162. Sejak kapan aku begadang?

467 92 8
                                    

"Gak mau! Aku gak mau! Mama ngerti gak sih aku ngomong apa?!"

"Na.. ini juga buat kamu. Biar kamu bisa aktivitas kayak biasa tanpa ada yang ganggu"

"Kalau aku bilang enggak ya enggak. Kenapa maksa sih?!"
Xiyeon menatap lirih Jaemin, anak itu marah besar saat tau orang yang kemarin terus menanyai banyak pertanyaan datang lagi. "Na.. sekali ini aja, kalau memang gak ada kemajuan mama gak akan izinin dia ketemu kamu lagi ya?"

"Iya.. karena dimata mama aku ini emang sakit, udah gila kayaknya di mata mama. Minum obat-obatan, hampir bunuh diri juga. Iya emang udah gila, udah harus masuk rumah sakit jiwa sekarang juga.
Yaudah ayo, kita kerumah sakit jiwa sekarang. Kurung aku disana sampe sembuh, mau selamanya juga gak papa ayo. Ayo berangkat, mama gak perlu mikirin aku lagi jadinya kan karena udah aman di tempat kayak gitu? Harus aku yang pergi sendiri gitu?!"

Xiyeon menggeleng ribut, tangisnya pecah mendengar ucapan Jaemin tadi. "Gak gitu maksud mama.. gak gitu Jaemin"

"Terus apa? Mama yang maksa biar aku ngobrol sama dia lagi. Dia udah kayak wartawan, nanya aja terus. Memangnya gampang jelasin sesuatu apa?! Ya udah kalau emang mama anggap aku sakit, gangguan jiwa, gila, bawa aja ke pusat rehabilitas. Biarin aku disitu terus sampe bener-bener sembuh.
Gampang kan?"

"Na.."Xiyeon sudah duduk di lantai, memeluk tubuhnya sendiri sembari menangis. Sementara si lawan bicara sudah kehabisan kata-kata, ditatapnya lama Xiyeon yang terisak sembari duduk di lantai.
"Ma.. aku gak mau kayak gitu. Mama bilang mau dengerin cerita aku kan? Yaudah mama aja.. jangan suruh orang kayak gitu buat ikut tau. Mama gak tau selama aku ngobrol sama bibi Mina juga tetep, gak ada yang hilang dari pikiran, gak ada yang bikin lega."

"Aku cape lama-lama kayak gini juga.."

Xiyeon mengangguk. Dia berdiri dan mendekat pada Jaemin untuk memeluk erat anaknya. "Maaf.. maaf masih belum bisa paham sama kamu.
Mama gak bakal suruh orang yang kamu maksud itu buat ikut tau cerita kamu, cuma mama yang bakal dengerin, ya? Maaf.."

Jaemin hanya diam, maaf nya Xiyeon adalah kelemahan nya selama ini. Doa sudah tidak bisa berkutik jika wanita itu memohon maaf padanya, bukan karena tidak cukup tapi Xiyeon sudah melakukan yang terbaik. Dirinya lah yang seharusnya meminta maaf karena seakan terus menuntut Xiyeon untuk mengerti padanya.
Bagaimana Xiyeon bisa mengerti sedangkan Jaemin saja tidak pernah mau cerita apapun, dia pendam sendiri seolah masalah-masalahnya akan hilang seiring waktu. Ternyata salah besar, masalah-masalahnya kian menumpuk tanpa ada satupun bantuan karena dia enggan menceritakannya pada siapapun.

"Maaf"

"Gak ada.. kamu gak salah apa-apa dan gak harus minta maaf. Mama saja yang tidak paham dengan anak mama sendiri."

"Sehari ini, gak apa-apa kalau dia ngajak aku ngobrol lagi"
Xiyeon menggeleng, mengusap pipi Jaemin pelan. "Biar mama aja yang dengerin cerita-cerita kamu, dia bukan mama yang paham gimana sifat kamu."

"Mama bakal batalin jadwalnya, semua jadwal yang udah dibuat nanti. Kamu gak perlu khawatir"
Percaya tidak percaya, Xiyeon kemarin sama sekali tidak memegang ponsel walau banyak telpon yang seharusnya ia angkat. Malas rasanya melihat notifikasi berita yang muncul dan isinya tentang keluarganya yang tidak sepenuhnya benar seakan-akan media paling tau apa yang terjadi dengan keluarganya selama ini.
Psikiater itu yang tiba-tiba datang dan mengatakan dia datang atas permintaan Mina yang sudah menelponnya sejak kemarin.

"Tidur lagi aja, lagian gak ada apa-apa lagi hari ini"

"Mama mau kemana?"

"Ngasih tau dia dulu kalau jadwalnya dibatalin"

***

Jaemin meringis pelan saat belakang kepalanya terasa sakit, entah efek luka atau apa yang pasti sakitnya berhasil membuat dunia berputar dari sudut pandang Jaemin. "Ini makan dulu, tadi sore kamu harusnya makan karena siangnya gak makan"

"Sambil tiduran gak apa-apa? Pusing banget"

"Mau mama periksa?"
Jaemin menggeleng, "gak usah, nanti juga hilang sakitnya"

"Tadi Areum kesini sama bibi Somi, Areum bilang mau ngobrol sama kamu tapi kamunya tidur."

"Ngobrolin apa?"

"Gak tau, Areum yang tiba-tiba ngajak mama nya kesini. Ada perlu katanya sama kamu. Yaudah mama suruh besok aja kesini lagi. Terus itu, Chenle nelpon kamu terus. Dia nanyain kamu dimana soalnya pas ke rumah sakit kamu gak ada. Belum kamu kasih tau ya?"

"Lupa.. dari awal pulang belum megang hp lagi soalnya"

"Gak papa, bagus. Banyak yang nanyain kamu, pelatih kamu juga nanyain kapan kamu bisa latihan lagi. Banyak lah pokoknya"
Xiyeon cukup senang saat banyak orang yang menanyai kabar Jaemin, banyak yang peduli padanya sampai sekarang. "Besok mama tinggal sebentar gak papa? Nanti kan Areum sama bibi Somi mau kesini tapi agak siangan. Kakek yang bakal disini dari pagi"

"Mama mau kemana?"

"Ada urusan sebentar, kamu juga ditanyain sekolah jadi mama harus kesana. Gak papa kan? Nanti mama beliin makanan buat kamu"
Jaemin mengangguk sembari mengunyah makanan didalam mulutnya, beberapa kali dia hampir tertidur jika Xiyeon tidak membangunkanya.
"Ngantuk banget kayaknya, padahal dari tadi siang tidur"

"Habis makan tidur lagi biar puas tidurnya. Jangan begadang lagi, gak bagus"

"Sejak kapan aku begadang?"

"Jangan kira mama gak tau ya, kemarin kamu jam tiga pagi udah bangun padahal tidur jam sebelas"

"Tapi kan tidur lagi"

"Kalau gitu kamu kurang istirahat nanti terus kalau kebiasaan begadang gimana? Nanti disekolah gak fokus, ngantuk terus. Gak baik kayak gitu"

"Iya iya... Yaudah sana, mau tidur lagi"

"Dih, sensi amat jadinya. Paling ntar ngerengek minta ditemenin"

"Oh jelas tidak dong, saya sudah dewasa wahai nyonya Lee Xiyeon"Jaemin menggerakkan tangannya seolah mengusir Xiyeon dari kamarnya. Ia kembali diam sembari menatap bintang-bintang di langit kamarnya, lucu saja melihatnya apalagi jika mati lampu. Hanya itu yang menemaninya saat tidur.

"Ma.. temenin tidur.."

[]

Ngantuk bay

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang