62. Tidak apa-apa

791 118 10
                                    

Jaemin mengintip papanya yang tengah berbicara dengan wali kelasnya. "Ya.. walaupun ujiannya kali ini tidak seperti biasanya tapi dengan beberapa nilai tambahan masih bagus kok"

"Jaemin belajar giat dirumah agar tidak mendapatkan hasil buruk"

"Benarkah? Wah..kalau terus dikembangkan pasti bisa lebih hebat lagi. Saya juga yakin jika Jaemin nantinya bisa mengikuti olimpiade. Walau hari ini mungkin tidak seperti yang dibayangkannya karena tidak berada di peringkat satu tapi dia benar-benar anak yang hebat dan sangat baik.
Setiap pulang sekolah Jaemin menyempatkan diri untuk merapikan bangku-bangku dikelasnya bersama..Chenle. Mereka berdua selalu bersama kemanapun"

"Mungkin karena memang teman sejak taman kanak-kanak dulu. Saya permisi, terimakasih banyak"Jeno membungkukkan badannya lalu keluar dari kelas Jaemin, anaknya tidak ada.
"Jaemin?"

"Papanya Nana?"Jeno menoleh, Chenle tersenyum lalu menghampirinya dengan tangannya yang menyeret tasnya. "Lihat Jaemin tidak? Kalian kan biasanya bareng"

"Tadi sih bareng..tapi Jaemin lari kesana gak tau mau kemana"

"Makasih ya"Jeno buru-buru menyusul Jaemin, Jaemin pun tidak ada di lapangan sekolah. "Aish..dimana dia"

Sementara Jaemin, anak itu tengah duduk dibawah pohon sembari memeluk kakinya. Jaemin tengah menangis, takut jika ia mengecewakan Jeno karena tidak di peringkat satu. Tahun Ini Jaemin berada di peringkat dua padahal sudah belajar sampai larut malam.
"Papa mencari mu Na"

Jaemin mengusap matanya, walaupun masih sesenggukan. Menghindar dari tatapan Jeno. "Ada apa? Ada yang mengganggu mu?"

"Aku membuat papa kecewa"Jeno diam, bingung dengan apa yang dikatakan Jaemin. Sedetik kemudian barulah paham, pria itu mendudukkan dirinya di sebelah Jaemin dan memperlihatkan rapot Jaemin pada pemiliknya. "Kalau papa kecewa sama Nana..papa gak mungkin mau ke sekolah Nana hari ini. Papa gak mungkin mau cari anak papa tadi"

"Tapi kan Nana~"

"Ssttt...jangan menangis. Gagal itu tidak apa, itu tandanya Nana harus lebih giat lagi gak boleh nyerah. Papa gak suka kalau liat orang yang papa sayang nyerah gitu aja.
Papa gak nuntut kamu buat dapet nilai seratus, buat dapet peringkat satu. Kamu naik kelas saja papa sudah bangga, anggap peringkat satu itu bonus kejutannya untuk papa. Gak apa-apa nilai ujian kamu gak terlalu bagus tahun ini, tapi buat papa segini udah bagus banget"
Jeno merapikan rambut anaknya, mengusap pipi Jaemin yang terlihat memerah begitupun hidungnya.

"Udah ah..papa gak suka kalau liat kamu nangis. Ayo, papa masih harus kerja loh"

"Kenapa bukan mama yang ambil rapot nya?"

"Mama nya lagi...kerja"Ucap Jeno lalu menggendong Jaemin di punggungnya. Benar kok, pekerjaan Xiyeon tidak semudah Jeno untuk di tunda. Apalagi kalau tiba-tiba ada jadwal operasi mendadak, wanita itu sampai menonaktifkan ponselnya untuk beberapa jam.
"Kata bu guru..Nana sering beresin kelas dulu ya sama Chenle? Anak papa baik sekali"

"Soalnya, kata Lele kasian bu gurunya. Udah cape nanti tambah cape beresin kelas. Jadi aku bantuin"

Mark juga kemarin cerita saat Jaemin mengantarkan salah satu pasiennya pulang ke rumah setelah sembuh dari penyakitnya. Jaemin banyak bercerita pada Jihyo bahkan ia menceritakan tentang Jeno.
"Kita makan dulu ya? Papa laper"

***

Jaemin sudah menghabiskan nasinya. Salah satu kebiasaan anak itu jika lauk makannya adalah udang yaitu Jaemin akan menghabiskan nasinya lebih dulu baru memakan udangnya. Bahkan bisa dua kali lebih cepat makannya dibanding dengan biasanya. "Nana masih laper? Mau tambah nasi?"

"Enggak"
Jaemin mengunyah makanan dimulutnya perlahan, menatapi pembeli yang lainnya. Jeno juga asik makan sembari memainkan ponselnya, tidak memperhatikan Jaemin yang mengantuk. Anak manis itu kini tertidur, dagunya menempel pada meja didepannya. Jeno menahan tawanya melihat Jaemin, sengaja memotret anaknya.
"Kalau mengantuk harusnya bilang dong"

Jeno jadi menggendong Jaemin walaupun anak itu mulai berat, tidak tega membangunkannya hanya untuk masuk ke dalam mobil.
Selama di mobil tangan Jeno tak hentinya menahan kepala Jaemin dan kembali menyandarkannya pada kursi. Untungnya jarak kantor dan tempat mereka makan tadi tidak terlalu jauh, kini Jeno kembali dibuat berpikir karena bingung, ia harus rapat hari ini. Tidak mungkin ia meninggalkan Jaemin di mobil dan tidak mungkin juga ia membawanya ikut rapat.

"Hari ini aku harus ikhlas kamu bareng Haechan dulu"

][][

Jeno tengah fokus dengan rapatnya sebelum pandangannya teralihkan, "oh? Anak siapa ini? Lucu sekali"

Jeno hanya bisa menutup wajahnya, menahan malu dan tawa melihat Jaemin yang malah tersenyum sembari menyembulkan kepalanya dari pintu luar. "Mencari ayahmu? Paman penasaran..yang mana ayahmu?"

"Itu papa"pria yang tadi tengah menjelaskan didepan menoleh, menatap Jeno yang masih menyembunyikan senyumannya. "Maaf..saya akan membawanya terlebih dahulu"

"Tidak masalah kan dia ikut rapat?"semua yang menghadiri rapat mengangguk sementara Jeno masih berusaha menahan tawanya. Jaemin dituntun untuk duduk di kursi paling ujung, bahkan ia sampai duduk diatas bantal karena mejanya terlalu tinggi. "Hari ini kita kedatangan tamu..beri tepuk tangan untuk tuan muda dibelakang sana"

Semuanya bertepuk tangan begitupun Jeno, menatap anaknya yang terlihat senang. Bisa-bisanya ia belajar bisnis diumur sembilan tahun, sebentar lagi sepuluh tahun.
Rapat kembali berjalan dengan Jaemin yang bahkan terlihat seperti menyimak penjelasan dengan baik, apalagi saat seseorang iseng memakaikan Jaemin kacamata dan memberikannya kertas dan pulpen.
Lee Jeno, bersiaplah, posisimu akan diambil oleh tuan muda Na Jaemin sebentar lagi.

Sementara diluar ruangan Haechan tengah panik mencari Jaemin. Bahkan ia sampai mengelilingi gedung mencarinya, sementara rapat akan berakhir sejam lagi. Bisa dipastikan Haechan malah akan kelelahan nantinya.

][][

"Tadi kok bisa nemu ruang rapatnya, tau darimana?"

"Tadi, Paman Haechan ke kamar mandi terus biarin aku keliling. Eh, nemu pintu gede gitu terus masuk karena penasaran"

"Terus, tadi dengerin gak ngomong apa didepan?"

"Enggak...Nana liatin papa"ucapnya jujur, ia memang memperhatikan Jeno sejak awal masuk ruang rapat tadi. Pantas mama nya menikah dengan papa, dia sangat tampan. "Papa ganteng"

"Ey.. tiba-tiba begitu. Ada mau nya kan kamu?"

"Hehe.."
Jeno menggelengkan kepalanya, memperhatikan Jaemin yang cengengesan. "Tau kok tau..mau es krim kan? Kamu ini ya bener-bener kecanduan es krim"

[]

Beep beep..

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang