78. Jangan tinggalin Nana

888 141 11
                                    

"Jangan nakal loh ya"
Yang diajak bicara tidak membalas. Jaemin turun begitu saja dengan wajah yang murung, Jeno agak bingung dengan tingkah Jaemin pagi ini.
Saat sarapan pun Jaemin hanya menghabiskan makanannya setengah saja dan saat di mobil dia juga ketiduran. "Sakit gitu ya?"

Jaemin mendudukkan dirinya di kursi. Sebenarnya ia tidak mau masuk sekolah hari ini, kepalanya terasa pusing saat bangun tidur. Jaemin menyembunyikan wajahnya di meja, memejamkan matanya sejenak.
"Mau pulang.."

***

"Mau dijemput?"
Jeno mengetukkan jarinya di meja menunggu jawaban Xiyeon, sesekali lanjut mengisi laporan yang harus siap hari ini.
"Tidak usah, jemput saja Jaemin. Tumben dia gak ceria tadi pagi"

"Gak tau. Sakit?"

"Tadi pagi sih biasa aja. Badannya juga gak panas. Kenapa ya.."

"Nanti aku tanyain langsung aja. Yaudah ya, mau lanjut lagi"setelah menjawab panggilan pun mati dan keduanya melanjutkan aktivitas masing-masing. Jeno juga mengisi laporannya dengan cepat. Atensinya teralihkan begitu ponselnya berbunyi. Dahinya mengkerut melihat nomor yang tidak ia kenali, menebak-nebak siapa dibalik nomor itu.
"Halo"

"Halo, dengan orangtuanya Na Jaemin?"

Jeda sejenak, Jeno mencoba mengingat-ingat suara milik siapa yang ada di sambungan telepon.
"Iya, dengan siapa?"

"Saya wali kelasnya. Maaf, tapi bisakah menjemput Jaemin sekarang?"

"Kenapa? Ada apa dengan Jaemin?*

"Tubuhnya panas sekali. Dia berada di ruang kesehatan sekarang karena hampir kehilangan kesadaran. Tubuhnya menggigil sejak tadi."

"Baik, saya akan segera kesana"
Jeno menyambar jasnya diatas sofa, berjalan dengan terburu-buru. Ditangannya sudah ada kunci mobil. Sambil berjalan Jeno memakai jas hitamnya lagi.
Jantungnya sudah tidak karuan, apalagi mendengar Jaemin hampir kehilangan kesadaran tadi. Masa bodoh dengan laporannya, anaknya membutuhkannya sekarang.

***

Derap langkah sepatu Jeno menggema di koridor sekolah. Nafasnya terengah-engah karena berlari dari parkiran. "Jaemin!"
Nafasnya yang belum teratur ia abaikan, Jeno menatap Jaemin yang berbaring sembari meringkuk. Giginya gemeretak karena menggigil.
"Jaemin, Jaemin kamu dengar papa kan?"

Jeno sampai terkejut begitu telapak tangannya menyentuh lengan Jaemin. Panas sekali, baru kali ini Jaemin demam setinggi ini bahkan sampai menggigil. Dengan sisa tenaganya Jeno menggendong Jaemin di punggungnya, berpamitan pada guru yang menjaga Jaemin. Dengan tergesa-gesa Jeno membawa Jaemin yang terlihat lunglai dalam gendongannya, bahkan ia hampir menangis karena Jaemin tak kunjung menjawab panggilannya.
"Kamu kenapa bisa begini.."

Bahkan Jeno sampai menambah kecepatan mobilnya demi segera sampai di rumah sakit. "Papa tidak suka kamu ke tempat seperti itu lagi, Na"

Jaemin membuka matanya pelan, menatap Jeno sayu. Matanya terasa terbakar saking panasnya, yang pasti tangannya digenggam oleh tangan kiri Jeno. Jaemin terlalu lemas untuk bicara sekarang dan kembali memejamkan matanya. "Jaemin..bangun sayang, jangan bikin papa takut"

"Jangan bikin kakakmu ini takut Na"

***

Bibir bawahnya ia gigit untuk mengurangi rasa takutnya. Jaemin harus menginap dirumah sakit. Tangan kanannya sudah terpasang selang infus karena kekurangan cairan dan anaknya itu belum bangun sejak tadi.
"Jaemin...jangan tidur terus. Papa gak suka"

Bak keajaiban, Jeno mengucap syukur begitu Jaemin bangun. Mengusap rambut lepek Jaemin dan menciumnya cukup lama. "Kenapa bisa sakit..papa takut"

"P-papa.."

"Iya? Kenapa? Ada yang sakit?"Jaemin menangis. Anak yang sekarang berada di kelas 6 ini menangis sembari menggenggam tangan Jeno begitu erat.
"Jangan tinggalin Nana..."

"Enggak sayang. Papa gak kemana-mana. Papa disini kok"

"Nana lihat....papa pergi di mimpi tadi malam. Karena itu kepala Nana pusing. Nana gak mau ditinggal sama papa"Jeno berusaha menahan pertahanannya, memeluk tubuh Jaemin dan mengusap kepalanya berulang kali. "Enggak, papa gak akan kemana-mana. Papa bakal sama Nana terus. Jangan menangis ya? Nanti kepalanya pusing lagi"

Jaemin membenamkan wajahnya di dada Jeno, menikmati sentuhan berulang yang lembut di kepalanya itu. Jeno dapat merasakan bagaimana takutnya Jaemin, detak jantungnya tidak teraturnya. Ditatapnya Xiyeon yang baru datang dengan perawat dibelakangnya yang membawakan makan malam Jaemin. "Jaemin tidak apa-apa?"

"Ya..dia sudah tidur lagi"Xiyeon mengangguk. Menatap wajah lelah anak kebanggaan nya itu. Mirip sekali dengan Jeno jika pria itu kelelahan. Peluh membasahi pelipisnya begitupun dengan nafas yang seakan-akan baru berlari mengelilingi perumahan. "Nanti jam..delapan atau sembilan dokter tadi dateng lagi buat meriksa Jaemin"

"Bukan kamu?"

Xiyeon menggeleng sebagai jawaban lalu menjelaskan, "ada operasi bentar lagi. Aku harus gantiin dokter yang harus nya ngelakuin itu. Kalau dokternya ada pasti aku yang bakal megang Jaemin"

"Tak apa, aku juga tidak akan pulang"

"Apa? Tidak pulang? Yang benar saja Jeno. Kamu itu sudah lelah bekerja. Jangan paksakan tubuhmu itu. Jangan seolah-olah jadi robot dikeluarga mu"

"Lalu aku harus apa? Diam saja sementara Jaemin menangis karena bermimpi aku meninggalkannya? Membiarkannya ketakutan begitu?"
Xiyeon diam. Sudah sulit jika sudah menyangkut tentang Jaemin.
"Yasudah. Aku akan minta tolong untuk membelikan mu makan malam. Jangan tidur terlalu malam"

Jeno mengangguk, kembali membaringkan Jaemin perlahan. Merapikan baju Jaemin yang kusut dan menyelimutinya. Tangannya masih mengusap kepala Jaemin, membiarkannya tidur dengan tenang.
Pria itu menatap Jaemin yang masih sedikit gelisah, justru dirinya yang takut jika Jaemin yang pergi.
Ia mendengar jika anak-anak kelas 6 sebentar lagi akan melaksanakan acara kemah,
Demi Tuhan Jeno jadi membenci acara itu.

Acara yang membuatnya kehilangan adik satu-satunya kala itu.

Apa wajar jika ia melarang Jaemin untuk ikut nantinya?

Tapi ia juga takut. Kegiatan seperti itu bisa menambah wawasan Jaemin namun karena hal itu Jeno bingung sekarang.
"Papa harus bagaimana Na.."

***

Xiyeon masuk ke kamar dimana Jaemin dirawat dengan lelah. Ia memukul-mukul bahunya pelan yang terasa pegal. Jeno sudah tertidur, dengan sebelah tangannya yang menggenggam tangan Jaemin.
Kepala rumah tangga keluarga Lee itu hanya memakan makanan yang ia beli setengah, begitupun dengan makanan Jaemin yang masih tersisa setengah bahkan lebih banyak dari Jeno
Ingin rasanya Xiyeon membangunkan Jeno dan menyuruh pria itu pulang jika tidak takut dengan Jeno yang akan mengamuk nantinya.

Xiyeon lebih memilih menyelimuti tubuh suaminya, membenarkan selimut yang menutupi tubuh Jaemin. "Pantas saja papamu tidak mengangkat telpon mama tadi sore, Na. Sepertinya kamu lebih penting daripada mama sendiri"

Xiyeon terkekeh, mengusap pipi Jaemin pelan. Sedikit lebih tirus dari sebelum-sebelumnya, ia yakin jika hal itu berhubungan dengan serpihan memori yang mulai diingat oleh Jaemin. "Seharusnya kamu cerita saja pada mama selama ini, kasihan papa jadi terus-terusan khawatir."

Dikecupnya dahi Jaemin seraya berkata, "tidur yang nyenyak sayang".
Xiyeon kembali meninggalkan keduanya, membiarkan mereka beristirahat dari lelahnya kegiatan hari ini.

[]

Maaf ya baru update sekarang,
Sinyal jelek:') + belum ada waktu hehe.

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang