67. Mimpi indah, sweet night

772 123 8
                                    

"appa iri melihat keluarga mu, Jen.."
Jeno mendongakkan kepalanya, menghentikan makannya.
Keduanya memang tengah makan siang bersama, itu ide Xiyeon menyuruh mereka untuk menghabiskan waktu bersama seharian.
"Iri? Kenapa?"

"Karena appa tidak melakukan hal yang sama denganmu dulu."Jeno diam, menyimak perkataan ayahnya.
"Appa tidak seperti seorang ayah untuk anak appa sendiri.. singkatnya, appa tidak bisa menjadi ayah yang baik"

"Tidak...appa sudah menjadi ayah yang paling hebat"

"Jika sudah, Jaemin tidak akan meninggalkan appa saat itu"sorot mata Jong-hoon terlihat menahan tangisnya. Mengabaikan makanan dihadapan mereka yang belum habis.
"Aku adalah...ayah paling buruk"

Jeno menatap Jong-hoon yang makan sambil sesekali mengusap matanya dengan tisu. Ia juga kembali melanjutkan makannya, disaat hampir habis Jong-hoon memberikan beberapa potong daging miliknya pada Jeno. "Makanlah, anak appa harus makan yang banyak"

Jeno mengangguk, menghabiskan makanannya sampai tidak ada sisa. "Biar aku yang bayar"

"Tidak, hari ini biarkan appa yang membayar"Jong-hoon mengeluarkan dompetnya, menyimpan beberapa lembar untuk membayar makanannya dimeja. Ia mengambil beberapa lembar lagi dan menaruhnya dihadapan Jeno.
"Setidaknya appa masih harus memberikan anak appa uang. Itu sudah kewajiban appa"

Jeno tersenyum, menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca lalu mengangguk, "terimakasih"

"Appa bayar dulu makanannya"Jeno menatap Jong-hoon yang pergi menuju kasir. Matanya menatap ke arah pelanggan yang lain. Ayah, ibu, kakak laki-laki dan si bungsu, lengkap.
Mereka tertawa bersama sembari makan. Jeno pernah merasakannya, namun tidak ada Jaemin saat itu. Ia tertawa bersama Jong-hoon dan Yoonji, makan di restoran yang kebetulan di pinggir pantai. Rasanya menyenangkan sekali. Benar juga, setelah Jaemin lahir mereka tidak pernah makan bersama, saat bersama Yoonji adalah makan bersama yang terakhir kalinya.

"Ayo. Appa ingin jalan-jalan"

***

Selama dijalan tidak ada yang bicara, keduanya asik dengan urusannya masing-masing. Jong-hoon yang fokus menyetir dan Jeno yang lebih memilih menatapi jalanan. "Appa jadi penasaran, bagaimana jika si bungsu ikut dan duduk dibelakang"

"Dia tidak akan mau diam, appa"balas Jeno dengan kekehan, mencoba menghibur Jong-hoon.
Jeno menegakkan tubuhnya saat sadar kemana tujuan mereka, "A-appa..aku belum membeli sesuatu untuknya"

"Tak apa, melihatmu datang pun dia pasti sudah senang"Jong-hoon turun lebih dulu disusul oleh Jeno. Tungkainya melangkah memasuki daerah yang sudah sangat ia kenal, ditatapnya tempat tujuan mereka. Makam Jaemin dan Yoonji benar-benar bersih dan rapi, dia jadi malu mengingat dulu kamarnya begitu berantakan.

Jeno menatap Jong-hoon yang mencium nisan sang istri, ingin rasanya ia memutar waktu. Ingin melihat Jaemin merasakan bagaimana sosok seorang ibu yang sebenarnya. Jeno sadar, seberapa besar usahanya agar bisa menjadi sosok seorang ibu bagi Jaemin pun tidak akan bisa. Yoonji memang memiliki keistimewaan sendiri yang tidak bisa ia tiru.
"Appa menangis"

"Tidak kok, memangnya kamu"Jeno mendelik tajam, menatap makam di hadapannya sekarang. "Aku merindukan rengekan mu bocah nakal"

"Ah..aku masih ingat. Saat itu aku mengamuk kan? Mencoba menggali makam mu. Aku sudah seperti orang gila"Jong-hoon dibuat tak bisa berkata-kata mendengar ucapan Jeno, ditatapnya anak sulungnya yang terlihat memainkan rumput dimakam Jaemin. "Anakku sudah semakin besar, aku tau itu kamu. Tapi tetap saja, aku tetap merindukanmu"

"Aku rindu saat kamu tidur larut malam hanya untuk melihat bulan. Rindu mendengar suara mu yang terus meminta sesuatu. Aku rindu sikap dewasa mu. Aku rindu pada orang yang memanggilku hyung selama ini. Rindu saat-saat kamu marah karena aku tidak makan, tidak minum obat, tidak menjaga kesehatan."
Jeno menundukkan kepalanya, menarik nafas dalam dan kembali menatap nisan yang bertuliskan nama seorang malaikat tanpa sayap dikeluarga nya.
"Kamu hanya..terlalu baik padaku hari itu. Padahal aku tidak apa-apa jika harus mati karena penyakitku. Tapi, kamu malah menyelamatkan ku sementara kamu sendiri jadi seperti ini. Tidak adil"

"Kamu sudah berjanji, aku akan membencimu jika kamu ingkar"ancam Jeno lalu tersenyum kecil,
"Mimpi indah, sweet night.."

"Aku ke mobil duluan ya"izin Jeno lalu berlalu, meninggalkan Jong-hoon sendirian. "Kamu lihat, kakakmu itu masih tidak rela. Ide mu bodoh saat itu, kamu membuatku menjadi ayah yang buruk...
Yoonji, kamu juga tidak menegurku kala itu, kamu tidak bilang jika aku salah. Kalian sengaja bersekongkol atau bagaimana?"

"Sudah mulai gelap, aku pulang ya? Jaga anak kita. Jangan buat dia jauh lagi dari Jeno atau kamu akan melihat ku benar-benar tertekan nanti"

***

"Papa!"

"Hey jagoan.. bagaimana harimu?"

"Nenek mengajakku ke supermarket. Aku dibelikan es krim besar sekali"

"Inget gak janji kamu kalau udah makan es krim apa?"

"Aku udah sikat gigi kok, nih"Jaemin memperlihatkan deretan giginya pada Jeno, membuktikannya jika ia sudah menyikat gigi. "Anak pintar, mana mama?"

"Mama tadi ngobrol sama temennya. Gak tau kemana sekarang"
Jeno ikut-ikutan menoleh mencari Xiyeon lalu kembali menatap Jaemin, "sudah makan?"

"Sudah. Perut Nana hampir mau meledak, masakan nenek enak sekali jadi aku tidak mau berhenti makan"
Jeno tertawa lalu mencubit kedua pipi Jaemin, "pipi mu semakin tembam saja"

"Jen, mau menginap?"

"Sepertinya tidak, besok pagi aku harus ke kantor"

"Besok? Bukannya besok libur ya?"

"Iya, tapi ada yang harus dikerjakan dan hari senin sudah harus diserahkan"So Hee mengangguk, "Xiyeon bilang hari ini kamu bersama ayahmu, dimana dia?"

"Tadi appa bertemu dengan temannya jadi minta diturunkan saja dan akan mengobrol dulu. Makanya cuma sendiri"
Jaemin tiba-tiba naik ke pangkuan Jeno, memeluk Jeno erat. Menempelkan kepalanya di dada Jeno, "kenapa? Nana mengantuk?"

"Tidak"

"Lalu?"

"Aku suka dengerin suara jantung nya papa"jelas Jaemin sembari lebih mengeratkan pelukannya, mencoba menghitung setiap detak jantung papanya. Sepertinya lagu pengantar tidur sudah digantikan oleh degup jantung Jeno, buktinya Jaemin tertidur sekarang. Tangannya meremat lengan kemeja Jeno, tak peduli papanya akan berat menggendongnya nanti, yang ingin ia dengarkan hanyalah degup jantungnya.
Padahal hanya sehari Jaemin tidak bermain bersama Jeno tapi anak itu seakan-akan tidak bertemu lama sekali.

Jeno perlahan menyandarkan tubuhnya, memeluk Jaemin yang sudah terlelap. Ia juga mengantuk sekarang, setelah acara menangis di mobil karena ingat momen-momen saat bersama sang adik.
Matanya perlahan ikut menutup seiring dengan terdengarnya dengkuran halus yang berasal dari Jaemin. Keduanya kini tertidur, Ji Hee juga memakaikan selimut untuk mereka berdua. Pantas sejak tadi siang Jaemin selalu bercerita tentang papanya, hubungan mereka benar-benar dekat sekali, tidak yakin jika misalnya Jeno harus pergi untuk pekerjaannya dan Jaemin akan mengizinkannya.

Selamat malam, Na Jaemin dan Lee Jeno..

[]

Aku udah pernah kasih tau nama ibunya Xiyeon belum sih?
Kalau belum, nama Ji Hee bagus gak? Nama itu gak sengaja lewat di otakku jadi ya..aku pake, hehe.

Salah gaes, namanya So Hee..:)

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang