158. Haechan dan Jaemin

562 90 10
                                    

"Jaemin! Bangun!"
Xiyeon menatap wajah Jaemin yang pucat, anak itu terus gelisah sejak tadi bahkan nafasnya tersendat. "Kamu mimpiin apa sampai begini?"

Jaemin menatap Xiyeon dengan matanya yang berair, buru-buru ia peluk tubuh wanita itu dengan nafas yang masih tersengal-sengal. "Ada apa? Kamu mimpi apa? Cerita sama mama"

"Mobil.. mobil waktu itu..  mobil nya ngarah ke aku.."

"Gak ada.. gak ada mobil disini. Gak ada yang mau nyelakain kamu lagi, oke?"
Xiyeon menangkup pipi Jaemin dan menengadahkan kepalanya agar menatapnya, ia usap pipi Jaemin pelan sembari terus mengucapkan kalimat-kalimat penenang.  Dia berusaha menahan amarahnya, entah kenapa ia bisa sebenci ini pada orang yang berhasil membuat Jaemin tidak bebas lagi.

"Mama ada urusan hari ini.. tidak apa-apa dengan paman Mark dulu kan? Tidak akan lama kok, saat makan siang juga mama sudah kesini lagi"

Jaemin mengangguk, mimpinya masih bisa ia ingat dengan jelas. Bagaimana mobil yang menabraknya itu meninggalkannya begitu saja saat itu tanpa berniat menolongnya.
"Itu paman Mark nya sudah ada, mama tinggal dulu ya? Banyak yang jagain kamu jadi jangan pikirkan mimpinya ya?"

Mark menatap Jaemin yang terlihat terpaksa membiarkan Xiyeon pergi, wajahnya terlihat pucat dibandingkan saat ia datang tadi jam tiga pagi untuk mengecek kondisi Jaemin. "Titip dia"

"Siap"
Mark duduk di kursi lalu menatap Jaemin yang melamun, "tidak baik melamun seperti itu"

"Mau pulang"

"Kondisi kamu udah mulai baik, tapi masih belum boleh pulang. Aku masih harus mantau kamu"

"Bisa dirumah kan? Paman tinggal datang kerumah"

"Aku tau kamu juga tidak mau pulang karena takut naik mobil. Aku tau itu, Na Jaemin. Kondisimu membaik aku akan minta Seojun mengantarkan mu ke rumah naik motor saja.."
Jaemin rasanya ingin pergi, malu karena sekarang ia kembali takut pada sebuah kendaraan yang dijalankan oleh manusia. Oh ayolah, sebentar lagi dia kuliah dan tetap akan takut pada mobil? Yang benar saja.

"Jangan seperti ini.. mama kamu bahkan sampai melupakannya kesehatannya buat jaga kamu 24 jam selama kamu kritis. Kamu gak kasihan sama mama kamu? Dia selalu nangis tiap tau kamu gak ada perkembangan apapun. Seenggaknya jangan buat mama kamu kepikiran lagi, butuh usaha keras buat bujuk dia makan doang..
Jangan buat aku merasa bersalah lagi, Na Jaemin.. cukup saat kamu egois untuk mendonorkan organ kamu saat itu. Egois lah untuk tetap hidup, gunakan ego mu untuk tetap bernafas, bukannya malah memperpendek umur mu dengan hal gila."

"Keluar lah.. aku tak butuh orang lain"

"Aku sudah berjanji untuk-"

"KELUAR AKU BILANG!!"
Jaemin hampir membanting alat medis disebelahnya jika Mark tak segera berdiri. Dipikir perkataan seperti itu mampu membuat Jaemin tenang? Hanya orang bodoh yang menganggap itu kata-kata penenang.
Jaemin muak dengan ucapan-ucapan orang disekitarnya.

***

Kepalanya menengadah memandang langit yang mendung. Butuh usaha untuk bisa kesini apalagi kakinya yang lemas dan kondisi tubuhnya yang belum sehat sempurna. Tangannya menggenggam sesuatu dengan darah yang mengalir karena infusannya dicabut paksa. Bahkan sudah dua kalinya tangannya terluka seperti ini.
Diam-diam, Jaemin berhasil mengambil Paracetamol dari tas obat-obatan Xiyeon. Bahkan sudah ada tiga obat yang tidak ada di bungkusnya, Jaemin telan begitu saja tanpa air. Dia pernah mencobanya saat itu sebelum ketergantungan obat tidur dan hasilnya juga tidak kalah buruk, pikirannya seakan tenang begitu saja.

Matanya kembali berair kala sadar apa yang dia lakukan, Jaemin tau ini salah tapi kepalanya seakan mau pecah sekarang.

| Na Jaemin?

| Ini Sungchan, aku mau bilang sesuatu.

| Untuk besok posisi kamu diganti dulu, aku dengar dari sodara kamu kalau kamu masih dirawat dan gak bakal sanggup buat main besok.

| Kamu baik-baik saja kan? Bagaimana kondisimu? Maaf ya belum menjenguk

"Lee Jeno.. lihat lah.. anakmu sudah kacau sekarang"
Jaemin menoleh dan menatap Haechan yang tengah menyandarkan punggungnya di pintu. "Mereka mencarimu, ternyata disini"

Haechan duduk disebelah Jaemin, menatap anak sahabatnya ini. "Jeno, dia tidak pernah mau impian anaknya sendiri hancur karena satu hal. Dia akan beri semuanya asalkan anaknya bisa mengejar mimpinya. Lalu kamu? Kamu mau begini saja tanpa ada usaha?"

"Kalau paman jadi kamu mungkin paman sudah malu untuk bertemu papa mu.. bagaimana dia melihat anaknya pernah kecanduan obat dan sekarang mencoba meminum obat lagi. Kau mau mati hanya karena obat? Tidak elit.. itu sudah biasa"

"Banyak, gak cuma satu cara buat kamu akhirin hidup. Obat doang gak mempan, terlalu pelan"
Jaemin terdiam saat Haechan tiba-tiba menyodorkan sebuah cutter, aneh juga kenapa Haechan bisa masuk membawanya.
"Pakai ini lebih ampuh"

"Paman gila?"
Haechan tersenyum, kembali memasukkan benda tajam itu kedalam jaket. "Paman tau.. kamu juga tidak berani, masih banyak keraguan. Tekad mu untuk hidup sangat kuat, bagus"

"Lalu kenapa malah menawarkannya?"

"Aku hanya menguji mu. Jika kamu mengambilnya, otak pintar yang membuat mu selalu di peringkat satu menjadi bodoh sekarang. Banyak yang melakukannya, banyak juga yang diliput oleh media.. paman pasti akan mengatakan mereka itu bodoh.
Mereka hanya tidak tau jika masih ada yang peduli pada mereka"

"Bagaimana dengan yang tidak dianggap orangtuanya, korban bullying, hidupnya sudah terlalu miris, siapa yang peduli padanya?"

"Diri sendiri. Peduli pada dirimu sendiri adalah hal paling utama. Jika tidak bisa menolong orang lain maka tolong diri sendiri, jangan malah menyerah dengan cara seperti itu.. pengecut namanya"
Haechan mengikatkan kain di tangan Jaemin untuk menutup luka nya dan kembali berucap, "dan Lee Jeno tidak pernah menyukai orang seperti itu. Dia terlalu membencinya"

"Padahal dia sendiri saja hampir mati, tapi masih memperdulikan orang lain. Ayahmu itu orang terbodoh yang pernah aku temui.
Tapi sialnya dia keburu pergi, aku belum menghajarnya karena dia itu anak bodoh"
Haechan menatap Jaemin, manik matanya benar-benar mirip dengan tatapan Jaemin dulu saat menatapnya. Terlihat dingin namun tatapannya seolah menyiratkan jika ia peduli. "Jangan jadi orang bodoh seperti ayahmu atau aku yang akan memukulmu. Jangan ikuti jejak orang seperti itu, mereka tidak pantas untuk kau tiru.

Buang itu"
Haechan menunjukkan bungkusan obat dengan dagunya, menunggu Jaemin untuk membuangnya. "Buang cepat atau Xiyeon akan keburu tau"

Jaemin malah memasukkannya ke saku baju, "mama berhak tau"

"Ayo turun.. aku membawakanmu udang, gak tau tumbenan Somi bikin buat kamu. Kalau gak enak protes aja sama dia nanti"

[]

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang