168. Mimpinya Na Jaemin

992 125 73
                                    

Komen kalian mood banget sumpah:((

"Jelaskan semuanya tuan Lee. Kenapa tiba-tiba muncul? Kau... Kau bangkit dari kubur ya?"

"Panjang.. nanti saja kalau sudah pada bangun, cerita dua kali itu melelahkan, belum pada yang lain"

"Kau hampir membuatku mati dan seenaknya bilang nanti saja. Kalau aku yang mati gimana?!"
Jeno terkekeh kecil, jadi merasa bersalah karena muncul tiba-tiba tadi. Niatnya sebenarnya untuk langsung kerumah, namun begitu melihat Jaemin sedang mendorong sepeda membuatnya langsung meminta supir taksi untuk menghentikan mobilnya.
Dan tentu saja Xiyeon langsung pingsan tadi karena terkejut, kurang ajar memang.

"Jagain Xiyeon sebentar"
Jeno berdiri untuk pergi ke kamar Jaemin. Rumahnya, tidak banyak yang berbeda. Hanya ruang kerjanya saja yang kini dipenuhi buku-buku.
Ia duduk di pinggir kasur, menatap Jaemin yang belum juga bangun. Tangannya menyentuh dahi Jaemin, panas. Masih kebiasaan sejak dulu, demam setelah menangis.
"Maaf.. karena muncul tiba-tiba"

"Jeno, Xiyeon bangun. Pergi ke kamarnya sana"

Jeno mengangguk lalu pergi menuju Xiyeon yang terlihat melamun. "Xiyeon.."

"Kenapa.. kalau ini memang kau kenapa baru muncul sekarang?"

"Maaf.. aku-"

"Kau membuat Jaemin menangis setiap harinya. Menyuruhku untuk membawamu pulang tapi sekarang kamu malah tiba-tiba muncul seperti ini"
Jeno duduk lalu menggenggam tangan Xiyeon. "Aku.. kuakui aku juga berpikir akan mati. Semuanya gelap, aku hanya mendengar tangisan mu hari itu dan aku tidak ingat lagi. Soo Kyung, dia yang berperan banyak."

"Aku bangun, dirumah sakit, aku juga tidak tau itu dimana. Soo Kyung yang menyelamatkan ku, dia yang membawaku ke luar lebih tepatnya. Aku tau ini gila untuk dipercaya karena mungkin kamu melihat ku mati. Dokter yang menangani ku disana, itu suaminya Soo Kyung dan kebetulan tau tentang kabar itu.. dia yang menolongku"

"Lalu kenapa baru datang hari ini?! Kenapa bukan beberapa tahun yang lalu?!"

"Koma. Entah berapa lama, pemulihannya juga lama. Aku baru bisa kesini, hari ini. Harusnya aku kesini tiga tahun lalu kan? Aku ingin membuat kalian tenang dulu. Tapi malah memperburuk"
Xiyeon menangis, tangannya masih digenggam oleh Jeno. "Aku gak bisa..."

"Terimakasih sudah menggantikan ku selama ini. Sudah ada aku, lagi"

Xiyeon memeluk tubuh pria yang dirindukannya sejak dulu, "jangan pergi lagi.. aku mohon.."

"Tentu. Tentu saja tidak akan"

***

Ah benar, Jaemin bermimpi. Buktinya ia bangun di kamarnya, bukan di jalan seperti mimpinya lagi. "Astaga..."

Ia mendudukkan tubuhnya, mengusap wajahnya kasar. Bisa-bisanya mimpinya itu terlalu nyata untuknya. Jaemin terkejut bukan main begitu melihat seseorang yang tidur sembari duduk di lantai dan kepalanya yang dipinggir kasur.
Tunggu, bukankah ini mimpi? Tidak mungkin ia bermimpi dalam mimpinya seperti ini. Ia beranikan diri untuk menyentuh lengan orang itu sampai terbangun. "Oh? Sudah bangun?"

Bisa gila ia lama-lama karena bingung seperti ini.

"Kamu belum makan, papa bawain dulu"
Jaemin masih bingung. Dalam hatinya ia menertawakan dirinya, dirinya pasti sudah gila sekarang.

"Ya Tuhan... Apalagi ini..."
Jaemin langsung menatap pintu saat Xiyeon mengetuknya. "Mama?"

"Ya? Kenapa?"

"Tadi.. itu.. itu.."

"Sepeda kamu udah di rumah. Tadi mama juga nemu obat, kamu yang beli?"

Sepeda? Obat?
Jaemin masih berusaha mengerti semuanya. Kepalanya sudah tidak muat berpikir lagi untuk mencerna apa yang baru terjadi. "Makan dulu, nanti sakit. Makan sendiri?"

Xiyeon paham, yang lebih terkejut darinya tentu saja Jaemin. Anak itu yang sejak dulu berharap Jeno bisa menginjakkan kakinya kembali ke rumah ini. "Kalau kamu pikir ini mimpi, bukan. Sama sekali bukan mimpi Na"

Jaemin masih menatap Jeno. Ini benar-benar ayahnya, benar-benar wajah pria yang diharapakan nya untuk kembali. Jeno tersenyum tipis, merentangkan tangannya untuk menarik Jaemin lalu memeluknya. "Papa... Aku-"

"Papa tau kamu masih tidak percaya. Tidak apa-apa, nanti juga percaya kok. Anak papa ini sudah besar ya? Harusnya papa ada disini waktu kamu tumbuh"

Xiyeon kembali menangis. Sama seperti Jaemin ia juga masih belum percaya. Ini terlalu sulit untuk dipercaya olehnya, percaya jika Jeno benar-benar kembali. "Makan dulu ya? Habis itu tidur lagi. Kamu demam kayak gini"

***

"Tidurlah dengan Jaemin. Karena kamu dia terus mengigau selama ini"
Jeno tersenyum lalu mengangguk, mengecup dahi Xiyeon sebelum melihat apakah Jaemin sudah tidur atau belum. "Kenapa belum tidur?"

Jaemin tidak menjawab, dia biarkan Jeno duduk disebelahnya sekarang. "Kenapa?"

"Kenapa papa baru datang sekarang? Kenapa bukan dari dulu... Aku, selalu lelah. Tapi tidak pernah dibiarkan untuk istirahat sejenak. Bahkan sekedar memejamkan mata. Kenapa papa gak ada waktu aku butuhin? Kenapa papa biarin aku hampir mati?"
Jeno hanya diam. Jeno juga sudah terlanjur kecewa pada dirinya sendiri. Dia yang berjanji menjaga Jaemin tapi dia sendiri yang membuat anaknya harus seperti sekarang. "Papa gak tau rasanya harus nahan takut, rasanya hampir kehabisan nafas, rasanya hampir mati karena kehabisan darah.. paman Mark bilang, papa jaga aku baik-baik. Tapi papa sendiri yang pergi kan?"

"Waktu aku udah mau lepas semuanya papa datang. Kenapa baru hari ini?"

Jeno yang semula duduk di kasur kini berlutut di depan Jaemin. Menggenggam tangan anak semata wayangnya yang sudah menangis, "papa gak tau harus ngomong apa karena papa sendiri yang bikin anak papa harus nangis tiap harinya. Harus rasain rasa sakit, semuanya. Gak apa-apa kamu gak maafin papa, tapi papa mohon jangan nangis... Jangan bikin papa makin marah sama diri papa sendiri."

"Kamu mau pukul papa atau apapun terserah. Tapi tolong jangan nangis, papa gak mau liat anak papa kayak gitu.."

"Harusnya papa dateng waktu tau kamu koma di rumah sakit. Harusnya papa dateng waktu tau kamu hampir mati. Maafin papa..."
Tangis Jaemin perlahan berhenti. Dia menatap Jeno, pertama kalinya ia melihat papanya menangis sehebat ini. Dia sering melihat Jeno menangis tapi tidak seperti ini, tidak sampai memohon agar dirinya tidak menangis.

Rasa marahnya selalu muncul setiap ingat betapa lamanya Jeno pergi seakan-akan sudah tidak bisa kembali.
Lihatlah sekarang, dia datang dengan sehat. Entah siapa yang ada di kuburan itu, Jaemin benar-benar membenci orang yang membuat Jeno seolah-olah mati, sungguh, dia sangat benci. "Papa juga... Sama kayak kamu. Koma... Sampai beberapa bulan. Papa kira akan mati, nafas papa seperti sudah diujung. Tapi ternyata tidak..."

Tuhan masih menyuruh Jeno untuk menjaga Jaemin, memberi tugas padanya sampai anaknya itu bahagia.

"Tidur ya? Sudah malam.."

Tangannya ditahan saat Jeno berdiri dengan Na Jaemin yang menatapnya penuh harap. "Tolong... Temani aku tidur.. malam ini saja"

[]

Nangis time~~~
Tadinya mau double up, tapi udah ngantuk hehe;)

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang