkan benar-benar tidak tau tujuan hidupku. Jaemin menjadi alasanku kenapa selalu kuat.
Xiyeon hadir, dia mengisi hari-hari ku walaupun tidak sama dengan Jaemin. Namun aku bisa tersenyum lagi berkatnya.
Setelah menyelesaikan sekolah, aku bekerja begitupun Xiyeon. Aku menabung dan berencana untuk menikahinya.
Dan..Jaemin lahir"

"Dia benar-benar membuatku kembali menyalahkan diriku sendiri. Jaemin hadir lagi disisiku, Tuhan masih baik padaku.
Dan alasan aku benar-benar menjaga Jaemin sekarang karena aku tidak mau kehilangan untuk ketiga kalinya. Aku terlalu mudah kepikiran jika menyangkut masa lalu"

Jeno mengigit bibir bawahnya, tidak peduli jika nantinya berdarah,
"Aku tidak mau kehilangan Jaemin lagi...."

"Sial, kau membuatku menangis"Haechan mengusap sudut matanya kasar. Menatap
Jeno yang sudah menangis sejak tadi.
"Aku...takut.."

"Maaf.. seharusnya aku tidak bertanya seperti itu"
Jeno menggeleng, mengusap pipinya sembari menenangkan dirinya sendiri.
"Ini bukan salahmu"

Jeno menatap ponsel yang bercerita, Xiyeon menelponnya.
"Angkat, siapa tau itu penting"

Jeno menggeser tombol hijau di layar ponselnya lalu mendekatkannya pada telinga,
"Iya?"

"Sedang apa? Apa kalian bersenang-senang?"

"Iya..kami bersenang-senang"

"Tunggu..kenapa suaramu serak? Kamu menangis? Kenapa? Karena Haechan?"

"Tidak.. tenggorokan ku hanya sedikit kering"

"Papa menangis.."

"Tidak Na..papa tidak menangis"

"Papa tidak boleh berbohong. Nana tau papa menangis. Papa jangan menangis..nanti Nana beliin es krim buat papa. Paman echan bikin papa nangis ya?"
Jeno mengigit bibir bawahnya menahan isakannya, semua hal yang menyangkut Jaemin selalu membuatnya menangis.
"Tidak, paman echan tidak bikin papa menangis, tadi tangan papa kejepit pintu jadi menangis sebentar karena sakit"

"Tangan papa kejepit? Papa sini..biar Nana tiupin, nanti gak sakit lagi"
Tidak, Jeno tidak berbohong. Ia memang kejepit pintu mobil karena tadi saat masuk mobil Haechan tidak sengaja menyenggol pintunya sedikit keras dan membuat jari-jari nya terjepit.
"Iya..papa ke sana"

"Nana tungguin ya??"

"Iyaa"Jeno menyimpan ponselnya di saku kembali, menatap Haechan yang menatapnya intens.
"Apa?"

"Jadi jalan-jalan gak?"

"Enggak, ayo kerumah sakit"

"Yee... menyebalkan"

***

"Papa!"
Jeno tersenyum melihat Jaemin benar-benar menunggu nya di pintu masuk. Untungnya tidak ada yang menculiknya.
"Kenapa nunggu disini?"

"Kan Nana mau nungguin papa"
Jaemin memeluk leher Jeno saat digendong, sesekali ia menjulurkan lidahnya membuat Haechan menatapnya kesal.
"Loh? Cuma setengah jam jalan-jalannya?"

"Jangan salahkah aku..suamimu yang meminta kembali karena Jaemin yang menyuruh"

"Apa sih ikut campur terus"
Jaemin mengerucutkan bibirnya karena melihat Haechan, menyebalkan memang pria yang satu itu.
Jaemin buru-buru melihat tangan Jeno saat pria itu duduk di kursi. Yang dikatakan Jeno benar. Jari telunjuk, jari tengah dan jari manis Jeno sebelah kanan terlihat sedikit biru.
"Sakit?"

"Udah enggak, kenapa?"

Jaemin menggeleng lalu meniupi jari Jeno pelan. Mengikuti hal yang sering dilakukan oleh Jeno ketika ia jatuh ataupun kejepit saat itu.
"Masih sakit?"

"Udah gak sakit karena ditiupin Nana.. terimakasih"

"Sama-sama.."jawabnya lalu tersenyum hingga matanya menyipit.
"Na, gak mau punya adek apa?"

"No!!"bentakan Jaemin membuat Haechan terkejut. Anak itu langsung naik ke atas pangkuan Jeno dan memeluknya erat,
"Papa cuma boleh buat Nana!"

"Papa kan punya nya mama bukan punya Nana"
Jaemin terlihat ingin menangis, ia menengadahkan kepalanya menatap Jeno,
"Papa punya Nana kan?"

"Iya.. papa punya nya Nana"

"Tuh! Papa punya Nana! Cuma punya Nana!"ujarnya penuh penekanan. Posesif juga anak yang satu ini.
"Iya iya, gak usah teriak-teriak lagi berisik. Mama mau tidur"

"Yaudah, mama punya paman echan aja"

"Gak boleh!!!"

***

Setelah perdebatan tadi Jeno menyuruh Haechan untuk pulang saja daripada anaknya tidak berhenti mengoceh.
Xiyeon tengah terlelap dalam tidurnya, ia juga mengantuk tapi Jaemin malah memintanya ditemani bermain.
"Na, papa mengantuk"

"Nana mau main sebentar lagi saja"

"Papa disini kan? Papa sambil tidur ya?"Jaemin mengangguk, kasihan juga melihat mata ayahnya yang sedikit merah.
Jeno cepat tertidur, meniggalkan Jaemin yang bermain sendirian. Karena sepi akhirnya ia naik ke atas sofa untuk berbaring juga, menatap wajah tampan sang papa sembari berbaring di paha nya.
Matanya juga perlahan-lahan mulai berat dan tertidur sembari berkata pelan,

"Papa ganteng.."

[]

Ini aku jadi ikutan ngantuk:)

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang