97. Paket misterius

662 116 7
                                    

"ini papa?"
Xiyeon mengangguk. Tadi pagi ia sengaja membongkar album foto yang Jeno simpan untuk menunjukkannya pada Jaemin. Walaupun tubuh anaknya masih demam, tapi bahkan ia jadi cerewet sekarang.
"Ma.."

"Hm?"

"Foto paman..mana?"
Xiyeon menjentikkan jarinya, mengambil satu album lagi yang ia bawa ke kamar Jaemin tadi. "Ini"

"Kenapa gak disini? Disini masih banyak yang kosong"

"Papa cuma mau bikin album khusus paman doang, mama juga gak tau kenapa"Jaemin mengangguk, mulai membuka album yang lebih kecil dibandingkan dengan album sebelumnya. Xiyeon benar, bahkan foto pamannya saat masih didalam kandungan ada. Seniat itu Jeno mengumpulkan semuanya.
"Ini papa semua yang ngumpulinnya?"

Xiyeon mengangguk, "semuanya. Kalau foto pas paman masih di kandungan kayak gini itu sengaja sama neneknya kamu disimpen ditempat yang cuma papa yang tau. Sisanya katanya sih..minta tolong sama supir dirumah papa dulu"
Jaemin menatap foto-foto pamannya itu, ia semakin paham kenapa Jeno begitu mengkhawatirkannya selama ini.
"Tapi kenapa gak ada foto paman sama nenek?"

Xiyeon tersenyum, mengusap surai Jaemin lembut, "nenek harus pergi saat melahirkan paman. Jadi paman gak sempat lihat wajah nenek, cuma lihat dari foto aja"

Jaemin tersenyum kecil, semua anggota keluarga nya hebat, dari mulai kakeknya sampai mamanya. "Kamu termasuk seseorang yang beruntung karena Tuhan udah memberikan kamu kesempatan lagi buat jagain orang yang paling berharga buat kamu dulu."

"Eh..mama lupa kamu belum makan astaga"

***

"Udah baikan? Obatnya diminum kan?"

"Diminum kok.."Jaemin diam mendengarkan Jeno, tangannya hanya menggambar abstrak diatas selimut. "Ah..papa harus mengurus sesuatu, nanti papa telpon lagi ya?"

Jaemin hanya berdeham. Setelah Jeno mengakhiri telponnya Jaemin kembali berdiam diri, ia bingung sekarang. Lebih tepatnya ia bosan.
Tidak mungkin ia akan pergi ke rumah Mark atau Haechan selama sakit seperti ini, Xiyeon tetap akan melarangnya. Ini yang dia tidak suka, biasanya Jeno akan selalu menemukan kegiatan untuk mengisi kekosongan waktu seperti ini. Bahkan saat sedang sakit, pria itu yang paling tau bagaimana cara menghibur Jaemin.
"Paket!"

Jaemin mengerutkan dahinya, ia yakin tak salah dengar. Seingatnya Xiyeon hanya tiga kali belanja online selama ini, itupun yang berkaitan dengan pekerjaannya bukan seperti tas atau kosmetik. Mamanya paling jarang beli hal yang namanya aksesoris sejenis seperti itu.
"Jaemin"

"Hm?"
Xiyeon menaruh kardus yang cukup besar diatas kasur Jaemin. Menyuruh anaknya membaca tulisan untuk siapa paket itu. "Untukku?"

"Mama tidak tau dari siapa, tapi katanya itu untukmu. Dia tidak mau memberitakan siapa yang mengirim paket itu"

Jaemin menerima gunting yang disodorkan, membuka kardus dihadapannya sedikit terburu-buru.
Isinya cukup banyak, bahkan macam-macam. Makanan, minuman bahkan beberapa pernak-pernik bertemakan Doraemon.
Jaemin meraih sebuah kartu didalamnya dan membacanya, bibirnya tiba-tiba menyunggingkan senyum. "Dari pacar kamu ya?"

"Ish apaan..ini dari papa"

"Hah?"Jaemin memberikan surat itu pada Xiyeon, mulai mengeluarkan seluruh isi paketnya. Bahkan papanya membelikan buku harian yang hampir mirip dengan milik pamannya. "Ah..ini sebagai permohonan maaf"

"Ya.."sejujurnya ia sedikit kecewa membaca surat tadi. Jeno akan lebih lama pulang dari perkiraan, sebagai gantinya Jeno sengaja mengirim ini semua untuknya. Ia sengaja mengumpulkannya disana hanya untuk Jaemin, niatnya ingin memberikannya pada Jaemin langsung malah jadi paket seperti ini. "Lihatlah, papamu sudah seperti sahabat pena mu saja"

"Dan sepertinya dia tidak memikirkan kesehatan gigimu Na Jaemin.."ujar Xiyeon melihat makanan-makanan yang Jeno belikan mayoritas manis. "Kali ini mama tidak akan menyembunyikannya..asal setelah makan sikat gigimu ya?"

Jaemin mengangguk, dia masih fokus pada buku harian dipangkuannya. "Haruskah aku melakukannya juga seperti paman?"

***

"Nah..ini dia. Cookies kesukaan anak laki-laki kesayangan bibi"seru Somi mengeluarkan se-toples kue yang paling sering ia buat untuk Jaemin karena begitu menyukainya. Somi, Haechan dan Areum baru datang ke rumah. Katanya sekalian untuk menemani Jaemin yang mungkin bosan. Buktinya Haechan sudah mengajak Jaemin bermain game dan akhirnya mengabaikan cookies buatan Somi.
"Dia terlalu banyak menerima makanan manis"

"Apa maksudmu? Jelas-jelas hanya aku yang pertama memberikan ini sebagai buah tangan untuk menjenguk Jaemin"

"Tidak..kau salah besar. Kau bukan yang pertama"

"Benarkah? Siapa yang datang kesini sebelum aku? Ibumu? Ah tidak.. kamu bilang ibumu sedang keluar kota. Kakeknya?"

"Salah"

"Terus siapa? Tidak mungkin Jeno. Dia kan sedang diluar kota"

"Nah! Itu..dia orang pertama yang berubah dari seorang ayah menjadi sahabat pena bagi Jaemin. Tadi siang Jeno mengirimkan paket untuk Jaemin, sebagai permintaan maaf karena tidak akan pulang seperti perkiraan dan juga sebagai doa agar Jaemin cepat sembuh"

"Aish..bapak yang satu itu tidak pernah mau kalah ya. Selalu jadi yang pertama bahkan jadi cinta pertama mu benar?"
Xiyeon mendelik, "kenapa jadi bahas masalah cinta pertama?"

"Lee Xiyeon, kau kira temanmu ini tidak tau? Kamu sama sekali tidak mau mencari kekasih kala itu..tapi Jeno malah lebih dulu dan menarik perhatian mu lebih cepat.
Kalau tidak salah Jeno pernah bilang jika sebelumnya Haechan menyukaimu?"
Haechan tak sengaja menyemburkan minumannya begitu Somi berbicara seperti itu. Ia sampai terbatuk karena istrinya sendiri.
"Kenapa? Benar ya? Ternyata aku bukan cinta pertama mu ya?!"

"Kata siapa? Jeno yang bilang? Anak seperti dia dipercaya. Sudah sesat masih saja dipercaya. Aduh!"
Haechan lupa jika ada pawang Jeno disebelahnya yang sudah melempar tatapan yang mengintimidasi. "Bercanda Na..bercanda"

Areum?
Jangan tanya dia, gadis itu saja tidak mengerti apa yang tengah diperdebatkan oleh kedua orangtuanya sekarang, malangnya nasib anak cantik itu harus menghadapi orangtua yang hobi berdebat. "Areum, kita ke kamar saka main boneka. Disini berisik semua"

"Huum..ayo"

Xiyeon hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat keduanya jadi berdebat seperti ini. Jika ada Jeno mungkin keduanya sudah ditendang keluar rumah saking berisiknya. Ia hanya menyaksikan bagaimana Somi dan Haechan berdebat, lebih tepatnya Somi yang uring-uringan karena ia bukan cinta pertama bagi Haechan seperti Xiyeon bagi Jeno. Padahal wanita itu hanya dibohongi oleh Jeno, Haechan sama sekali belum pernah pacaran. Walaupun sesekali menebar pesona didepan para gadis tapi sama sekali tidak ada yang menarik perhatiannya.

Dan akhirnya jatuh pada Somi, wanita yang bisa dibilang cukup kasar namun memiliki hati yang lembut itu berhasil menarik perhatian Haechan si pria dengan banyak tingkah sampai-sampai membuat Jeno ingin melemparkannya ke sungai.

Memang suatu keajaiban keduanya bisa bertemu dan jadi seperti ini setia hari.

[]

Bisa-bisanya karena komen kalian dari part sebelumnya aku senyum-senyum sendiri argh:)

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang