44. Itu nyata

1K 138 23
                                    

Tidak, mereka tidak langsung makan ice cream tapi mampir ke restoran dulu. Xiyeon marah tadi saat tau Jeno belum makan siang, ayah dari Na Jaemin itu lebih sering sakit jika melewatkan jam makannya.
"Mark menyuruhku ke rumah sakit"

"Ada apa?"

"Katanya hanya ingin bertemu"Xiyeon berdecak lalu merebut ponsel Jeno. Bisa-bisanya ada yang makan sambil bermain ponsel dihadapannya,
"Makan ya makan, gak usah sambil main ini"

Jeno merengut sebal, ponselnya dimasukkan ke dalam tas Xiyeon tanpa persetujuannya. Jaemin? Entahlah, anak itu tadi bermain-main di perosotan yang memang disediakan restoran.
"Papa!"

Jeno tersedak begitu ada seseorang yang memegang kakinya, Jaemin tertawa puas sembari duduk dibawah meja dan memeluk kaki ayahnya itu.
"Na Jaemin, tidak boleh seperti itu. Papa sedang makan"

Xiyeon terdiam begitu Jaemin merubah raut wajahnya seakan hendak menangis, untungnya tidak jadi karena Jeno keburu menggendong nya.
"Suasana hatinya sedang sensitif sepertinya.."
Jaemin menggosok matanya yang berair lalu meraih selembar tisu di meja dan memainkannya, hari ini Na Jaemin begitu manja pada orangtuanya.

"Aku sudah selesai, ayo"

"Papa mau kemana?"

"Mau ketemu paman Mark, simpen tisu nya eh. Masa mau dibawa-bawa"
Jaemin buru-buru meletakkan tisu itu dan langsung memeluk leher Jeno agar pria itu menggendongnya.
"Xiyeon, kembalikan ponselku"

"Tidak, nanti saja"

"Aish..kau menyebalkan. Aw!"Jeno memekik cukup kencang begitu Xiyeon mencubit lengannya keras. Bahkan Jaemin sampai tak berkedip saking kerasnya teriakan sang papa.
"Itu sakit?"

"Iya..ini sakit sekali"lirih Jeno pura-pura akan menangis sembari menatap Jaemin. Bukannya mengusap lengan Jeno, anaknya malah ikut menangis sembari memeluk Jeno.
"Papa jangan sakit.."

***

"Dia memang tidak pernah tepat waktu"omel Jeno karena sudah sekitar lima belas menit namun Mark tak kunjung datang. Jeno juga Jaemin diam seribu bahasa begitu seseorang datang dengan mengenakan kostum beruang, apalagi mengingat Jaemin yang takut dengan hal seperti itu. Mau badut ataupun mengenakan kostum yang lucu, Jaemin sering mengamuk memintanya agar pergi jauh.

Orang itu mendekat ke arah Jaemin dan hal yang tidak pernah Jeno duga adalah Jaemin yang tersenyum begitu lebar lalu meminta orang yang mengenakan kostum beruang itu agar menggendongnya.
"Aku..tidak salah lihat kan?"

"Kamu tidak takut?"
Jaemin menggeleng lalu menepuk hidung beruang itu,
"Paman Mark!"

Semua senyap, Jeno menatap Jaemin ragu. Bisa-bisanya anaknya mengira orang lain itu Mark.
"Dia bukan paman Mark, Na..dia~"

Jujur, Jeno dibuat takut oleh Jaemin apalagi saat orang di depannya melepaskan kepala kostumnya itu dan benar saja, itu Mark yang sama terkejutnya dengan nya.
"Hehe.."
Jeno menatap Mark dengan tatapannya yang mulai berkaca-kaca, ini Jaeminnya.
Jaeminnya yang selama ini ia rindukan, ini Jaeminnya murni walaupun ada beberapa perbedaan diantara mereka.

"A-aku..mudah dikenali ya?"

Jeno menggeleng, mengusap hidungnya pelan.
"Tidak ada yang mengenalimu hyung"

"Lalu bagaimana dia bisa mengenaliku?! Jaemin~"
Jeno mengalihkan pandangannya, ia tidak bisa menahan tangisannya lagi lebih lama.
Selama ini Jaemin belum pernah melihat Mark mengenakan kostum itu dan bagaimana ia bisa mengenalinya begitu saja. Tangan Jeno bergetar hebat sembari terus menutupi wajahnya, sepertinya dunia senang sekali mempermainkannya.

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang