124. Na Jaemin, Zhong Chenle dan Lee Felix

613 94 8
                                    

Salju mulai turun menyelimuti kota. Menyapa semua orang untuk mengingatkan saatnya memakai jaket tebal.
Tapi tidak berlaku dengan Jaemin. Setelah lolos dari pengawasan perawat anak itu berada di atap rumah sakit. Menatapi langit yang tengah menurunkan butiran berwarna putih yang dingin ketika menyentuh wajahnya. Matanya mengedip sesekali sembari tak hentinya menatap langit.
"Tidak akan membuat pohon natal lagi?"

Jaemin menoleh, menatap Chenle yang datang. Entah bagaimana anak itu bisa tau keberadaannya disini. Chenle memakaikan mantel tebal pada Jaemin lalu duduk disebelahnya. Ikut menatap langit yang sejak tadi diperhatikan. "Sejak papa mu tidak ada kamu tidak pernah mau membuat pohon natal. Ingat saat kamu merusak pohon natal yang sudah dibuat saat kelas 9?"

Jaemin masih menyimak. Ia ingat betul. Saat itu ia marah besar begitu melihat pohon natal sudah dihiasi dengan lampu dan aksesoris cantik lainnya. Jeno kembali mengingatkannya kala itu hingga menyebabkan dirinya tak sadar sudah membuat orang-orang kecewa dengan merusak pohon natal yang sudah dibuat.
"Tidak ada yang berani membuatnya lagi kan? Apa tahun ini akan seperti itu juga?"

Jaemin bangkit hendak pergi namun Chenle menahan tangan Jaemin, "sampai kapan kamu akan lari seperti ini?"

"Sejauh apapun kamu berlari, sepandai apapun kamu bersembunyi kenyataan akan selalu mengikutimu, Na. Kamu pengecut jika terus menghindar seperti ini"
Chenle bangkit lalu memandang Jaemin, "aku pernah bilang kan akan selalu bersama sahabatku sampai besar nanti seperti paman Haechan dan papamu? Aku tidak berbohong. Na, pertemanan kita bukan hal yang sepele, kita sudah berjuang sejak kecil benar? Sejak aku tertarik melihat tas robot kucing mu yang kamu pakai hari itu"

"Jangan seperti orang yang putus asa. Mimpimu masih menunggu. Kamu mau mengabaikannya begitu saja?"
Jaemin masih memandang Chenle dengan tatapan datarnya, salju yang turun tak lagi membuat hatinya tenang sekarang.
"Kak Renjun memberitahukan padaku. Kamu diterima di tim bisbol, kamu mau mengabaikan itu juga?"

"Apa?"

"Ya.. secepatnya setelah kamu sehat total pelatih akan menemui ibumu. Kamu harus mulai berlatih untuk pertandingan nanti. Kamu tau sendiri apa keinginan papa mu sejak dulu. Bukankah papamu ingin melihatmu bermain bisbol di pertandingan besar?"
Chenle meremat kedua bahu Jaemin, menatapnya lekat. "Na, kamu pasti bisa. Kamu pasti bisa melewati semua ini walaupun hati mu tidak mau. Bukannya aku memaksamu untuk melupakan papamu, tapi setidaknya buat dia bangga bukan membuatnya sedih dengan kamu seperti ini"

Jaemin melenggang begitu saja meninggalkan Chenle begitu temannya tak lagi bicara. Pemuda itu juga hanya menatap Jaemin lalu kembali duduk. Suhu udara mulai terasa dingin sekarang, tiap ia menghela nafas juga terlihat uap dari mulutnya.
Jaemin mendudukkan dirinya di tangga rumah sakit. Matanya menatap kakinya yang hanya mengenakan sandal. Padahal ia tidak pernah sudi datang ke tempat ini lagi namun lagi-lagi ia harus datang dan yang paling menyebalkan itu karena ulahnya sendiri. Jaemin menyandarkan kepalanya pada penghalang besi di tangga. Ditatapnya kuku jarinya yang rusak karena selalu ia gigit saat gugup maupun ketakutan.

"Papamu dulu sangat menjaga tanganmu.."

"Sini papa liat tangannya. Ah..hanya merah, tinggal dikasih krim aja. Duduk disini, biar papa yang usapin ke tangan kamu"

"Aishhh.."Jaemin mengacak rambutnya sebal. Lihatlah, disaat ia ingat sesuatu malah ingat papanya. Tidak mungkin ia sampai harus membuat dirinya amnesia kan?

"Kamu disini?"Jaemin mengangkat kepalanya, menatap Felix yang terlihat kaku. Keduanya saling diam dan menatap,
"Orang-orang bilang kamu seram. Tapi tatapanmu masih sama seperti dulu"

Felix duduk disebelah Jaemin, "lembut. Tidak sekasar sikap mu sekarang"

"Kalian kesini hanya untuk menambah bebanku?"
Felix menggeleng, kembali memasukkan kotak rokoknya. "Aku lupa tidak boleh merokok disini"

Felix melirik Jaemin yang terlihat tidak suka dengan kedatangannya, "aku kesini dengan Chenle hanya untuk mengobrol dengan mu. Salah? Kau tinggalkan dia diatas ya? Tidak berperasaan"

Felix berdiri lalu menarik tangan Jaemin untuk mengikutinya kembali ke atas. Chenle masih disana sembari sesekali bersenandung kecil.
"Oh?"

"Teman macam apa kau ini meninggalkan dia di sini"
Jaemin menatap Felix yang kini malah mengeluarkan bungkus rokok nya. "Kau masih merokok?"

Lelaki asal negeri orang itu mengendikan bahunya, "kenapa?"

"Aku tidak tanggung jawab jika kau mati karena paru-paru mu"

"Karena aku kuat makanya masih hidup sampai sekarang. Kalian saja yang tidak kuat seperti ku"Jaemin masih menatap Felix, tangannya tiba-tiba terulur membuat keduanya terkejut.
"Tidak tidak! Aku tidak mau melihatmu kehabisan nafas lagi ya?!"

Jaemin tetap mengulurkan tangannya, menunggu Felix memberikan juga padanya. Chenle sampai memukul tangan Jaemin, "tidak, Na Jaemin!"

Berbeda dengan Felix. Pria itu sengaja memberikannya. Bukannya ia mendukung Jaemin, namun dia sengaja membuat Jaemin merasakannya langsung, anak itu tidak akan kuat dengan rokok. Felix tau itu.
"Lee Felix!"

Felix mengisyaratkan Chenle agar diam, mengamati Jaemin yang sudah menyulut rokok ditangannya. Felix tersenyum tipis, Jaemin terlihat tidak percaya diri dengan keinginan nya sekarang.
Dan benar saja, Jaemin langsung batuk begitu asap rokok masuk ke paru-parunya, bahkan dia sampai melemparkannya karena terus terbatuk. "Lihat? Kau tidak akan kuat Na Jaemin. Aku tau persis seperti apa kamu itu. 5 tahun berteman denganmu dan aku tentu tau seperti apa itu Na Jaemin"

Felix berdiri untuk memadamkan rokok yang Jaemin lempar, ia tidak mau dipanggil polisi hanya karena membakar rumah sakit tanpa sengaja. Lelaki itu kini menyodorkan sesuatu pada Jaemin. Sebungkus permen yang dulu selalu Jaemin bawa kemanapun. "Kau masih lebih cocok memakan ini dibandingkan ini"ujarnya mengangkat rokok yang diselipkan di jarinya.

"Kenapa tidak menjadi seperti dulu saja, Na? Anak yang ceplas-ceplos..tidak mau diam..selalu mengajakku makan sampai aku kekenyangan.
Kau yang seperti ini rasanya..bukan lah Na Jaemin"

"Aku Na Jaemin"

"Saat kamu kelas 7. Iya, kamu Na Jaemin saat itu tapi tidak dengan setelah kamu naik ke kelas 8 dan sekarang. Itu dulu, kamu bukan Na Jaemin yang aku inginkan sekarang"
Jaemin masih menatap Felix yang sibuk menghembuskan asap rokok dari dalam mulutnya. Chenle mengalihkan pandangannya menatap pemandangan kota yang ia lihat sejak tadi dari atas sini,

"Na Jaemin masih sama..dia hanya masih butuh waktu untuk kembali lagi ke zona nya. Dia hanya sedang tersesat sekarang setelah lampu penunjuk jalan nya padam.
Jaemin, masih banyak yang mau menggantikan lampu itu, setidaknya sampai kamu benar-benar bisa berada di jalan mu kembali. Papamu masih tetap bersamamu, hanya..."
Chenle menunjuk ke atas, "dari sana. Papamu memantau anaknya dari atas sana."

"Ayo ke kamar mu. Aku tidak kuat lagi, terlalu dingin sekarang"

[]

Senin, seminggu aku gak akan update:(
Sedih:(

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang