159. Na Jaemin bukan Na Jaemin

686 86 6
                                    

"hypophernia"
Mark menoleh saat istrinya berucap, tangannya berhenti menulis dan malah menatap istrinya tidak paham.

"Jaemin, dia mengidap itu sejak Jeno meninggal"

"kondisi gangguan mental yang dialami oleh seseorang yang sering menangis dan merasa sedih secara tiba-tiba tanpa adanya alasan jelas yang melatar belakanginya, Jaemin selalu seperti itu. Xiyeon hanya tidak tau jika anaknya terlalu sering menangis."

"Kamu.. tau darimana?"

"Aku melihatnya sendiri. Kemarin, aku bukan yang menjaganya? Aku tinggal sebentar.. tidak benar-benar ditinggal, aku hanya keluar saja dan mengamatinya dari celah pintu.
Padahal Jaemin tengah menonton, bahkan sebelumnya marah-marah karena tidak menemukan film yang seru.. dia tiba-tiba menangis.
Aku masuk lagi saat Jaemin masih menangis, aku bertanya apa yang membuatnya menangis.. dan dia menjawab tidak tau"
Mina menarik nafas untuk mengontrol emosinya lalu kembali menatap Mark,
"Dia bukan Na Jaemin yang pernah kau ceritakan beberapa tahun lalu Mark."

"Na Jaemin bukanlah Na Jaemin yang sebenarnya tanpa adanya Lee Jeno. Seberapa besar pun usaha dia tidak akan bisa seperti dulu, dia tidak akan bisa seceria dulu walaupun kondisinya membaik.
Ini bukan luka fisik yang bisa disembuhkan dengan obat, Mark.. bukan"

***

Haechan menatap gedung didepannya ini, ia lupa harus mengambil sesuatu disini.
Tempat yang biasanya ia datangi hanya untuk mengisi waktu senggang nya dan menjahili temannya.
Masih belum banyak yang berubah, hanya lebih diperbagus dari sebelumnya. Ruang kerja Jeno juga tidak ada yang dirubah, hanya ada banyaknya rangkaian bunga yang segar setiap harinya.

Karyawan-karyawan saja merasa kehilangan sampai mereka rutin menaruh bunga setidaknya satu setiap harinya. Haechan menahan tangisnya melihat jas Jeno yang berada di kursi kerjanya seakan-akan Jeno tengah bekerja disini.
Ia berjongkok untuk mengambil beberapa berkas dilaci.
"Entah.. rasanya aku terlalu berlebihan kan?"

"Jaemin tidak akan begini kalau kamu pulang dan memamerkan hadiah-hadiah untuknya Lee Jeno. Kau mengirimkan sekotak hadiah untuk anakmu membuatnya menganggap itu seolah-olah barang terakhir darimu selain boneka yang untungnya tidak rusak seperti yang lain.
Bodoh memang.. bukannya mengajak aku kesana, setidaknya aku bisa menjaminnya pada Jaemin jika aku akan membawa pulang ayahnya. Jaemin banyak berubah sekarang.. kau tidak akan menyangka jika dia sekarang bisa membentak orang yang lebih tua"

"Kau juga yang merubah sikap anakmu sendiri, Lee Jeno. Ayah macam apa kau ini hah? Membuat anak mu sendiri menangis.."

"Tapi.. bisa-bisanya aku iri kau bisa menjadi ayah seperti itu sampai-sampai membuat anakmu sendiri jadi tergantung seperti itu. Kau yang perlahan membuat Jaemin jadi seperti itu.. anak bodoh memang kau"

Haechan menatap kursi kerja Jeno sebentar sebelum pergi,
"Ingatkan aku untuk menghajar mu nanti"

***

"Kenapa belum makan?"
Jaemin menggeleng lalu merubah posisinya menjadi memunggungi Xiyeon. "Nanti sakit lagi kalau belum makan.."

"Lihat siapa yang tidak mau makan"
Xiyeon tersenyum mendengar Jong-hoon yang baru datang. "Kalau seperti ini terus bisa-bisa nanti kalah kuat buat lari keliling taman sama kakek"

Jaemin bukannya tidak mau makan, nafsu makannya tiba-tiba hilang saat dadanya tiba-tiba sesak, entah kenapa akhir-akhir ini dia sering menangis tanpa tau apa yang membuatnya menangis. "Cucu kakek jelek kalau menangis"

Ucapan itu malah membuat Jaemin menangis, memeluk bonekanya erat. "Tak apa.. menangis saja. Laki-laki juga boleh menangis kok, wajar kalau menangis."

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang