160. Bertemu Lia lagi

481 84 4
                                    

"kakak yang waktu itu?"
Jaemin menoleh, mencoba mengingat-ingat wajah anak yang duduk disebelahnya. "Lia?"

"Iya! Kita ketemu lagi.. kakak kenapa disini?"

"Sakit lagi, kamu juga?"
Lia mengangguk, gadis itu menghela nafasnya pelan. "Kata mama aku masih harus disini"

"Kalau boleh kakak tau.. kamu sakit apa?"
Lia menggeleng lalu menatap Jaemin, "aku juga gak tau. Mama gak pernah kasih tau. Katanya aku cuma sakit perut biasa aja"

"Kakak gak boleh sakit.. jangan kayak aku, bolak-balik terus.. gak asik tau, gak bisa main bareng temen"

"Kamu juga.. kamu harus cepet sembuh. Nanti kakak ajak main ya? Beli buku cerita yang banyak"

"Beneran?"Lia tertawa senang, tiba-tiba merentangkan tangannya lalu memeluk tubuh Jaemin. "Kakak baik.."

"Lia, sedang apa?"

"Mama! Mama ini temen Lia.. namanya kakak baik, katanya mau beliin buku cerita buat aku kalau sembuh"
Jaemin membungkuk pelan sembari tersenyum, "halo.. Lia, dipanggil sama papa. Sana samperin"

"Maaf kalau ikut campur tapi.. Lia sakit apa?"

***

Salah, Jaemin salah besar. Seharusnya ia tidak pernah menanyakan sakit apa anak perempuan cantik itu.
"Dicariin kemana-mana taunya disini ah. Belum sehat juga masih keluyuran"

"Papa dulu pernah gagal hati juga kan?"

Mark diam sementara Jaemin masih menunggu dokter disebelahnya ini menjawab. "Kenapa? Kenapa tiba-tiba nanya gitu?"

Jaemin menggeleng pelan, entahlah, rasanya aneh dia tiba-tiba khawatir pada seorang anak kecil yang bahkan hanya berpapasan dan berbincang sedikit. Tapi dadanya sesak saat mendengar ibu dari anak kecil itu mengatakan jika Lia sakit apa, sama seperti Jeno dulu.
"Ah.. Lia ya?"

"B-bagaimana.."

"Paman menanganinya, dia sering cerita tentang kamu. Paman kira yang dia panggil kakak tampan atau kakak baik itu bukan kamu. Khawatir kah?"

"Gak tau.. rasanya tiba-tiba sesek aja, padahal aku gak kenal"

"Paman gak mungkin bakal ngambil langkah seperti dulu. Lia pasti sembuh, tidak usah khawatir. Lucu sekali melihatmu khawatir seperti ini.
Sama kayak paman mu dulu, saat Jeno sakit. Paman mu sampai tidak makan karena bolak-balik rumah, sekolah terus rumah sakit. Istirahat lagi sana, masih belum sehat jangan keluyuran dulu"

"Kalau waktu itu papa cepet ditolong, terus kalau misalnya butuh sesuatu, aku bisa donor in mungkin? Seenggaknya papa tetep ada. Bener kan?"

"Na Jaemin, paman tidak pernah suka jika kau berkata seperti itu seolah-olah seharusnya kau yang mati. Cukup, jangan buat paman habis kesabaran"

"Aku hanya bertanya, seandainya begitu.. apa salahnya tinggal jawab? Lagipula papa-"

"Na Jaemin!! Cukup!! Pergi ke ruangan mu dan jangan pernah bicara seperti itu lagi! Kau kira hidup mu itu banyak apa, bisa berkali-kali, bisa seenaknya kamu lakuin hal kayak gitu?! Kamu pikir omongan kamu itu lucu? Cuma sekedar pertanyaannya aja?! Gak Na Jaemin! Kau kira hal seperti itu bisa dijadikan obrolan santai seperti itu?!"
Jaemin diam begitu Mark membentaknya, matanya berembun mendengar nya. Dia hanya bertanya tapi kenapa responnya seperti ini.
"Hey hey hey.. kalian kenapa sih?"

"Kenapa? Merasa menyesal hah? Kau kira aku pernah memaafkan mu karena tidak menolong papa?
Jangan harap, aku muak dengan sikap sok baik mu itu"
Haechan terkejut mendengar ucapan kasar Na Jaemin, dia memandang Mark dan punggung Jaemin yang menjauh bergantian.
"Ayolah.. tidak elit kau bertengkar dengan remaja seperti Na Jaemin"

"Kamu tau sendiri Jaemin sedang sensitif, kamu sendiri yang bilang tidak baik jika Jaemin sering menangis. Aku sudah bisa bayangkan dia sedang menangis sekarang,
Mark hyung, tahan emosi mu. Jaemin jarang main-main dengan ucapannya seperti ibunya, kamu beneran mau dia membenci mu hah?
Kamu sendiri yang bilang Jaemin sudah seperti keluargamu tapi begini."

"Minta maaf lah kalau sudah reda emosi mu itu, jangan buat Jaemin tertekan.
Nyawa dia taruhannya, bukan mental nya lagi"

***

"Mau pulang, aku bisa dirawat dirumah kan seperti waktu itu?"

"Na.. kondisimu masih belum membaik. Sabar ya? Sebentar lagi juga kamu boleh pulang"

"Terserah, jangan salahkah aku kalau besok ruangan ini sudah kosong"
Xiyeon hanya bisa tersenyum menanggapi ucapan-ucapan Jaemin, entah dalam masa pubertas atau apa tapi sikapnya tiba-tiba seperti ini. Kemarin baik-baik saja, tadi pagi juga, penasaran siapa yang membuat anaknya jadi begini.
"Nanti mama tanya paman Mark dulu oke?"

"Kenapa? Mama juga dokter. Kenapa harus dia? Aku muak, tidak usah libatkan dia lagi"

Ah, Mark ternyata.

"Dia yang bertanggung jawab atas kamu, jadi mama juga harus minta persetujuan dari dia."

"Kenapa? Kenapa harus dia terus? Sejak kapan aku menyukainya setelah orang itu yang telat datang waktu itu?"

Xiyeon menahan nafasnya, sudah bingung harus jawab apa, ini topik sensitif. "Tidur oke? Nanti bangun terus makan. Mama temani disini, tidak usah khawatir"

"Kebiasaan mengganti topik"
Jaemin merubah posisinya menjadi memunggungi Xiyeon. Terkadang semua orang menjadi menyebalkan dalam waktu bersamaan seperti sekarang seolah-olah enggan memihak kepada Jaemin.
"Dengarkan mama, bukan kesalahan paman karena telat datang. Mama masih belum profesional waktu itu, mama panik sampai bingung harus apa selain genggam tangan papa aja.
Jangan salahin paman Mark, dia gak ada sangkut-pautnya sama papa waktu itu, kalau mau marah jangan sama dia. Marah aja sama mama, kamu mau marah-marah ataupun yang lainnya ke mama aja, jangan ke orang lain.

Kamu masih tetep harus baik sama orang lain"

"Bukannya mama tidak memihak kamu, tapi mama disini sebagai pihak yang netral. Karena apa? Mama juga yang gak bisa buat nanganin papa, padahal papa itu pasien mama juga.. mamanya aja gak buru-buru tanganin.
Maafin mama oke? Jangan simpen di pikiran kamu lagi. Jadi penyakit nanti"

Marah pada Xiyeon? Yang benar saja. Tak sengaja membentak Xiyeon seperti waktu itu saja sudah membuat Jaemin panas dingin, panik, khawatir. Bisa-bisanya Xiyeon menyuruh Jaemin marah padanya saja, bisa gila lama-lama dia karena merasa bersalah.
Dia lebih memilih untuk memejamkan matanya, sudah malas melanjutkan pembicaraan jika Xiyeon sudah berkata seperti itu.

"Besok, mama janji kamu boleh pulang dan dirawat di rumah aja untuk beberapa waktu buat pemulihan. Tapi mama bingung kamu pulangnya gimana sementara kamu aja gak mau naik mobil..
Gak mungkin mama suruh kamu jalan sedangkan masih sakit.
Nanti mama coba tanyain Renjun atau Jisung buat bawa motor aja, mama bakal suruh pelan-pelan bawa motornya biar kamu gak takut kenapa-kenapa"

[]

Beep.. beep..
Hari ini banyak banget yang bahas SNMPTN, kan jadi kepikiran.
Makin lama makin... Biasa aja ya?

Hehe.

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang