Jaemin lulus. Walaupun nilai-nilainya cukup menurun tapi dia berhasil naik kelas. Bukan Jeno lagi yang mengambil rapotnya sekarang tapi Xiyeon.
Jaemin hanya diam di luar kelas sembari mendengarkan lagu, Xiyeon sudah membelikan EARFIT-biasanya yang dipake sama yang suka olahraga-sembari memperhatikan teman-temannya yang tengah bermain.Teman-teman sekelas Jaemin cukup aneh melihat anak itu. Sejak dia masuk sekolah, saat dia berteriak ketakutan, semuanya merasa aneh melihatnya. Bahkan senyum Jaemin yang selalu menghangatkan suasana kelas kini hilang begitu saja, kelas menjadi lebih dingin dibandingkan saat Jaemin masih menebar senyum.
Beberapa guru juga, Jaemin beberapa kali tidak mendengarkan guru yang menyapa.
Anak itu terlihat gelisah sembari mengikuti pelajaran. Kuku jarinya rusak karena terus ia gigiti bahkan sampai berdarah dan darahnya mengenai buku tulisnya. Jaemin sempat membentak temannya sampai membuat temannya itu menjauh. Chenle saja hampir kena dorong Jaemin jika saja dia tidak segera menenangkan Jaemin."Saya turut berdukacita atas meninggalnya ayahnya Jaemin. Dia pasti sangat terpukul karena itu."
"Maaf jika ada perilaku Jaemin yang kurang sopan, dia masih berusaha beradaptasi dengan keadaan sekarang"guru itu mengangguk paham.
Xiyeon segera pamit setelah selesai berbincang dengan wali kelas Jaemin. Anaknya sudah tidak ada didepan kelas, ia mengedarkan pandangannya mencari Jaemin. Sementara yang dicari sudah berada di depan sekolah, duduk di halte bis seorang diri.Ia tatap wanita yang tengah bersama seorang anak kecil diseberang jalan. Wajahnya tidak asing, tapi kalau ia kenal pasti Jaemin tau namanya. Wanita itu menoleh, menatap Jaemin yang masih menatapinya. Nafasnya seakan tercekat melihatnya, air matanya berlinang melihat sosok yang ia rindukan.
"Jaemin?"***
Wanita yang melihat Jaemin tadi mendudukkan dirinya di kursi. Kakinya terasa lemas setelah kejadian tadi. Wanita itu, wanita yang bernama Jung Yeon Ji kembali melihat tuan kecilnya. Ia pernah mendengar jika Jeno memiliki anak tapi sampai sekarang ia masih belum tau kabar tuan mudanya itu berserta anaknya. "Apa harus aku ke rumah tuan Jong-hoon lagi?"
Sejak Jaemin meninggal, Yeon Ji memutuskan untuk berhenti bekerja. Ia sebenarnya tidak tega melihat Jeno, tapi Yeon Ji tidak yakin seratus persen keberadaannya akan membuat Jeno baik-baik saja. Sejak hari itu Yeon Ji mulai tidak tau kabar tuannya dan sekarang ia hanya tau jika Jeno sudah memiliki anak. Yeon Ji mengangguk kecil, ia sudah membuat keputusan. Dia akan menemui Jong-hoon besok.
Disisi lain Jong-hoon hanya termenung sendirian. Kehilangan tiga orang anggota keluarga nya berhasil membuat dirinya ingin ikut mati saja. Niatnya untuk meminum banyak obat hilang begitu ingat ada seseorang yang masih harus dijaganya. Ia masih harus menjaga anaknya di masa sekarang yang menjadi cucunya, Jong-hoon masih harus menjaga permata kecil Jeno.
"Appa sudah bilang padamu, jangan pernah tinggalkan Jaemin. Kenapa kau melakukan itu...kau membuat hati anakmu sendiri hancur, Lee Jeno"Awalnya Jong-hoon akan pergi ke makam, namun dirinya tidak sanggup melihat tiga makam sekaligus yang bersebelahan.
Na Yoonji, Na Jaemin dan sekarang ada Lee Jeno. Arti nya keluarganya sudah pergi semua, menyisakan dirinya yang tinggal sendirian. "Kamu belum melihat anakmu, Lee Jeno...anakmu menangis sekarang. Biasanya kau akan memaki orang yang membuatnya menangis"Jong-hoon menoleh ketika ponselnya berdering, ia usap matanya cepat-cepat setelah melihat nama si penelpon.
"Kenapa Xiyeon?""Appa baik-baik saja? Appa sedang apa?"
"Appa baik-baik saja, hanya sedang menonton televisi. Sendirian seperti ini appa jadi bingung mau melakukan apa"
"Kemarilah. Menginap disini untuk beberapa waktu. Rumah terasa beda jika hanya dua orang yang berada disini"
***
"Cucu appa sedang apa hm?"
Jaemin diam, tangannya sibuk mencoret-coret kertas yang sudah penuh coretan tinta berwarna hitam dari pulpen ditangannya. "Cucu appa bosan ya? Mau jalan-jalan?"Jaemin menggeleng ribut, anak itu langsung memikirkan mobil lagi. Kepalanya ia tempelkan di meja, menatap boneka yang tidak jauh darinya. Keduanya kompak menoleh begitu suara bel rumah menginterupsi. Jong-hoon yang membukanya dan cukup terkejut dengan tamu yang datang hari ini. "Selamat siang..maaf mengangguk waktu anda"
"A-ah tidak, tidak apa-apa. Masuk dulu, bagaimana kabarmu Yeon Ji?"
"Baik. Maaf jika tiba-tiba kesini. Awalnya saya mau kerumah anda tapi ternyata tidak ada, penjaga rumah bilang jika anda kerumah Jeno dan memberikan alamatnya"
"Begitu....Oh iya mau minum apa? Tidak sopan sekali tamu tidak disuguhkan apapun"
"Tidak apa-apa kok, jadi merepotkan"Yeon Ji menatap Jaemin, tatapan mereka bertemu. Tapi tidak ada tanda-tanda mereka canggung, keduanya seakan saling menatap menyampaikan pesan satu sama lain. "Itu Jaemin, anak Jeno"
Yeon Ji hampir tersedak, menatap Jong-hoon tidak percaya.
Ia kembali menatap Jaemin yang membungkukkan badannya, masih menatapnya dengan tatapan yang sama. "Iya, Jeno yang memberinya nama Na Jaemin""Dia masih sama seperti dulu. Kalau Jeno? Kabar dia baik?"
Yeon Ji canggung begitu raut wajah Jong-hoon berubah menjadi sendu, masih terlihat sosok tegasnya yang sama seperti dulu. "Jeno..dia menyusul Yoonji"ujar Jong-hoon pelan.Yeon Ji sampai menutup mulutnya tidak percaya, tangisnya pecah begitu tau hal itu. "Di dimakamkan di sebelah makam Jaemin. Jika mau menemuinya silahkan"
"J-Jaemin.. bagaimana?"
"Seperti kelihatannya"Yeon Ji menoleh menatap Jaemin. Anak itu melamun dengan tangannya yang masih mencoret-coret bukunya. "Boleh saya hampiri?"
"Tentu"
Yeon Ji berjalan pelan, duduk disebelah Jaemin. Bentuk wajahnya, postur tubuhnya sama persis dengan Jaemin tuannya dulu. "Kenalin, nama bibi Yeon Ji. Bibi ini pembantu dirumah paman kamu dulu"
Jaemin mengedip lucu, menatap Yeon Ji dalam diam. "Kamu benar-benar mirip paman, kamu gimana kabarnya? Baik?"
Jaemin masih diam, ia tidak berniat menanggapi Yeon Ji. Wajah wanita itu lebih menarik fokusnya, sama seperti yang ia lihat di mimpinya. "Maaf ya kalau lancang, tapi boleh tidak bibi memeluk mu?"
"Bibi kangen paman Na?"
Yeon Ji mengangguk. Tersenyum begitu anak didepannya memeluknya. Demi Tuhan Jaemin sama persis, bahkan saat memeluknya seperti ini masih sama seperti dulu. Rasanya Yeon Ji ingin menangis dan memberi banyak kecupan di pipi anak manis yang dirindukannya sejak lama. "Nana pernah liat bibi di mimpi Nana"
"Oh iya? Nana pernah mimpiin bibi?"
"Iya..mungkin paman Na kangen bibi"Yeon Ji tersenyum tipis, mengecup puncak kepala Jaemin. Ikut sedih mengingat jika sosok papa Jaemin sekaligus tuannya dulu sudah pergi lebih dulu.
"Nana lucu.. bibi jadi gemas melihat mu. Kalau sekali-sekali bibi kesini boleh tidak?"[]
Siapa yang masih menangisi Jeno angkat kaki:D
KAMU SEDANG MEMBACA
Call Him Nana
Fanfiction[Sequel dari 'Sweet Night'] Tepat di tanggal 13 Agustus, Seseorang lahir dan menambah cerita dihidup nya. Membuatnya bisa kembali merasakan sosok seseorang yang berharga di hidup nya "Kalian percaya adanya reinkarnasi?" [Cerita yang paling panjang y...