101. Papa bakal pulang kan?

694 110 8
                                    

"Xiyeon...apa kau tidak merasa sedikit aneh?"
Yang ditanya menoleh, menatap lawan bicaranya lekat. Rambutnya yang hanya diikat asal sama sekali tidak mengurangi kecantikannya, bahkan Xiyeon masih mengenakan baju tidurnya.
"Jaemin tiba-tiba sakit seperti ini, dia tiba-tiba demam tinggi dan terus bergumam seperti itu. Apa kau tidak merasa ada yang janggal dengan dia?"

"Aku juga.. tidak tau. Rasanya seperti aneh saja, padahal kemarin anak itu benar-benar ceria. Hal yang cukup tidak masuk akal jika dia kemarin begitu ceria dan tadi pagi bisa demam tinggi seperti itu."
Mark menatap cangkir berisi teh yang masih panas diatas meja, demi Tuhan Mark merasa ada yang aneh. Bahkan sejak saat Jaemin sakit waktu itu, dimana dia menangis meminta agar papanya pulang.
Mark terkejut begitu Jaemin berteriak sembari keluar kamar, wajahnya yang pucat pasi dengan rambutnya yang berantakan membuat Mark panik. Apalagi saat Jaemin tiba-tiba hendak keluar dari rumah.

"Jaemin kamu kenapa?! Jaemin denger paman dulu"
Jaemin menatap Mark sayu, bibirnya masih gemetar menahan dinginnya udara walaupun tubuhnya benar-benar panas. "Papa mana? Papa mana?"

"Papa kamu masih kerja, kamu kenapa sih?"

"Kerja kan? Paman gak bohong kan? Papa bakal pulang kan?"Mark mengangguk. Terkejut begitu Jaemin memeluknya erat, nafasnya memburu seperti habis berlari jauh. "Kamu kenapa?"

"Nana mimpi..Nana mimpi papa gak pulang..papa bakal pulang kan? Iya kan?"Mark menangkup pipi Jaemin, mengangkat wajah anak dihadapannya agar mendongak menatapnya. "Tentu saja. Papa mu sebentar lagi pulang, katanya mau bawa banyak hadiah buat kamu."

"Telpon"

"Kalau ganggu papa gimana?"
Jaemin menggeleng, masih terus meminta Mark agar menelpon Jeno. "Oke..paman telpon papa. Tapi kamu duduk dulu, kamu masih sakit"

Jaemin berjalan pelan dan duduk di sebelah Xiyeon. Tubuhnya yang dibalut selimut masih belum cukup untuk menghangatkan tubuhnya dan membuat Xiyeon memeluknya. Jaemin bahkan sampai berkeringat dingin. Xiyeon merapikan rambut Jaemin dengan jarinya, anaknya hampir membuatnya jantungan tadi.
"Jen.."

"Uhm? Tumben sekali menelpon"

"Jaemin mau bicara padamu"
Jaemin menatap ponsel yang disodorkan padanya sebelum mengambilnya dan mendekatkannya pada telinga.
"Papa.."

"Kenapa jagoan? Ada apa hm?"

"Papa bentar lagi pulang kan? Gak akan tinggal disana kan?"
Terdengar tawa Jeno dari seberang sana, "mana mungkin. Buat apa tinggal disini sendirian, papa maunya sama mama sama Nana."

"Papa bentar lagi pulang kan?"

"Iya sayang, bentar lagi. Kalau hari ini sudah beres semua besok papa pulang."

"Janji?"

"Janji Na Jaemin jagoan kecil papa..masa papa udah beli hadiah buat kamu disimpen lagi karena papa lama-lama in pulangnya. Ya enggak lah, yaudah papa mau beresin semuanya hari ini biar besok bisa pulang, oke?"

Jaemin berdeham menjawab Jeno, memberikannya kembali pada Mark. "Kamu belum makan, makan dulu ya?"

Mark keluar dari rumah untuk mengobrol sebentar dengan Jaemin, tadinya ia tidak mau membicarakan tentang ini tapi bagaimanapun Jaemin adalah anak Jeno dan Jeno harus tau tentang anaknya.
"Jen, Jaemin sakit. Tadi pagi Xiyeon nelpon terus bilang Jaemin demam tinggi, badannya panas banget walaupun dia bilangnya dingin terus"

"Hyung gak bawa ke rumah sakit aja? Aku takut Jaemin kenapa-kenapa"

"Dia masih ngotot gak mau. Kalau semisalnya sampai sore atau malem nanti masih tinggi aku bawa ke rumah sakit. Jaemin akan baik-baik saja, tenanglah. Ada aku, kau yang menyuruhku untuk menjaganya kan?aku tidak mau kena lemparan sepatu kayak waktu itu"

"Janji? Aku tidak mau dengar jika Jaemin kenapa-kenapa"

"Iya..kamu tenang saja. Jaemin aman ditanganku, selesaikan saja dulu pekerjaan mu agar kau bisa menepati janjimu pulang besok"

"Hyung. Terimakasih"

"Uhm, tidak usah. Anggap aku membalas budi padamu karena telah menghadirkan si malaikat nakal yang hilang beberapa tahun lalu. Dia masih belum berubah, ngomelnya masih sama"

"Yasudah, aku tutup ya? Sekali lagi terimakasih"

***

"Demam mu masih tinggi Na, kita ke rumah sakit saja ya?"
Jaemin menatap sengit Xiyeon sembari menggeleng. Mungkin jika Jeno yang ada diposisi Xiyeon, pria itu sudah menggendong paksa Jaemin agar mau pergi ke rumah sakit.
"Aku baik-baik saja"

"Jika kamu gak sakit aku lempar sepatu sumpah"Jaemin mendengus mendengar Mark, pamannya galak juga ternyata. Jaemin kembali menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Menatap Mark yang masih mencari sesuatu di kamar Jaemin.
Anak itu, dia malah menyalakan pendingin ruangan dan menyembunyikan remot nya agar tidak ada yang mematikannya, cari mati memang.
"Aku akan menggantung mu Na Jaemin, katakan dimana remot itu?!"

"Dibawa papa"

"Na Jaemin!"Jaemin menjulurkan lidahnya, menyamakan posisinya karena remot itu ada di punggungnya. Padahal tadi dingin sekali tapi sekarang malah panas sekali, rasanya ingin masuk kulkas saja.
Bahkan rambut Jaemin lepek karena keringat, Xiyeon jadi penasaran segimana panas yang dirasakan Jaemin sekarang.
"Mau es krim ma? Aduh!"

Mark meringis melihat Xiyeon reflek memukul pelan bibir Jaemin. "Pinter ya sekarang?"

"Kalau gak pinter Nana gak akan dapet peringkat satu ma.."
Xiyeon menghela nafasnya, menatap ponselnya yang berdering dan akhirnya meninggalkan keduanya sementara untuk mengangkat telpon.
"Dimana remotnya Na Jaemin!?"

"Janji dulu gak dimatiin"

"Gak! Lagi sakit nyalain AC, mana?!"

"Janji dulu... kalau gak sampe tengah malem aku nyalain"Mark menyerah, pria itu akhirnya mengangguk. Jaemin tersenyum puas, memberikan remot yang ia sembunyikan pada Mark.
"Eits! Udah janji gak dimatiin. Ingkar janji gak boleh, nanti Tuhan marah loh"

"Dikecilin aja, ini terlalu gede Na. Nanti juga dingin"Jaemin menatap Mark yang menaruh remot itu di atas meja, "paman dulu seperti ini?"

"Paman? Aku?"

"Paman Na..dia dulu nakal juga tidak?"
Mark mendesis, duduk di pinggir kasur. "Kalau kau tau mungkin akan sama kesalnya dengan aku"

"Nakal banget ya?"

"Melebihi kamu, dia pernah menyembunyikan sepatu paman waktu itu. Sampe paman gak pake apapun keliling rumah sakit"Jaemin tertawa, membayangkan bagaimana Mark berjalan tanpa memakai alas kaki apapun.
"Dan sepertinya nakalnya masih ada didalam dirimu"

"Paman mau aku sembunyikan sepatu paman tidak?"

"Aku lempar kamu keluar jendela ya?"Jaemin mengangkat tangannya, berpura-pura takut lalu tertawa. Seperti tidak ada beban sedikitpun padahal tengah sakit sampai membuat wajahnya begitu pucat. Mark menatap Jaemin yang masih tertawa, tersenyum tipis melihatnya.

"Senyum terus ya? Paman tidak mau melakukan kesalahan dua kali"

[]

Maaf..
Sekali lagi maaf..
Bener-bener minta maaf..
Aku bener-bener minta maaf sama kalian..

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang