130. Maaf, aku egois

539 89 25
                                    

Xiyeon menatap punggung anaknya, tersenyum miris melihat perubahan sikapnya sekarang.
"Jaemin..sedang apa hm?"

"Kamu menangis?"
Jaemin menggelengkan kepalanya, buru-buru menghapus jejak air mata di pipinya, "Jaemin yang mama kenal tidak se-cengeng ini.."

"Ada masalah? Cerita sama mama. Jangan dipendam kayak gini, mama gak suka. Itu bikin kamu sakit"
Jaemin menatap Xiyeon lirih, suaranya terdengar parau karena menangis. Xiyeon menatap sebuah benda yang dipegang Jaemin, matanya mulai berkaca-kaca juga sekarang.
"Sampai kapan kamu mau kayak gini terus? Kamu gak kasihan sama mama"

"B-bukan gitu.."

"Kamu gak pernah mau cerita sama mama. Diem-diem nangis kayak gini, mama gak suka kamu kayak gitu Na. Kamu bikin mama seolah-olah gak peduli sama kamu. Mama jadi serba salah gini sekarang, mama jadi malah berpikir kalau mama itu gak becus jaga in kamu. Mama gak larang kamu kangen sama papa tapi gak gini, Na.. kamu bikin mama jadi mikir kalau mama ini sebenarnya kamu anggap atau enggak..
you can't go on like this, Na Jaemin"

"Singkatnya aja gini, kamu anggap mama ada gak?"
Jaemin masih terisak menatap Xiyeon, Jaemin akui dia egois selama ini. Tapi apa salah berharap jika papanya akan tiba-tiba datang kerumah, memeluknya erat sembari menenangkannya.
"Ma...sekeras apapun aku usaha aku gak bisa lupain papa gitu aja. Aku berusaha buat gak terlalu mikirin papa lagi, aku coba buat ikhlas..tapi itu yang bikin aku makin sakit sampai detik ini. Aku gak bisa terus dipaksain kayak gini, semuanya kayak suruh aku buat lupain papa."

"Aku cape ma.. aku terus-terusan kayak gini. Aku bingung cara biar masalah ini selesai."

"Kamu masih membesarkan ego mu, Na"

"Iya. Emang. Aku egois. Aku mau semua permintaan aku terkabulkan. Aku minta papa sampai sekarang, mama gak pernah wujud in itu kan? Mama suruh aku terus-terusan buat ikhlasin papa. Itu bukan yang aku minta. Mama bilang mau kasih apapun yang aku mau, tapi mama sendiri gak pernah kasih permintaan aku yang satu itu."

"Mama harus gimana, Jaemin... Tuhan udah bertindak, mama gak bisa lakuin apapun. Mama gak bisa bikin papa ada disini disaat mama sendiri yang lihat papa dimakamkan. Kamu gak boleh gini, Na.. mama harus bilang apa sama papa?"

"Suruh papa pulang, gampang kan? Mama tinggal bilang gitu. Papa selalu nurut sama mama, harusnya dari dulu mama suruh papa pulang"
Jaemin kecewa hari ini, mamanya seakan menyuruhnya untuk tidak memikirkan Jeno seperti ini. Sama seperti Mark, sama seperti Haechan, Seojun, Somi. Semuanya sama, bahkan Tuhan seakan memihak mamanya.
"Aku cuma mau papa... Itu aja.. aku gak mau yang lainnya.."

"Aku mohon.. kasih aku itu.."

"Kamu gak sayang mama?"

"Selalu itu!"Jaemin menaruh foto ditangannya kasar, menatap Xiyeon marah sekarang. "Mama kalau gak bisa selalu bilang gitu. Maksudnya apa bilang kayak gitu?! Mama bilang mau coba jadi papa kan? Gak akan pernah! Mama gak akan pernah bisa!"
Jaemin berdiri dan meninggalkan Xiyeon begitu saja.

Sudah malam, Jaemin malah pergi keluar dengan sepedanya. Menangis sepanjang perjalanan entah kemana. Jaemin benci saat-saat ini, Jaemin benci dunianya yang sekarang. Percaya tidak percaya, Jaemin pernah membenci Tuhan karena mengambil Jeno darinya.
Tidak adil, disaat Jeno pulang dengan senang harus seperti ini. Disaat Jaemin menunggunya malah harus melihat Jeno sekarat. Melihat orang bisa tersenyum dengan keluarga utuhnya membuat ia selalu menaruh rasa benci, iri, tidak suka dengan mereka. Jaemin tidak akan pernah merasakan hal seperti itu lagi sekarang.

Jaemin meringis kala perutnya sakit, ia lupa belum makan yang artinya maag nya kembali lagi. Kakinya terus mengayuh sepeda menyusuri jalanan, menangisi kebodohannya karena tidak bisa membuat Jeno tetap dirumah.
Rasa penyesalannya tidak akan pernah hilang, bahkan membuatnya ingat selalu jika sedang berada di fase ini. Ia menghentikan sepedanya kala melihat lampu berwarna merah, nafasnya sedikit sesak dan kulitnya terasa dingin karena tidak memakai jaket. Mengabaikan rasa sakit di perutnya yang semakin menjadi-jadi.

Sejak Jeno pergi, tak jarang Jaemin dan Xiyeon bertengkar seperti itu. Jaemin yang kadang menyalahkan mamanya dan Xiyeon yang tidak tau harus berbuat apa. Selama ada papanya Jaemin tidak pernah bertengkar, dia selalu dekat dengan Xiyeon berbeda dengan sekarang. Hubungannya seakan sedikit renggang karena kejadian naas itu.
Jaemin tak kunjung mengayuh sepedanya lagi, ia menangis hebat sekarang.
"Jaemin?!"

Felix yang kebetulan lewat buru-buru menghampiri Jaemin, temannya menangis di malam seperti ini membuatnya jadi berburuk sangka. "Kau kenapa?! Ada yang jahat padamu?!"

Felix buru-buru melepaskan mantelnya begitu merasakan kulit Jaemin yang benar-benar dingin.
"Kerumah ku ya? Kau tenangkan dirimu dulu disana"

***

Felix menyodorkan segelas teh hangat pada Jaemin. Penampilannya kacau sekarang, wajahnya yang pucat dengan mata sembab, rambutnya juga sedikit berantakan.
"Kau bertengkar dengan mama mu?"

Felix berdiri untuk menuju dapur, sudah bisa menyimpulkan jika Jaemin belum makan. Anak itu selalu begitu jika habis bertengkar dengan Xiyeon.
"Makan dulu, perutmu sakit nanti. Chenle lagi dijalan, bentar lagi juga dateng"

"Mau aku suapi?"
Jaemin kembali menangis, menatap Felix sayu. "Maaf.."

"Kenapa? Kenapa kamu minta maaf? Kamu ngelakuin kesalahan apa?"

"Maaf... Karena aku egois"
Felix benci suasana ini. Melihat temannya menangis seperti ini, Felix benci. Rasanya ia ingin memaki dunia karena sudah membuat Jaemin menangis.
Dia hanya sok kuat, sok tegar di sekolah. Ini aslinya, rapuh bahkan Felix selalu berhasil dibuat menangis karena Jaemin yang padahal notabenenya dia jarang sekali menangis.
"Jangan sok kuat kayak gini, aku gak suka ya?!"

"Jaemin ya Jaemin, kalau cape bilang. Aku benci liat kamu yang sok kuat"
Chenle memandangi kedua orang tersebut, langkahnya berhenti di ambang pintu kala Jaemin meminta maaf tadi.
"Jangan gini.. kamu harus jujur sama diri kamu sendiri. Kalau begini terus kamu juga makin sakit nantinya. Gak lucu kamu masuk rumah sakit lagi cuma karena nangis gini, Na"

"Banyak orang yang ada buat kamu, tapi kamu malah lebih milih sendiri. Kita semua bakal bantu kamu, Na apapun itu jika kita bisa. Gak usah minta maaf, kamu gak salah"
Felix mengangkat kepalanya, mematung melihat Chenle yang masih berdiri di ambang pintu.
"Kerja bagus, Na Jaemin. Kau membuatku kembali membenci dunia"

[]

Ini..
Ini karena aku bener-bener kangen sama sosok Jeno disini.
Sosok yang selalu lindungin Nana, selalu bikin Nana senyum dan jaga dia biar gak nangis. Selalu ngomong dengan lembut sama Jaemin, gak pernah marah sama hal yang mungkin mancing emosi dia. Mungkin kesalahan dia juga karena terlalu lelah waktu itu makanya gak sengaja bentak Jaemin.

Kalo boleh jujur ni ya,
Aku kecewa sama diriku sendiri yang bikin alur kayak gini.
Padahal Jeno yang bikin aku ketagihan update cerita ini. Aku gak tau darimana bisa bikin sosok ayah kayak Jeno yang hampir bisa dibilang sempurna?
Aku.. kangen dia.

Aku kangen hiburannya Jeno kalau Jaemin sedih, dia gak pernah ngebiarin anaknya buat nangis.
Bener?

Dahlah😭

Sorry multimedia nya gak elit,

Karaoke, bhaks😌
Kalau bisa didengerin dulu ya? Aku pribadi sih itu lagunya pas sama kondisi hati aku.
Canda hati

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang